EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch

RussianPortugueseJapaneseKoreanArabic Chinese Simplified

Selamat Datang di Websiteku | Sebuah web yang berisikan segudang Ilmu yang bermanfaat silahkan baca Tulisan Inspiratif Yang semoga saja dapat memberikan Ilmu dan pemahaman baru bagi para pembaca | Jangan Lupa Like dan Tinggalkan Pesan Anda Pada Kotak Pesan Disamping Kanan |

Its My life

Selama Aku Masih Bernafas dan Selama Mentari Esok Masih Terbit, Selama Itu Aku Harus Berusaha Menjadi Lebih Baik Lagi untuknya

Its My Mom

Mungkin kalian takan pernah sadar bila kesuksesan yang kalian raih saat ini adalah do'a terbaik yang telah ibu kalian berikan.

Duniaku Sangatlah Luas

Apa Yang Aku Baca, Apa Yang Aku Liat dan Apa Yang Dengar Membuatku Mampu Melihat Luasnya Dunia.

This is My Memory

Kenangan Indah Yang Takan Terlupakan Meskipun Sangat Sulit Bersatu, Namun Akhirnya Kita Bersatu Teman.

This is Best Friend 4Rever

Sahabat Itu Saling Memahai dan Saling Mengerti Tanpa Harus Dipahami dan Dimengerti Itulah Sahabat Sejati.

Kamis, 04 Desember 2014

Makalah KEHUJAHAN IJMA

KEHUJAHAN IJMA
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijma’
Ijma' secara bahasa : (ﻕﺎﻔﺗﻻﺍﻭ ﻡﺰﻌﻟﺍ) “Niat yang kuat dan Kesepakatan.”
Dan secara istilah :
Menurut Jumhur Ulama’, Ijma’ adalah kesepakatan para mujtahid kaum muslimin yang disesuaikan dengan masa setelah nabi wafat.
Menurut Ulama Ushul Fiqih, Ijma’ adalah ketetapan banyak ijtihad muslimin dalam menetapkan hukum syar’i pada masa setelah wafat rasulullah.
Menurut Imam Al-Ghazali, Ijma’ adalah ketetapan umat Muhammad secara khusus dalam masalah agama. Maka keluar dari perkataan kami : (اتفاق) “kesepakatan” : adanya khilaf walaupun dari satu orang, maka tidak bisa disimpulkan sebagai ijma’.
Dan keluar dari perkataan kami : (مجتهدي) “Para mujtahid” : Orang awam dan orang yang bertaqlid, maka kesepakatan dan khilaf mereka tidak dianggap.
Dan keluar dari perkataan kami : (هذه الأمة) “Ummat ini” : Ijma’ selain mereka (ummat Islam), maka ijma’ selain mereka tidak dianggap.
Dan keluar dari perkataan kami : (بعد النبي صلّى الله عليه وسلّم) “Setelah wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Kesepakatan mereka pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak dianggap sebagai ijma’ dari segi keberadaannya sebagai dalil, karena dalil dihasilkan dari sunnah nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dari perkataan atau perbuatan atau taqrir (persetujuan), oleh karena itu jika seorang sahabat berkata : “Dahulu kami melakukan”, atau “Dahulu mereka melakukan seperti ini pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “, maka hal itu marfu’ secara hukum, tidak dinukil sebagai ijma’.

Dan keluar dari perkataan kami : (على حكم شرعي) “terhadap hukum syar’i” : Kesepakatan mereka dalam hukum akal atau hukum kebiasaan, maka hal itu tidak termasuk disini, karena pembahasan dalam masalah ijma’ adalah seperti dalil dari dalil-dalil syar’i.
Jadi dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ijma’ adalah Kesepakatan para mujtahid dalam suatu masa setelah wafatnya Nabi Shallaullahu 'alaihi wa sallam terhadap suatu hukum syar'i mengenai suatu peristiwa.

B. Sebab Ijma’ menjadi hujjah
Ada beberapa pendapat para ulama berkaitan dengan ke-hujjah-an ijma’. Al-Bardawi berpendapat bahwa orang-orang Hawa tidak menjadikan ijma’ itu sebagai hujjah, bahkan dalam syarah-nya dia mengatakan bahwa ijma’ itu bukan hujjah secara mutlak.
Menurut Al-Amidi, para ulama telah sepakat mengenai ijma’ sebagai hujjah yang wajib diamalkan. Pendapat tersebut bertentangan dengan Syi’ah, Khawarij, dan Nizam dari golongan Mu’tazilah. Al-Hajib berkata bahwa ijma’ itu hujjah tanpa menanggapi pendapat Nizam, Khawarij, dan Syi’ah. Adapun Ar-Rahawi berpendapat bahwa ijma’ itu pada dasarnya adalah hujjah. Sedangkan dalam kitab Qawa’idul Ushul dan Ma’aqidul Ushul dikatakan bahwa ijma’ itu hujjah pada setiap masa. Namun, pendapat itu ditentang oleh Daud yang mengatakan bahwa ijma’ itu hanya terjadi pada masa sahabat. Ijma' umat atas sesuatu bisa jadi benar dan bisa jadi salah, jika benar maka ia adalah hujjah, dan jika salah maka bagaimana mungkin umat yang merupakan umat yang paling mulia disisi Allah sejak zaman Nabinya sampai hari kiamat bersepakat terhadap suatu perkara yang batil yang tidak diridhoi oleh Allah? Ini merupakan suatu kemustahilan yang paling besar.
Kehujjahan ijma’ juga berkaitan dengan jenis ijma’ itu sendiri, yaitu sharih dan sukuti.
1. Jumhur telah sepakat bahwa ijma’ sharih merupakan hujjah secara qath’i, wajib mengamalkannya dan haram menentangnya. Bila sudah terjadi ijma’ pada suatu permasalahan maka ia menjadi hukum qath’i yang tidak boleh ditentang, dan menjadi masalah yang tidak boleh di-ijtihadi lagi.
Adapun ijma’ dikatakan hujjah, sebagaimana halnya Allah ta’ala memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menaati Allah dan Rasul-Nya, juga memerintahkan untuk menaati para pemimpin mereka yang berkuasa, yaitu dalam firman-Nya:
Pertama:

