Pasar modal syari’ah dapat di artikan sebagai pasar modal yang menerapkan perinsip-prisnsip syari’ah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang di larang seperti riba, perjudian, spekulasi, dan lain-lain. Pasar modal syari’ah secara resmi diluncurkan pada tanggal 14 maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MOU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Berdasarkan Peraturan Nomor IX.A.13, tentang efek syari’ah, efek syari’ah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam undang-undang pasar modal dan peraturan pelaksanaanya yang akad maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syari’ah di pasar modal.
Pasar modal syari’ah tidak hanya ada dan berkembang di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain seperti Malaysia.
Berdasarkan beberapa pengertian pasar modal di atas, dapat kita simpulkan bahwa pasar modal syari’ah adalah kegiatan transaksi ekonomi syari’ah yang sesuai dengan prinsip-prinsip sesuai syari’ah yang menghindari dari hal-hal yang di larang seperti riba,perjudian ,spekulasi dan lain-lain.
B. Instrumen Pasar Modal
Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau efek. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Sejalan dengan definisi tersebut, maka produk syariah yang berupa efek harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu efek tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah.
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi landasan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip – prinsip syariah di Pasar Modal. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk dan Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah.
1. Saham Syariah
Secara konsep,
saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh:
1. Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah.
2. Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
Kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
a. Perjudian dan permainan yang tergolong judi;
b. Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
c. Perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
d. Bank berbasis bunga;
e. Perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
f. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
g. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).
2. Reksa Dana Syariah
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah didefinisikan sebagai reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.
Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli 1997.
Sebagai salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya. Perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah keseluruhan proses manajemen portofolio, screeninng (penyaringan), dan cleansing (pembersihan).
3. Sukuk
a. Pengertian dan Karakteristik
Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata ”sakk” dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai berikut :
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (sukuk/undivided share) atas:
1. aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);
2. nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada;
3. jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
4. aset proyek tertentu (maujudat masyru’ muayyan); dan atau
5. kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)”
Sebagai salah satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan obligasi.
Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset ). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.
b. Jenis-jenis Sukuk
Berbagai jenis struktur sukuk yang dikenal secara internasional dan telah mendapatkan endorsement dari The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) antara lain:
1) Sukuk ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang telah disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
2) Sukuk mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah dimana satu pihak menyediakan modal (rab al-mal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerja sama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.
3) Sukuk musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerja sama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
4) Istisna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istisna’ dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dn spesifikasi barang.proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
C. Akuntansi Transaksi Pasar Modal
1. Akuntansi Transaksi Saham Syariah
Tingkat keuntungan yang diisyaratkan calon pembeli tergantung pada tingkat risiko saham tersebut. Semakin tinggi risiko saham semakin tinggi tingkat keuntungan yang diisyaratkan.
Contoh transaksi:
Pada tanggal 5 Mei 2007 Bank Syariah ”Amin” membeli 1000 lembar saham PT A dengan nilai nominal Rp20.000,00 kurs 110 dan komisi pialang 5% dan bagi hasil untuk periode ini sebesar Rp3.000.000,00
Pembelian investasi sementara secara tunai
Surat Berharga–saham PT A Rp23.100.000,00
Kas Rp23.100.000,00
Pada saat pengakuan bagi hasil
Pendp.bagi hasil
efek/SB yg akan diterima Rp3.000.000,00
Pendp. bagi hasil efek/Surat Berharga Rp3.000.000,00
Pada saat penerimaan bagi hasil
Kas/kliring Rp3.000.000,00
Pendp. bagi hasil efek/ SB yg akan diterima Rp3.000.000,00
Pada saat jatuh tempo/menjual
Kas/kliring Rp23.100.000,00
Surat berharga Rp23.100.000,00
DAFTAR PUSTAKA
Indah yuliana, investasi produk keuangan syari’ah, Malang: UIN-Maliki Press, 2010Suhartono dan Fadlillah Qudsi, portofolio investasi dan bursa efek: pendekatan teori dan praktik, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2009
Nurul Huda dan M. Haikal, Lembaga Keuangan Islam, Jakarta: Prenada Media Gruop, 2010
0 komentar:
Posting Komentar