EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch

RussianPortugueseJapaneseKoreanArabic Chinese Simplified

Selamat Datang di Websiteku | Sebuah web yang berisikan segudang Ilmu yang bermanfaat silahkan baca Tulisan Inspiratif Yang semoga saja dapat memberikan Ilmu dan pemahaman baru bagi para pembaca | Jangan Lupa Like dan Tinggalkan Pesan Anda Pada Kotak Pesan Disamping Kanan |

Sabtu, 29 November 2014

MAKALAH LARANGAN RIBA

Tafsir ayat riba
LARANGAN RIBA
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat-ayat yang terkait
1. Surat Ar-Rum ayat 39

       ••                
39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

a. Tafsir Mufradad
Di dalam bahasa Arab, bahwa lafadz “Riba” itu bisa mengandung makna tambahan secara mutlaq atau bahwa Riba secara bahasa bermakna : Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain secara linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelasakan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambin tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prisip muamalah dalam Islam. Tetapi dalam lafadz yang terdapat dalam Surat Ar-Ruum ayat 39, tambah disini yang dimaksud tidak lahil hanyalah dalam perihal Pemberihan hadiah supaya orang yang memberi hadiah tersebut mendapat tambahan yang lebih. Ini sekilas dari pada uraian lafadz Riba yang dibaca Jer sebab kemasukan huruf Jer Min. Dapat disimpulkan bahwa yang di maksud riba adalah sesuatu yang berlebih atau berlipat ganda, dari unsur mengutangkan dan pada akhirnya akan menimbulkan penganiayaan. b. Asbab an-Nuzul Disebut pertama karena ayat ini diturunkan di Mekkah ketika melakukan kegiatan keagamaan dan memungut sumbangan atas dasar untuk mendapatkan rahmat dari Allah. Pada ayat ini dijelaskan bahwasanya Allah SWT membenci riba dan perbuatan riba tersebut tidaklah mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. Riba pada ayat ini hanya memberi gambaran bahwa riba yang disangka orang menghasilkan penambahan harta, dalam pandangan Allah tidak benar. Yang benar zakatlah yang mendatangkan lipat ganda. Pada ayat ini tidak ada petunjuk Allah SWT yang mengatakan bahwasanya riba itu haram. Artinya bahwa ayat ini hanya berupa peringatan untuk tidak melakukan hal yang negatif.
Al-Faryabi meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata,”Dulu orang-orang melakukan jual beli dengan memberikan tenggang waktu pembayaran hingga waktu tertentu. Ketika tiba waktu pembayaran, namun si pembeli belum juga sanggup membayar, si penjual menambahkan harganya dan menambahkan tenggang waktunya. Lalu turunlah firman Allah Swt.
Sebagian Mufassir ada yang berpendapat bahwa riba tersebut bukan riba yang diharamkan. Riba dalam ayat ini berupa pemberian sesuatu kepada orang lain yang tidak didasarkan keikhlasan, seperti pemberian hadiah dengan harapan balasan hadiah yang lebih besar. Ulama lain seperti al-Alusi dan Sayyid Qutb memilih pendapat bahwa riba dalam ayat itu adalah tambahan yang dikenal dalam mu’amalah sebagai yang diharamkan oleh syafi’. Kalu Sayyid Rasyid Rida menyatakan bahwa haramya riba itu semenjak turunnya surat Ali-‘Iran, berarti ia membenarkan pendapat kelompok pertama.

c. Kandungan Ayat
Kata “riba” dari segi bahasa berarti kelebihan. Berbeda pendapat ulama tentang maksud kata ini pad ayat diatas. Ulama pakar tafsir dan hukum, Al-Qurthubi dan Ibn al-‘Arabi, berpendapat maksud riba pada ayat ini adalah riba yang halal. Sedangkan menurut Ibn Katsir, riba disini dimaksudkan riba mubah. Mereka antara lain merujuk kepada sahabat Nabi SAW. Ibn Abbas ra. Dan beberapa tabi’in yang menafsirkannya dalam arti hadiah yang diberikan seseorang dengan mengharapkan imbalan yang lebih. Menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah. Kemudian Allah menerangkan bahwa riba memang menambah harta orang yang mengambilnya. Riba yang diperoleh dari tambahan atas pengembalian pokok pinjaman dan dan pertukaran barang ribawi dengan nilai yang berbeda benar-benar menambah harta orang yang mengambilnya.


