EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch

RussianPortugueseJapaneseKoreanArabic Chinese Simplified

Selamat Datang di Websiteku | Sebuah web yang berisikan segudang Ilmu yang bermanfaat silahkan baca Tulisan Inspiratif Yang semoga saja dapat memberikan Ilmu dan pemahaman baru bagi para pembaca | Jangan Lupa Like dan Tinggalkan Pesan Anda Pada Kotak Pesan Disamping Kanan |

Minggu, 30 November 2014

HAK, KEWAJIBAN DAN KEADILAN

MAKALAH HAK, KEWAJIBAN DAN KEADILAN
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HAK
A. Pengertian dan Macam-Macam Hak
Hak dapat diartikan wewenang dan kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu, hak juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantaraan akalnya, perlawanan dengan kekuasan atau kekuasaan fisik untuk mengakui wewenang pada pihak lain.
Dalam pada itu Poedjawijatna mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hak ialah semacam milik, kepunyaan, yang tidak hanya merupakan benda saja, melainkan pula tindakan, pikiran dan hasil pikiran itu.
Di dalam Al-Qur’an kita jumpai juga kata al-haqq, namun pengertiannya agak berbeda dengan pengertian hak yang dikemukakan di atas. Jika pengertian hak di atas lebih mengacu kepada semacam hak memiliki, tetapi al-haqq dalam Al-Qur’an bukan itu artinya. Kata memiliki yang merupakan terjemahan dari kata hak tersebut di atas dalam bahasa Al-Qur’an disebut memiliki dan orang yang menguasainya disebut malik.
Pengertian al-haqq dalam Al-Qur’an sebagaimana dikemukakan al-Raghib al-Asfahani adalah al-muthabaqah wa al-muwafaqah artinya kecocokan, kesesuaian dan kesepakatan, seperti cocoknya kaki pintu sebagai penyangganya.
Dalam perkembangan selanjutnya al-haqq dalam Al-Qur’an digunakan untuk empat pengertian. Pertama, untuk menunjukkan terhadap pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah, seperti adanya Allah disebut sebagai al-haqq karena Dialah yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah dan nilai bagi kehidupan. Penggunaan al-haqq dalam arti yang demikian dapat dijumpai pada contoh ayat yang berbunyi :

       Kemudian kembalilah kamu sekalian kepada Allah. Dialah Tuhan Mereka yang haq. (Qs. Al-An’am, 6:62)

Kedua, kata al-haqq digunakan untuk menunjukkan kepada sesuatu yang diadakan yang mengandung hikmah. Misalnya Allah SWT menjadikan matahari dan bulan dengan al-haqq, yakni mengandung hikmah bagi kehidupan. Penggunaan kata al-haqq seperti ini dapat dijumpai misalnya pada ayat yang berbunyi :
      Allah tidak menciptakan yang demikian itu (matahari dan bulan) kecuali dengan haq. (Qs. Yunus, 10:5)

Ketiga kata al-haqq digunakan untuk menunjukkan keyakinan (i’ tiqad) terhadap sesuatu yang cocok dengan jiwanya, seperti keyakinan seseorang terhadap adanya kebangkitan di akhirat, pahala, siksaan, surga dan neraka. Penggunaan kata al-haqq seperti ini dapat dijumpai pada contoh ayat yang berbunyi :
         Maka Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman terhadap apa yang mereka perselisihkan dari haq. (QS. Al-Baqarah, 2:213).

Keempat, kata al-haqq digunakan untuk menunjukkan terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan menurut kadar atau porsi yang seharusnya dilakukan sesuai keadaan waktu dan tempat. Penggunaan kata al-haqq yang demikian itu sejalan dengan ayat yang berbunyi :

        Dan seandainya al-haqq itu menuruti hawa nafsunya, maka terjadilah kerusakan langit dan bumi. (QS. Mu’minun, 23:71)

Pengertian hak dalam arti memiliki sesuatu dan dapat menggunakan sekehendak hatinya, dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-milk. Misalnya pada ayat yang berbunyi :

                       Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.(QS. Al-Furqon, 25:3)
Pada ayat tersebut kata al-milk dihubungkan dengan kemampuan untuk menolak kemudharatan dan mengambil manfaat. Arti inilah yang digunakan dalam tulisan ini.

B. Macam-macam dan Sumber Hak
Ada bermacam-macam hak, tidak sama luas dan kuatnya. Ada dua faktor yang mempengaruhi macam-macam hak. Pertama faktor yang merupakan hal (obyek) yang dihakki (dimiliki) yang selanjutnya disebut hak obyektif. Hak ini baik bersifat fisik maupun non fisik. Kedua, faktor orang (subyek) yang berhak, yang berwenang untuk bertindak menurut sifat-sifat itu, yang selanjutnya disebut subyektif.
Dalam kajian akhlak, tampaknya hak subyektiflah yang mendapatkan perhatian, yaitu wewenang untuk memiliki dan bertindak. Disebut wewenang bukan kekuatan, karena mungkin saja wawenang (hak) itu tidak dapat dilaksanakan karena ada kekuatan lain yang menghalanginya. Semua hak itu tidak dapat diganggu gugat, karena merupakan hak asasi yang secara fitrah telah diberikan Tuhan kepada manusia. Karena yang dapat mencabut hak-hak tersebut hanyalah Tuhan. Contoh : Hak asasi manusia itu dalam sejarah dan masyarakat sering diperkosa, atau diperlakukan secara diskriminatif. Terhadap kelompok yang satu diberikan kebebasan untuk menyatakan pikiran dan melakukan usahanya dibidang materi, sedangkan pada kelompok yang lainnya dibatasi dan tidak diberikan peluang untuk berusaha.