                              
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(An-Nisa: 59)
Lafazh “amri” (urusan) mencakup kepada urusan agama dan keduniaan dan lafazh “ulil amri” (pemegang urusan) mencakup kepada pemegang urusan duniawi, seperti kepala Negara, anggota perwakilan rakyat, para menteri dan lain sebagainya dan mencakup pemegang urusan din (agama), seperti para mujtahid, para mufti dan para ulama.
Ayat di atas adalah bahwa adanya pertentangan merupakan syarat dikembalikannya permasalahan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, syarat tersebut tidak akan ada bila telah terjadi kesepakatan terhadap hukum yang diambil dari Kitab dan Sunnah. Oleh sebab itu tidak diragukan lagi bahwa ijma’ itu merupakan hujjah.
Adapun firman Allah yang kedua yaitu:                             •     Artinya:
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri[322] di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil Amri)[323]. kalau tidaklah Karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)”.

[322] ialah: tokoh-tokoh sahabat dan para cendekiawan di antara mereka. [323] menurut Mufassirin yang lain maksudnya ialah: kalau suatu berita tentang keamanan dan ketakutan itu disampaikan kepada Rasul dan ulil Amri, tentulah Rasul dan ulil amri yang ahli dapat menetapkan kesimpulan (istimbat) dari berita itu.
Dalam ayat lain, Tuhan mengancam orang yang melawan Rasul dan menjalani jalan yang nukan jalan orang-orang mukmin sebagai orang-orang yang tersesat dan akan dimasukkan ke dalam neraka jahannam, dalam firman-Nya:
      •           •   •  Artinya:
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”(An-Nisa : 115)
Ayat ini menunjukan bahwa jalan oaring-orang yang tidak beriman itu adalah bathil dan haram diikuti. Sebaliknya jalan orang-orang mukmin adalah hak dan wajib diikuti. Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan.
Masih banyak lagi firman-firman Allah yang berkaitan dengan kehujjahan ijma’ yang digunakan oleh jumhur ulama, misalnya dalam surat Al-Baqarah ayat 143, Ali-Imran ayat 103 dan 110, serta surat An-Nisa’ ayat 48.

Kedua:
Bahwa hukum yang telah mendapatkan perspakatan dari seluruh mujtahid muslimin pada hakikatnya adalah hokum umat Islam seluruh dunia yang tercermin pada para mujtahid.
Banyak hadis-hadis yang menunjukan terpeliharanya umat Islam dari kesalahan bila bersepakat dalam suatu perkara, diantaranya hadis-hadis di bawah ini yang artinya:
 “Kekuatan Allah berada pada jama’ah, barang siapa menguatkannya, maka ia telah menyempitkan dirinya dari neraka.”
 “Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkannya ijma’ dalam kesesatan.”
 “Tidak akan berkumpul ijma’ pada hal yang salah.” (Rw. Ibnu Majah)
 “Tidak akan melihat kaum mukmin kepada kebaikan, kecuali Allah pun menganggapnya baik.” (Rw. Ahmad)
Semua hadis di atas diriwayatkan oleh para perawi tsiqat, meskipun ada sebagian yang meerupakan hadis ahad, namun bisa dikategorikan hadis mutawatir, yakni menjaga ijma’ Islam dari kesalahan. Sedangkan mutawatir ma’nawy pada hakikatnya sama dengan mutawatir lafdzi.

Ketiga:
Ijma’ terhadap hukum syara’ harus dibina di atas sandaran syari’at. Sebab setiap mujtahid muslim terikat oleh ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilampauinya. Jelasnya, jika di dalam menjalankan ijtihad dia mendapati suatu nash, maka ijtihadnya tidak boleh melampaui pemahaman nash itu dan dia harus mengetahui benar-benar apa yang ditunjuknya. Akan tetapi, jika dalam kejadian yang di ijtihadkan tidak ada nash-nya, maka ijtihadnya tidak boleh melampaui cara pengistimbatan (pemetikan) suatu hukum. Ia dituntut untuk mengqiyaskannya kepada yang ada nash-nya atau menyesuaikannya dengan kaidah-kaidah syari’ah dan dasar-dasar hukum umum atau dengan menggunakan dalil-dalil yang ditegakkan oleh syari’at, seperti istihsan, istishhab, memelihara ‘uruf dan Mashalihul mursalah.
Apabila ijtihad seorang mujtahid itu harus disandarkan kepada dalil syar’i, maka persetujuan seluruh mujtahid terhadap suatu macam hukum dari suatu peristiwa adalah merupakan suatu bukti adanya sandaran syari’at yang menunjuk secara qath’i atas hukumnya. Sebab andai kata yang mereka jadikan sandaran itu dalil-dalil zhanni, niscaya mustahillah menurut adat tercapai suatu persepakatan.