2. Surat An-Nisa ayat 160-161

                      ••        
160. Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
161. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.

a. Tafsir mufradad

فَبِظُلْمٍ
Potongan ayat di atas mempunyai arti “maka disebabkan perbuatan zholim”, hal ini meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, ketidakadilan, penganiayaan, penindasan dan tidak sewenang-wenang. Maka sebab kezaliman tersebut, maka Allah mengharamkan segala bentuk riba itu.
Sebagian ulama’ berkata : Orang-orang yang menghalalkan riba serta besar dosanya, maka diapun akan tahu betapa keadaan mereka-mereka kelak di hari akhirat, mereka akan dikumpulkan dalam keadaan gila, kekal di neraka, disamakan dengan orang kafir akan mendapat perlawanan dari Allah dan Rasul serta kekal dalam la’nat.

b. Asbabun an-Nuzul
Ayat ini adalah Madaniyah, yaitu diturunkan di Kota Madinah. Ayat ini merupakan kisah tentang orang-orang Yahudi.
Allah SWT mengharamkan kepada mereka riba akan tetapi mereka tetap mengerjakan perbuatan ini. Pengharaman riba pada ayat ini adalah pengharaman secara tersirat tidak dalam bentuk qoth’i/tegas, akan tetapi berupa kisah pelajaran dari orang-orang Yahudi yang telah diperintahkan kepada mereka untuk meninggalkan riba tetapi mereka tetap melakukannya. Hal ini juga dijelaskan al-Maroghi bahwasanya sebagian Nabi-nabi mereka telah melarang melakukan perbuatan riba.

c. Kandungan Ayat
Dalam ayat ini telah di jelaskan bahwa sesungguhnya riba itu mengakibatkan kezoliman, dan ketidakadilan bagi orang lain. Sehingga bagi orang yang Kafir sudah dipersiapkan oleh Allah SWT tempat yang sesuai dengan perbuatannya yakni siksa yang pedih dan menyakitkan. Pada ayat ini Allah menjelaskan kalau riba adalah pekerjaan yang batil, maka dari itu Allah juga menjelaskan dalam ayat tersebut bahwa Allah sudah menyiapkan mereka azab yang pedih yaitu neraka.
Riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.

3. Q.S Ali Imran ayat 130
         •    
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

a. Tafsir Mufradad
 
Potongan ayat ini memiliki arti “berlipat ganda”. Yang di maksud berlipat ganda adalah melipat gandakan harta yang bukan menjadi haknya melainkan hak orang lain. Dengan adanya lipat ganda tersebut, maka riba tersebut diharamkan.

b. Asbab An-Nuzul
Ayat ini adalah Madaniyah, yaitu diturunkan di Kota Madinah. Ayat ini menjelaskan kebiasaan orang Arab saat itu yang sering mengambil riba dengan berlipat ganda. Ayat ini telah secara jelas mengharamkan perbuatan riba, akan tetapi bentuk pengharaman pada ayat ini masih bersifat sebagian, yaitu kepada kebiasaan orang saat itu yang mengambil riba dengan berlipat ganda dari modal. Riba ini disebut dengan riba keji (ربا فحش) yaitu riba dengan penambahan dari pokok modal dari hutang yang berlipat ganda.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada orang-orang yang berjual beli dengan kredit (dengan bayaran yang berjangka waktu). Apabila telah tiba waktu pembayaran, tetapi tidak membayar, bertambahlah bunganya dan ditambah pula jangka waktu pembayarannya. Maka turunlah ayat tersebut (Q.S 3 Ali Imran: 130) sebagai larangan atas perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh Al-Faryabi yang bersumber dari mustahid).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa di zaman jahiliah, Tsaqif berhutang kepada Banin Nadlir. Ketika tiba waktu membayar, tsaqif berkata:”Kami bayar bunganya dan undurkan waktu pembayarannya”. Maka turunlah ayat tersebut (Q.S 3 Ali Imran: 130) sebagai larangan atas perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh al-Faryabi yang bersumber dari ‘Atha’.)

c. Kandungan Ayat
Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi'ah itu selamanya Haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan.
Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
Pada sifat riba nasiah ini jelas sekali makna ad’aafan mudhaafatan itu adalah dengan transaksi yang tidak berbatas waktu, dan selama si peminjam itu tidak mampu membayar pada waktu yang disanggupi riba itu akan terus bertambah, sesuai dengan bertambahnya waktu. Ini adalah suatu kondisi atau cara transaksi yang sangat lalim dan aniaya. Dengan demikian ayat 130 surat Ali Imran ini menegaskan bahwa sifat (karakteristik) riba secara umum mempunyai kecenderungan untuk berkembang dan berlipat sesuai dengan berjalannya waktu dengan tanpa batas.
Riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut.
Hal itu dibuktikan juga oleh kenyataan sejarah bahwa riba pada masa pra Islam adalah tambahan pada modal uang yang dipinjamkan dan harus diterima oleh yang berpiutang sesuai dengan jangka waktu peminjaman dan persentase yang ditetapkan. Bila tidak mampu membayar pada waktu yang dijanjikan, maka terus bertambah. Maka semakin tidak mampu akan semakin teraniaya.