Hak-hak yang peting dalam garis besarnya
Hak Hidup
Tiap-tiap manusia mempunyai hak hidup, akan tetapi karena kehidupan manusia itu secara bergaul dan bermasyarakat, maka sudah seadilnya bila seseorang mengorbankan jiwanya untuk menjaga hidupnya masyarakat apabila dipandang perlu, sebagaimana bila suatu bangsa diserang oleh bangsa lain dengan maksud menjajah, dan ini adalah keadaan yang jarang terjadi. Adapun selain itu, maka hak hidup itu adalah hak yang suci yang tidak dapat diberikan untuk keperluan sesuatu yang lain. Hak ini, meskipun telah jelas, tidak diperhatikan oleh sebagian bangsa yang masih mundur, seperti sebagian kabiah bangsa Arab umpamanya, pada masa dahulu menanam anak-anak perempuan hidup-hidup, karena malu dan menanam anak laki-laki hidup-hidup, karena takut jatuh miskin. Maka dahulu banyak pula bangsa-bangsa yang membunuh tawanan perang bila ada kesempatan. Diantara bangsa yang telah maju, hak hidup masih menghadapi bahaya, seperti di dalam bangsa yang memperkenankan perang tanding (duel).
Apabila manusia menghargai hak hidup dengan semestinya dan tambah maju mengartikannya, tentu mereka tidak akan berperang.
Hak hidup ini tidak akan mengenai kepada seluruh anggota masyarakat, kecuali bila mereka kecukupan alat hidupnya. Oleh karenanya hak hidup mengandung hak bekerja untuk menghasilkan alat-alat tersebut. Dan ahli-ahli politik dan ekonomilah yang dipertanggung jawabkan untuk menyelidiki soal ini, soal alat-alat hidup dan bagaimana supaya sampai cukup bagi masyarakat.
Hak hidup ini, sebagai hak-hak yang lain, menentukan dua kewajiban, wajib bagi yang berhak supaya menjaga hidupnya dan mempergunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan diri dan masyarakat, dan wajib bagi orang lain supaya menghormati hak ini dan tidak mengganggunya. Dan jikalau hak ini adalah hak yang suci, maka barang siapa mengganggunya dengan pembunuhan atau sebagainya, sewajarnya mendapat hukuman yang keras, dan terkadang tepatlah kalau ia dilenyapkan hak hidupnya.

Hak Kemerdekaan
Kata merdeka adalah kata samar-samar yang dipergunakan di dalam beberapa arti yang berbeda-beda, oleh karena itu marilah kita membatasinya. Kemerdekaan mutlak ialah bertindak dan berbuat menurut kehendaknya dengan tiada ada sesuatu yang menguasai kehendak dan perbuatannya.
Agar kita mengerti benar-benar arti kemerdekaan, perlu kita tuturkan macam-macamnya, lalu kita terangkan satu persatu. Adapun macam-macamnya yang terpenting ialah :
1) Kemerdekaan lawan dari pada perhambaan
2) Kemerdekaan bangsa-bangsa
3) Kemerdekaan kemajuan
4) Kemerdekaan politik


Hak Memiliki
Hak memiliki itu hampir menjadi bagian yang menyempurnakan hak kemerdekaan, karena manusia itu tidak dapat mempertinggi dirinya menurut kehendaknya, kecuali dengan memiliki alat-alatnya. Hak memiliki ini diadakan karena alat-alat hidup tidak cukup untuk keinginan tiap-tiap manusia, sehingga berebut-rebutan untuk mencapainya, dan cinta diri itu menghendaki memiliki sesuatu maka timbullah hak memiliki itu.

2.2 KEWAJIBAN
Hak itu merupakan wewenang dan bukan kekuatan, maka ia merupakan tuntutan, dan terhadap orang lain hak itu menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang lain. Dengan cara demikian orang lain pun berbuat yang sama pada dirinya, dan dengan demikian akan terpeliharalah pelaksanaan hak asasi manusia itu.
Dengan demikian masalah kewajiban memegang peranan penting dalam pelaksanaan hak. Namun perlu ditegaskan di sini bahwa kewajiban di sinipun bukan merupakan keharusan fisik tetapi tetap berwajib, yaitu wajib yang berdasarkan kemanusiaan, karena hak yang merupakan sebab timbulnya kewajiban itu juga berdasarkan kemanusiaan. Dengan demikian orang yang tidak memenuhi kewajibannya berarti telah memperkosa kemanusiannya. Sebaliknya orang yang melaksanakan kewajiban berarti telah melaksanakan sikap kemanusiannya.
Di dalam ajaran Islam, kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’, yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat kan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapatkan siksa.
Kewajiban adalah suatu tindakan yang harus dilakukan oleh setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai makhluk individu, sosial dan tuhan.