2. Ijma’ sukuti telah dipertentangkan ke-hujjah-annya dikalangan para ulama. Sebagian dari mereka tidak memandang ijma’ sukuti sebagai hujjah, bahkan tidak menyatakan sebagai ijma’. Di antara mereka adalah para pengikut Maliki dan Imam Syafi’i yang menyebutkan hal tersebut dalam berbagai pendapatnya.
Mereka beragumen bahwa diamnya sebagian mujtahid itu mungkin saja menyepakati sebagian atau bisa juga tidak sama sekali. Misalnya karena tidak melakukan ijtihad pada satu masalah atau takut mengemukakan pendapatnya sehingga kesepakatan mereka terhadap mujtahid lainnya tidak bisa ditetapkan apakah hal itu qath’i atau zhanni. Jika demikian itu adanya, tidak bisa dikatakan adanya kesepakatan dari seluruh mujtahid. Berarti tidak bisa dikatakan ijma’ atau dijadikan sebagai hujjah.
Sebagian besar golongan Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal menyatakan bahwa ijma’ sukuti merupakan hujjah yang qath’i seperti halnya ijma’ sharih. Alasan mereka adalah diamnya sebagian mujtahid untuk menyatakan sepakat ataupun tidaknya terhadap pendapat yang dikemukakan oleh sebagian mujtahid lainnya. Bila memenuhi persyaratan adanya ijma’ sukuti, bisa dikatakan sebagai dalil tentang kesepakatan mereka sehingga bisa dikatakan sebagai ijma’, karena kesepakatan mereka terhadap hukum. Dengan demikian, bisa juga dikatakan sebagai hujjah yang qath’i karena alasannya juga menunjukan adanya ijma’ yang tidak bisa dibedakan dengan ijma’ sharih.
Al-Kurhi dari golongan Hanafi dan Al-Amidi dari golongan Syafi’i menyatakan bahwa ijma’ sukuti adalah hujjah yang bersifat zhanni. Pendapat merekalah yang kita anggap baik. Karena diamnya sebagian mujtahid untuk menyatakan pendapatnya kalau memenuhi syarat ijma’ sukuti tidak bisa dikatakan sebagai kesepakatan terhadap para mujtahid lainnya. Tetapi boleh dikatakan bahwa diamnya mereka itu antara menyepakati dan tidak. Sikap tersebut sebagai mana telah dilakukan oleh kaum ulama Salaf. Mereka tidak melarang untuk menyatakan haq meskipun tidak mampu melaksanakan dan ada sebagian yang mengingkarinya.
Bila diamnya sebagian mujtahid tidak bisa dikatakan sebagai ketetapan qath’i, tetapi zhanni, maka ke-hujjah-an ijma’ sukuti tidak bisa dikatakan qath’i, melainkan zhanni.


C. Alasan Sebagian Ulama Berpendapat bahwa Ijma’ bukan Hujjah
Al-Nazham, sebagian Mu’tazilah dan Syi’ah berpendapat bahwa ijma’ bukan hujjah, dengan alasan: a. Setiap individu mujtahid itu mungkin saja tersalah dan hal ini bisa juga terjadi dalam jama’ah mereka. Penggabungan satu dengan lainnya yang mungkin tersalah itu tidak mustahil memungkinkan menjadikan mereka menjadi salah juga.
b. Firman Allah yang memerintahkan taat kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amri itu menunjukan bahwa adanya perintah pengembalian urusan yang disengketakan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Karena itu, jika fuqaha generasi sesudahnya, maka wajib mengembalikan permasalahannya kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulnya. Oleh karena itu, ijma’ generasi terdahulu itu, tidak menjadi hujjah terhadap genarasi sesudahnya. Karena itu pula argumentasi Jumhur tentang kehujjahan ijma’ dengan ayat ini dan bahwa kesepakatan itu tidak perlu kembali kepada Kitab dan Sunnah adalah tidak benar karena adakalanya kesepakatan mujtahid itu terjadi dalam hukum yang mereka perselisihkan, sehingga mau tidak mau harus dikembalikan kepada Kitab dan Sunnah.
c. Mu’az bin Jabal ketika diutus Rasulullah ke Yaman tidak menyebutkan ijma’ diantara dalil-dalil tempat rujuknya dalam memutuskan hukum, sementara pernyataan Mu’az itu diakui oleh Rasul. Yang demikian menunjukan bahwa ijma’ bukan menjadi hujjah.
Selanjutnya, mereka menolak semua argumentasi yang dikemukakan oleh Jumhur Ulama, dengan alasan sebagai berikut:
a) Firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 115 yang artinya; “….Dan mengikuti jalan yang jalan bukan orang mukmin….”
Bahwa yang dimaksud dengan “bukan jalan orang mukmin itu seperti yang dikatakan oleh Ibn Hazmin, ialah tidak menaati Al-Qur’an dan Sunnah yang sah dari Rasul.” Jadi, ia tidak menunjukan tentang kehujjahan ijma.’
b) Semua hadis yang dipegang oleh Jumhur itu adalah hadis ahad yang tidak menghasilkan keyakinan tentang kehujjahan ijma’. Sekiranya diterima atas dasar mutawatir maknanya, maka ia ditempatkan untuk terpeliharanya umat dari kesalahan dan kesesatan dalam menyepakati kekufuran dan menyalahi dalil qath’i saja. Hal ini mengingat bahwa terdapat hadis Nabi yang menunjukan bahwa kesalahan itu bisa terjadi dalam umat, yaitu sabda Nabi SAW yang artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu itu dengan mencabutnya dari para hamba, tetapi Ia mencabut melalui kematian Ulama, sehingga bila tidak ada lagii orang alim, maka manusia pun mengangkat orang jahil menjadi pemimpinnya. Mereka bertanya dan si pemimpin pun memberika fatwa tanpa pengetahuan, yang akibatnya mereka menjadi sesat dan si pemimpin merupakan pembuat (pokok pangkal timbulnya )kesesatan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Sebenarnya, semua dalil/argumentasi Jumhur tentang kehujjahan ijma’ tidak satupun yang qath’i dilalahnya, karena baik ayat maupun hadis tidak qath’i dilalahnya terhadap kehujjahan ijma’ dan tidak pula secara tegas tentang itu.
Asy-Syaukani berkomentar bahwa suatu keanehan di kalangan fuqaha bila mereka menetapkan kehujjahan ijma’ dengan keumuman (zhanni) ayat dan hadis, lalu mereka ijma’ bahwa orang yang mengingkari terhadap apa yang dicakup keumuman tersebut tidak kafir dan tidak pula fasik bilamana keingkaran itu memepunyai ta’wil. Kemudian mereka mengatakan bahwa hukum yang disimpulkan ijma’ adalah qath’i yang mengakibatkan kafir dan fasiknya orang yang menyalahi ijma’ itu. Seolah-olah mereka menempatkan yang cabang lebih utama daripada yang pokok.