4. Al-Baqarah ayat 278-279
                          •      
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

a. Tafsir mufradad

ذَرُوا
Maknanya: “Tinggalkanlah. ” Yaitu tinggalkan mencari sesuatu dari yang kalian miliki sebagai modal kalian, sebelum menghasilkan riba.
فَأْذَنُوا
Pada lafadz ayat ini terdapat dua bacaan. Yang pertama dengan huruf dzal yang di-fathah dan ini merupakan bacaan kebanyakan ahli qira`ah. Sebagian ada yang membaca فَآذِنُوا dengan huruf alif yang dipanjangkan dan dzal yang di-kasrah. Ini merupakan bacaan Hamzah dan ‘Ashim dalam riwayat Ibnu ‘Ayyasy. Berdasarkan bacaan yang pertama, maknanya adalah yakini dan ketahuilah. Sedangkan berdasarkan bacaan yang kedua bermakna sampaikan dan kabarkanlah. Ibnu Jarir At-Thabari menguatkan makna yang pertama.
بِحَرْبٍ Maknanya adalah peperangan yang mengantarkan kepada pembunuhan. Adapula yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah musuh.
رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ “Pokok harta kalian.” Yang dimaksud adalah harta yang dimiliki oleh seseorang yang masih ada di tangan orang lain sebagai pinjaman, maka boleh bagi pemilik harta untuk mengambil modal (harta)nya itu. Adapun keuntungan yang dihasilkan dari riba, maka tidak boleh bagi dia untuk mengambilnya sedikitpun.kepada mereka bahwa kalian memerangi mereka (para pemakan riba).

b. Asbab An-Nuzul
Ada beberapa riwayat tentang riba yang menjadi sebab-sebab turunnya ayat tentang riba, diantaranya :
Riwayat dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun kepada Bani Amru bin Umair bin Auf bin Tsaqif. Adalah Bani Mughirah bin Makhzum mengambil riba dari Bani Amru bin Umair bin Auf bin Tsaqif, selanjutnya mereka melaporkan hal tersebut kepada Rasulullah SAW dan beliau melarang mereka melalui ayat ini untuk mengambil riba.
Berkata ‘Atho dan ‘Ikrimah bahwasanya ayat ini diturunkan kepada Abbas bin Abdul Mutholib dan Utsman bin Affan. Adalah Rasulullah melarang keduanya untuk mengambil riba dari korma yang dipinjamkan dan Allah SWT menurunkan ayat ini kepada mereka, setelah mereka mendengar ayat ini mereka mengambil modal mereka saja tanpa mengambil ribanya.
Berkata Sadi: Ayat ini diturunkan kepada Abbas dan Khalid bin Walid. Mereka melakukan kerjasama pada masa Jahiliyah. Mereka meminjamkan uang kepada orang-orang dari Bani Tsaqif. Ketika Islam datang mereka memiliki harta berlimpah yang berasal dari usaha riba, maka Allah menurunkan ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Maka Nabi SAW bersabda :
“Ketahuilah setiap riba dari riba jahiliyah telah dihapuskan dan riba pertama yang saya hapus adalah riba Abbas bin Abdul Muthollib”.

c. Kandungan Ayat
Allah memerintahkan mereka agar bertakwa, dan di antara bentuk ketakwaan tersebut adalah agar mereka meninggalkan apa yang tersisa dari harta riba, yaitu muamalah (transaksi) yang sedang berlangsung pada saat itu. Adapun yang telah lalu, maka barangsiapa yang menerima nasihat, Allah akan memaafkan apa yang telah lalu. Sedangkan orang yang tidak peduli akan nasehat dari Allah dan tidak menerimanya, sesungguhnya dia telah menyelisihi Rabb-nya dan memerangi-Nya dalam keadaan dia lemah, tidak memiliki kekuatan untuk memerangi Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, yang memberi kesempatan kepada orang yang zalim (untuk bertaubat) namun Dia tidaklah membiarkannya. Sehingga jika Allah hendak menyiksa, maka Dia menyiksanya dengan siksaan yang kuat dan tidak lemah sedikitpun. Jika kalian bertaubat dari bermuamalah dengan cara riba, maka kalian boleh mengambil modal dasar dari harta kalian dan kalian tidak menzalimi orang yang bermuamalah dengan kalian dengan cara mengambil tambahan yang merupakan hasil riba.
Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang menyangkut riba, diturunkan pada tahun 9 Hijriyah.

DAFTAR PUSTAKA

Rifa’i, Veithzal dan Andi Buchari.2009.Islamic Economic.Jakarta:Sinar Grafika Offset
Muh Zuhri.1997.Riba Dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan (Sebuah Tilitik Antisipatif).Jakarta:PT RajaGrafindo Persada
Dahlan dan Zaka Alfarisi.2000.Ababun Nuzul,Bandung:CV Diponegoro
Quraish Shihab.2002.Tafsir Al-Misbah.Jakarta:Lentera Hati
Dwi Suwikyo.2010.Komplikasi tafsir ayat-ayat Ekonomi Islam,.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

0 komentar:

Posting Komentar