Kewajiban-kewajiban yang terpenting :
Kewajiban Manusia Kepada Allah
Di dalam dunia ini adalah suatu kekuatan yang tidak tertampak, tetapi yang menggerakkan dunia dan mengaturnya. Dia adalah sebab adanya dunia ini dan tetapnya; dia adalah rahasia apa yang dapat kita lihat dari ketertiban yang kerapihan, peraturan-peraturan yang tidak berganti-ganti dan gejala yang datang dengan teratur.
Kepada kekuatan ini kita berhutang budi dan segala sesuatu, dengan hidup kita, kesehatan, perasaan dan dengan segala kesenangan hidup dan keni’matannya yang beraneka warna.

Kewajiban Manusia Kepada Bangsanya (Kebangsaan)
Kebangasaan adalah kecintaan manusia kepada negerinya, tanah orang tua dan nenek moyangnya. Kita cinta kepada negeri kita, karena di antara kita dan negeri tersebut ada hubungan yang erat. Kita menghirup udaranya dan hidup diantara ummatnya. Udara dan tanahnya membentuk kita, sehingga undang-undangnya menjadi adat kebiasaan kita, dan cara makan, berbicara dan berpakaian menjadi cara kita. Kita rindu kepadanya bila kita meninggalkannya, dan gembira berdekatan kepadanya, kita mulia karena kemualiannya dan kita sakit karena rendah dan hinanya.
Tiap-tiap manusia dapat berkhidmad kepada tanah airnya dengan beberapa jalan :
1) Membela negeri bila diserang atau hendak dilanggar kemerdekaanya.
2) Membaktikan hidupnya untuk berkhidmat kepada negeri.

2.2 KEADILAN
Sejalan dengan adanya hak dan kewajiban tersebut di atas, maka timbul pula keadilan. Poedjawijatna mengatakan bahwa keadilan adalah pengakuan dan perlakuan terhadap hak (yang sah). Sedangkan dalam literatur Islam, keadilan dapat diartikan istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan akal yang dikonsentrasikan dengan agama. Masalah keadilan ini secara panjang lebar telah dibahas di atas, dan ditempatkan dalam teori pertengahan sebagai teori yang menjadi induk timbulnya akhlak yang mulia.
Mengingat hubungan hak, kewajiban dan keadilan demikian erat, maka di mana ada hak, maka ada kewajiban, dan dimana ada kewajiban maka ada keadilan, yaitu menerapkan dan melaksanakan hak sesuai dengan tempat, waktu dan kadarnya yang seimbang. Demikian pentingnya masalah keadilan dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban ini, Allah berfirman :
•            
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. (QS. Al-Nahl, 16:90)
Ayat tersebut menempatkan keadilan sejajar dengan berbuat kebajikan, memberi makan kepada kaum kerabat, melarang dari berbuat yang keji dan munkar serta menjauhi permusuhan. Ini menunjukkan bahwa masalah keadilan termasuk masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak sebagai suatu kewajiban moral.

2.4 HUBUNGAN HAK, KEWAJIBAN DAN KEADILAN
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa yang disebut akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, mendarah daging, sebenarnya dan tulus ikhlas karena Allah. Hubungan dengan hak dapat dilihat pada arti dari hak yaitu sebagai milik yang dapat digunakan oleh seseorang tanpa ada yang dapat menghalanginya. Hak yang demikian itu merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak harus dilakukan oleh seseorang sebagai haknya.
Akhlak yang mendarah daging itu kemudian menjadi bagian dari kepribadian seseorang yang dengannya timbul kewajiban untuk melaksanakannya tanpa merasa berat. Sedangkan keadilan sebagaimana telah diuraikan dalam teori pertengahan ternyata merupakan induk akhlak. Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan yang akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara hak, kewajiban dan keadilan dengan akhlak.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Hak dapat diartikan wewenang dan kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu, hak juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantaraan akalnya, perlawanan dengan kekuasan atau kekuasaan fisik untuk mengakui wewenang pada pihak lain. Sedangkan kewajiban adalah suatu tindakan yang harus dilakukan oleh setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai makhluk individu, sosial dan tuhan. keadilan dapat diartikan istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan yang akhlaki.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai beberapa saran diantaranya yaitu: 1. Bagi para pembaca yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai hak, kewajiban dan keadilan, penulis berharap dengan kerendahan hati agar pembaca mencari sumber-sumber lain yang berkaitan dengan hak, kewajiban dan keadilan.
2. Jadikanlah makalah ini sebagai sarana yang dapat menambah wawasan pembaca, sehingga dapat mendorong pembaca untuk berfikir aktif dan kreatif.

DAFTAR PUSTAKA


Amin, Ahmad. 1975. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.

Nata, Abuddin. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers.

Afirmanto. Akhlak Tasawuf. Diunduh dari http://afirmanto.blogspot.com tanggal 20 Maret 2012.

0 komentar:

Posting Komentar