D. Syarat-syarat Ijma’ dikatakan Hujjah
Ijma’ dikatakan Hujjah apa bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Kata sepakat terhadap suatu pendapat telah dicapai oleh dari umat islam. Jika yang sepakat itu bukan para mujtahid, misalnya para ekonomi, maka kesepakatan mereka itu bukan ijma’. 2. Seluruh mujtahidin dari umat Islam telah mencapai kata sepakat terhadap suatu pendapat. Oleh sebab itu bila yang sepakat hanya mujtahid dari suatu kelompok umat Islam, atau dari suatu wilayah atau satu Negara Islam saja, maka kesepakatan mereka bukan ijma’. Jika demikian jika masih ada sebagian mujtahidin yang tidak sepakat, maka tidak terjadi pula ijma’, namun ada sebagian pendapat ulama yang menyatakan bahwa ijma’ terjadi dengan kesepakatan mayoritas mujtahidin walaupun ada sebagian kecil yang menentangnya.
3. Bahwa yang disepakati oleh para mujtahidin ialah hukum syara’ mengenai masalah ijtihadiyah, seperti halal dan haramnya sesuatu atau sah dan batalnya sesuatu. Dengan demikian, jika yang mereka sepakati itu bukan hukum agama seperti hukum ekonomi misalnya, atau hukum agama tetapi bukan masalah ijtihadiyah seperti hal ihwal akhirat atau hukum agama tentang masalah ijtihadiyah tetapi hukumnya ditetapkan berdasarkan dalil yang qath’i, maka kesepakatan mereka tentang masalah-masalah tersebut diatas tidaklah disebut ijma’.
4. Ijma’ hanya terjadi sesudah Nabi wafat, karena pada waktu Nabi masih hidup, jika Nabi menyetujui apa yang mereka sepakati, maka persetujuan mereka Nabi itu menjadi sunah taqririyah.
DAFTAR PUSTAKA

Syafe’i, Rachmat. 1999, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung, Pustaka Setia

Khallaf, Abdul Wahab. 1994, Ilmu Ushul Fiqih, Semarang, Dina Utama

Rozin, Musnad, 2012, Ushul Fiqih, STAIN Jurai Siwo, Metro

Uman, Chaerul, dkk. 2004. Ushul Fiqih 1. Bandung. Pustaka Setia.

Abdullah, Sulaiman. 1996. Dinamika Qiyas dalam Pembaharuan Hukum Islam. Jakarta. Pedoman Ilmu Jaya. Syarifuddin, Amir. 1997. Ushul Fiqh Jilid 1. Jakarta: Wacana Ilmu

Hanafi, Ahmad. 1975. Ushul Fiqh. Jakarta. Widjaya Jakarta.

Yahya, Mukhtar. 1986. Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islami. Bandung. Al-Ma’arif cet. 1 Abidin, Zainal Ahmad. 1975. Ushul Fiqh. Jakarta. Bulan Bintang.
Effendi, Satria. 2009. Ushul Fiqh. Jakarta. Prenada Media Group.

Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amir. 2005. Kamus Ushul Fiqh. Jakarta. Penerbit Amzah. www.google.wikipwedia.UshulFiqh.com

Rabu, 03 Desember 2014

MAKALAH ANALISIS ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

ANALISIS ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
BAB II
PEMBAHASAN

Pasar dan Pemasaran
Setiap ada kegiatan pasar selalu diikuti oleh pemasaran dan setiap kegiatan pemasaran adalah untuk mencari atau menciptakan pasar. Pengertian pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Pengertian ini mengandung arti pasar memiliki tempat atau lokasi tertentu. Namun dalam praktiknya pengertian pasar dapat lebih luas lagi. Artinya pembeli dan penjual tidak harus bertemu disuatu tempat untuk melakukan transaksi, tetapi cukup melalui sarana elektronik seperti, faksimili atau melalui internet.
Pengertian lain yang lebih luas tentang pasar adalah himpunan pembeli nyata dan pembeli potensial atas suatu produk. Pasar nyata maksudnya adalah himpunan konsumen yang memiliki minat, pendapatan, dan akses pada suatu produk atau jasa tertentu. Dalam pasar ini konsumen melakukan transaksi, hal ini disebabkan konsumen didukung dengan minat atau keinginan untuk membeli serta memiliki pendapatan atau akses. Jika masih merupakan keinginan dan suatu saat apabila telah memiliki pendapatan dan ada akses merekan akan membeli, kelompok ini merupakan pasar potensial. Pasar juga dapat diartikan pula sebagai mekanisme yang terjadi antara pembeli dan penjual atau tempat pertemuan antara kekuatan permintaan dan penawaran. Permintaan adalah jumlah barang yang diminta konsumen pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Adapun yang menjelaskan bahwa permintaan pasar suatu produk menurut Kotler adalah jumlah keseluruhan yang akan dibeli oleh sekelompok konsumen tertentu di dalam suatu daerah tertentu, dalam waktu tertentu dalam lingkungan pemasaran tertentu, dan dalam program pemasaran tertentu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu barang atau jasa adalah:
Harga barang itu sendiri.
Harga barang lain yang memiliki hubungan (barang pengganti atau barang pelengkap).
Pendapatan
Selera
Jumlah penduduk
. Faktor khusus (akses)
Selanjutnya pengertian penawaran adalah jumlah barang dan atau jasa yang ditawarkan produsen pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran suatu barang atau jasa adalah :
Harga barang itu sendiri.
Harga barang lain yang memiliki hubungan (barang pengganti atau barang pelengkap).
Teknologi.
Harga input (ongkos produksi)
Tujuan perusahaan.
Faktor khusus (akses).

Jumlah permintaan dan penawaran serta jenis barang yang ada di pasar saat ini dapat dijadikan dasar untuk mengetahui struktur pasar atas produk atau jasa tersebut. Adapun struktur pasar yang ada bisa dikelompokkan ke dalam:

Pasar persaingan sempurna
Suatu pasar di mana terdapat sejumlah besar penjual dan pembeli, sehingga tindakan penjual secara individu tidak mempengaruhi hargan barang dipasar. Produk yang dihasilkan produsen relatif sama (homogen). Dalam pasar ini setiap produsen adalah pengambil harga (price taker). Promosi tidak begitu diperlukan dan untuk mencari keuntungan perusahaan harus mampu menentukan berapa tingkat produksi yang akan dihasilkan.

Pasar persaingan monopolistik
Suatu pasar di mana terdapat banyak penjual atau perusahaan dan memiliki ukuran-ukuran yang relatif sama besarnya. Produk yang dihasilka berbeda corak. Perusahaan mempunyai sedikit kekuatan dalam menentukan dan mempengaruhin tingkat harga, sehingga untuk memperoleh penjualan yang tinggi memerlukan promosi yang sangat besar.

Pasar oligopoli
Sebuah struktur pasar yang hanya terdapat sedikit penjual. Barang yang dihasilkan adalah barang standar dan barang berbeda corak. Hambatan untuk memasuki industri ini sangat sulit, hal ini disebabkan modal yang diperlukan relatif besar. Peran iklan sangat dominan untuk meningkatkan penjualannya. Perusahaan dalam pasar ini jarang bersaing mengenai harga, tetapi bersaing pada faktor lain seperti kualitas atau desain.

Pasar monopoli
Struktur pasar di mana hanya terdapat satu penjual saja. Barang yang dihasilkan tidak mempunyai barang pengganti yang mirip. Sangat sulit memasuki industri ini karna ada nya hambatan penguasaan bahan mentah yang strategis oleh pihak-pihak tertentu, terdapat skala ekonomi, dan peraturan pemerintah. Untuk memperoleh kentungan yang maksimal perusahaan harus mampu menentukan tingkat harga dan jumlah produk yang harus dijual secara bersamaan.

Kemudian pengertian pemasaran seperti yang dikemukakan oleh Philip Kotler adalah: “Suatu proses sosial dan manajerial dengan mana Individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain”. Pemasaran dapat pula diartikan sebagai upaya untuk menciptakan dan menjual produk kepada berbagai pihak dengan maksud tertentu. Pemasaran berusaha menciptakan dan mempertukarkan produk baik barang maupun jasa kepada konsumen di pasar.
Kelompok pasar terdiri dari:
Pasar konsumen
Pasar industrial
Pasar resseler dan
Pasar pemerintah

Tujuan Perusahaan Dalam Pemasaran
Secara khusus dalam aspek pasar dan pemasaran bahwa tujuan perusahaan baik perusahaan dagang ataupun jasa, untuk memproduksi atau memasarkan produknya dapat dikategorikan sebagai berikut: Untuk meningkatkan penjualan dan laba. Dengan meningkatnya omset penjualan, maka diharapkan keuntungan atau laba juga dapat meningkat sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Untuk menguasai pasar
Menguasai pasar yang ada dengan cara mempebesar market share-nya untuk wilayah-wilayah tertentu. Peningkatan market share dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan cara mencari peluang baru maupun merebut market share pesaing yang ada.

Untuk mengurangi saingan
Menciptakan produk sejenis dengan mutu yang sama tetapi harga lebih rendah dari produk utama merupakan cara untuk mengurangi saingan dan antisipasi terhadap kemungkinan pesaing baru yang akan masuk kedalam industri tersebut.
Untuk menaikan prestasi produk tertentu dipasaran
Dalam hal produk tertentu,terutama untuk produk kelas tinggi. Tujuan perusahaan memasarkan adalah untuk meningkatkan prestise produk di depan pelanggannya dengan cara promosi atau cara lainnya seperti dengan meningkatkan mutu, selera yang sesuai dengan keinginan konsumen.
Untuk memenuhi pihak-pihak tertentu
Tujuan ini biasanya lebih diarahkan untuk memenuhi pihak-pihak tertentu dengan jumlah yang biasanya terbatas, misalnya permintaan pemerintah atau lembaga tertentu.
Adapun analisis aspek pasar dan pemasaran dilakukan untuk menjawab pertanyaan “Apakah bisnis yang akan dijalankan dapat menghasilkan produk yang dapat diterima pasar dengan tingkat penjualan yang menguntungkan?” suatu ide bisnis yang dinyatakan layak berdasarkan aspek pasar dan pemasaran jika ide bisnis tersebut dapat menghasilkan produk yang dapat diterima pasar (dibutuhkan dan diinginkan oleh calon konsumen) dengan tingkat penjualan yang menguntungkan. Secara sfesifik analisis aspek pasar dan pemasaran dalam studi kelayakan bertujuan untuk:
Menganalisis permintaan atas produk yang dihasilkan
Menganalisis penawaran atas produk sejenis
Menganalisis ketersediaan rekanan atas pemasok faktor produksi yang dibutuhkan
Menganalisis ketepatan strategi pemasaran yang akan digunakan

Segmentasi Pasar, Pasar sasaran, dan Posisi Pasar
Segmentasi Pasar (Market Segmentation)
Segmentasi pasar artinya membagi pasar menjadi beberapa kelompok pembeli yang berbeda yang mungkin memerlukan produk atau marketing mix yang berbeda pula. Untuk melakukan segmentasi pasar terdiri dari beberapa variabel yang harus diperhatikan agar segmentasi yang telah dilakukan tepat sasaran.
Variabel untuk melakukan segmentasi terdiri dari segmentasi pasar konsumen dan segmentasi pasar industrial. Variabel utama untuk melakukan segmentasi menurut philip Kotler, antara lain: Segmentasi berdasarkan geografis (bangsa, provinsi, kabupaten, kecamatan, iklim).
Segmentasi berdasarkan demografis (umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, daur hidup keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras).
Segmentasi berdasarkan psikografis (kelas sosial, gaya hidup, karakteristik kepribadian). Segmentasi berdasarkan perilaku (pengetahuaan, sikap, kegunaan, tanggap terhadap suatu produk).

Pasar Sasaran (Market Targeting)
Secara umum pengertian menetapkan pasar sasaran adalah mengevaluasi keaktifan setiap segmen, kemudian memilih salah satu dari segmen pasar atau lebih untuk dilayani. Kegiatan menetapkan pasar meliputi:
Evaluasi segmen pasar
Ukuran dan pertumbuhan segmen seperti data penjualan terakhir, proyeksi laju pertumbuhan, dan margin laba dari setiap segmen.
Struktural segmen yang menarik dilihat dari segi profitabilitas.
Sasaran dan sumber daya perusahaan.
Memilih segmen, yaitu menentukan satu atau lebih segmen yang memilki nilai tinggi bagi perusahaan, menentukan segmen mana dan berapa banyak yang dapat dilayani.
Pemasaran serbasama. Melayani semua pasar dan tawaran pasar dalam arti tidak ada perbedaan.
Pemasaran serbaaneka, merancang tawaran untuk semua pendapatan, tujuan atau kepribadian. Seperti beda desain untuk industri mobil.
Pemasaran terpadu, khusus untuk sumber daya manusia yang terbatas.

Posisi Pasar (Market Positioning)
Menentukan posisi yang kompetitif untuk produk atas suatu pasar. Tujuan penetapan posisi pasar (martket positioning) adalah untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing produk yang dihasilkan ke dalam benak konsumen.

Strategi Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Strategi produk
Pihak perusahaan terlebih dahulu harus mendefenisikan, memilih, dan mendesain suatu produk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen yang akan dilayani. Produk dapat berupa barang (benda berwujud) dan jasa (tidak berwujud). Strategi produk yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengembangkan suatu produk adalah sebagai berikut:
Penentuan logo dan moto.
Menciptakan merek.
Menciptakan kemasan.
Keputusan label.

Strategi harga
Penentuan harga menjadi sangat penting untuk diperhatikan, mengingat harga merupakan salah satu penyebab laku tidaknya produk yang ditawarkan. Salah dalam menentukan harga akan berakibat fatal terhadap produk yang ditawarkan dan berakibat tidak lakunya produk tersebut dipasar ada tiga: Skimming pricing, harga awal produk yang ditetapkan setinggi-tingginya dengan tujuan bahwa produk atau jasa memiliki kualitas tinggi.
Penetration pricing, dengan menetapkan harga yang serendah-rendahnya mungkin dengan tujuan untuk menguasai pasar.
Status quo pricing, harga ditetapkan sesuai dengan harga pesaing.

Strategi Lokasi Dan Distribusi
Penentuan lokasi dan distribusi beserta sarana dan prasarana pendukung menjadi sangat penting, hal ini disebabkan agar konsumen mudah menjangkau setiap lokasi yang ada serta mendistribusikan barang dan jasa. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan dan penentuan lokasi adalah dengan pertimbangan sebagai berikut:
Dekat dengan kawasan industri.
Dekat dengan lokasi perkantoran
Dekat dengan lokasi pasar.
Dekat dengan pusar pemerintahan.
Dekat dengan lokasi perumahan atau masyarakat.
Mempertimbangkan jumlah pesaing yang ada di suatu lokasi.
Sarana dan prasarana (jalan, pelabuhan, listrik dan lain-lain).

Strategi Promosi
Promosi merupakan kegiatan marketing mix yang terakhir. Dalam kegiatan ini perusahaan berusaha untuk mempromosikan seluruh produk atau jasa yang dimilikinya baik langsung maupun tidak langsung. Paling tidak ada empat macam sarana promosi yang digunakan oleh setiap perusahaan dalam mempromosikan baik produk maupun jasanya. Keempat macam sarana promosi itu adalah:
Periklanan (advertising)
Promosi penjualan (sales promotion)
Publisitas (publicity)
Penjualan pribadi (personal selling)

Mengukur dan Meramalkan Permintaan di Masa yang Akan Datang
Peramalan permintaan merupakan usaha untuk mengetahui jumlah produk atau sekelompok produk di masa yang akan datang dalam kondisi tertentu. Apabila perusahaan menemukan suatu pasar yang menarik, maka perlu pengestimasi besarnya pasar pada masa sekarang dan masa yang akan datang dengan cepat.
Peramalan merupakan pengetahuan dan seni untuk memperkirakan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang pada saat sekarang. Peramal harus mencari data dan informasi masa lalu. Data dan informasi masa lalu merupakan perilaku yang terjadi di masa lalu dengan berbagai kondisi pada saat itu.
Kondisi yang menyebabkan perilaku data dan informasi tersebut bisa dijadikan acuan bagi kondisi sekarang dan di masa yang akan datang. Hal ini perlu dilakukan mengingat di masa yang akan datang penuh dengan ketidakpastian.

1. Mengukur Permintaan Pasar Saat Ini
a) Mengestimasi total permintaan pasar
Total permintaan suatu produk adalah total volume yang dibeli oleh sekelompok konsumen tertentu dalam suatu wilayah geografis tertentu selama jangka waktu tertentu dalam suatu lingkungan pasar tertentu. Salah satu persamaan untuk mengestimasi total permintaan pasar adalah persamaan:
Q = n . p . q
Dimana: Q = total permintaan pasar
n = jumlah pembeli di pasar
p = harga rata-rata satuan
q = jumlah yang dibeli oleh rata-rata pembeli per tahun

b) Mengestimasi wilayah permintaan pasar
Dalam wilayah yang terbaik serta mengalokasikan anggaran permasaran yang optimal dapat dilakukan dengan dua metode:
Market Build Up
Digunakan terutama oleh perusahaan barang industri untuk mengidentifikasi semua pembeli potensial dalam setiap pasar dan mengestimasi pembelian potensialnya.
Market Indek
Digunakan terutama oleh perusahaan barang konsumsi dengan mengidentifikasi faktor-faktor pasar yang ada korelasinya dengan potensi dan menggabungkannya dalam indek tertimbang.
c) Mengestimasi penjualan aktual dan pangsa pasar
Dilakukan dengan mengidentifikasi para pesaing dan mengestimasi penjualan mereka.

2. Meramal Permintaan Mendatang
Untuk melakukan peramalan permintaan di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Survei niat pembeli
Gabungan pendapat tenaga penjual
Pendapat ahli
Metode tes pasar analisis deret waktu
Analisis permintaan secara statistik.
Penyusunan ramalan dapat dilakukan atas dasar, antara lain:
Apa kata orang, penelitian atas pendapat pembeli, tenaga penjual, dan pendapat para ahli.Apa yang dilakukan orang, uji pasar, dan tanggapan pembeli.
Apa yang telah dilakukan orang, perilaku pembeli dimasa lalu, dengan deret waktu atau analisis regresi.
Langkah-Langkah Peramalan
Agar peramlan memberikan hasil yang memuaskan, maka haruslah mengikuti prosedur atau langkah-langkah yang telah ditetapkan dalam peramalan. Dengan mengikuti setiap langkah yang telah ditetapkan paling tidak dapat menghindarai kesalahan, sehingga hasil ramalan tidak perlu diragukan.
Secara umum langkah-langkah yang dilakukan dalam peramalan sebagai berikut:
Mengumpulkan data
Data yang dikumpulkan selengkap mungkin untuk beberapa periode. Pengumpulan data bisa dilakukan dengan pengumpulan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber seperti perpustakaan, majalah, serta laporan lainnya dan pengumpulan data primer, data yang diperoleh dari lapangan dengan menggunakan observasi, wawancara atau dengan menyebarkan kuesioner.
Mengolah data
Data yang sudah dikumpulkan kemudian dibuat tabulasi data sehingga akan diketahui pola data yang dimiliki dan memudahkan untuk melakukan peramalan melalui metode peramalan yang ada.
Menentukan metode peramalan
Peramalan yang diinginkan adalah dengan menggunkan metode yang paling tepat. Pemilihan metode peramalan adalah dengan mempertimbangkan faktor horizon waktu, pola data, jenis peramalan, faktor biaya, ketepatan dan kemudahan penggunaannya.
Memproyeksikan data
Agar dapat meminimalkan penyimpangan terhadap perubahan maka perlu dilakukan proyeksi data dengan pertimbangan faktor perubahan seperti perubahan ekonomi, politik, sosial atau perubahan kemasyarkatan lainnya untuk beberapa periode.
Mengambil keputusan
Hasil peramalan yang telah dilakukan digunkan untuk mengambil keputusan untuk membuat berbagai perencanaan seperti perencanaa produksi, keuangan, penjualan dan perencanaan lainnya baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Jenis-jenis Metode Peramalan
Deret Waktu (Time Series)
Analisis time series merupakan hubungan antara variabel yang dicari (independent) dengan variabel yang memengaruhinya (dependent variable), yang dikaitkan dengan waktu seperti mingguan , bulan, triwulan, caturwulan, semester atau tahun. Dalam analisistime series ini yang menjadi variabel adalah waktu. Metode peramalan ini terdiri dari:
Metode Smooting, jenis peramalan jangka pendek seperti perencanaan persediaan, perencanaan keuangan.
Metode Boy Jenkins, merupakan deret waktu dengan menggunakan metode matematis dan digunakan untuk peramalan jangka pendek.
Metode proyeksi tren dengan regresi, metode yang digunakan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Metode ini menggunakan data minimal 2 tahun dan semakin banyak semakin baik.

Sebab Akibat (causal methods)
Metode peramalan yang didasarkan kepada hubungan antara variabel yang diperkirakan dengan variabel lain yang memengaruhinya tetapi bukan waktu. Metode peramlan ini terdiri dari: Metode Regresi dan korelasi, metode yang digunakan baik untuk peramalan permintaan maupun penjualan.
Metode Input-Ouput, metode yang digunakan untuk ramalan jangka panjang yang biasanya digunakan untuk menyusun tren ekonomi jangka panjang. Data yang digunakan biasanya lebih dari sepuluh tahun.
Metode ekonometri, peramalan ini didasarkan pada sistem pemasaran regresi yang diestimasi secara simultan. Data yang digunakan biasanya data kuartalan.
Contoh:
Jika terdapat data dari dua variabel penelitian yang sudah diketahui mana variabel bebas X dan variabel terikat Y. Dengan rumus:
Y = a + bx
Dimana:Y = variabel tidak bebas
x = variabel bebas
a = nilai tercepat (konstan)
b = koefisien arah regres
Harga a dihitung dengan rumus:
a = (ΣY (ΣX2) – ΣX – ΣXY)/(n ΣX2- (ΣX)2)
Harga b dihitung dengan rumus:
b= (n ΣXY – ΣX ΣY)/(n ΣX2- (ΣX)2)
Contoh : Nilai penjualan (Y) dan biaya (X) produk sepatu, PT Amanda Alam tahun 2000 (dalam milyar rupiah)
Y
X
Y
X
34 32 32 30 38 36 34 30 34 31 36 30 40 38 37 33 30 29 36 32 40 35 37 34 40 33 39 36 34 30 40 36 35 32 33 32 39 36 34 32 33 31 36 34 32 31 37 32 42 36 38 34 40 37 42 35 42 38 41 37
Besaran yang diperlukan setelah dihitung didapat :
ΣY = 1.105 ΣXY = 37.094 ΣX2 = 33.599
ΣX = 1.001 ΣY2 = 41. 029 n = 30
Menentukan persamaan regresi linearnya dengan memasukkan nilai-nilai diatas kedalam persamaan, didapat nilai a dan b sebagai berikut :
a = 1.105 x 33.599 – 1.001 x 37.094
30 x 33.599 – (1.001)2
= 37.126.895 – 37.131.094
1.007.970 – 1.002.001
= -0,7
b = 30 x 37.094 – 1.001 x 1105
30 x 33.599 – (1.001)2
= 1.112.820 – 1.106.105
1.007.970 – 1.002.001
= 1,12
Jadi persamaan regresi linearnya adalah :
Y = -0,7 + 1,12X
Kita dapat memanfaatkan persamaan regresi diatas misalnya dengan memprediksi nilai penjualan sepatu jika biaya diberi suatu harga tertentu. Jika biaya sebesar 100 milyar, maka diperkirakan pendapatan penjualan menjadi :
Y = -0,7 - 1,12X
= -0,7 – 1,12 (100)
= 111,3 milyar
Jika biaya operasional dalam hal ini X = 0 tidak dikeluarkan, akan menimbulkan pendapatan negatif sebesar 0,7 milyar. Dalam prakteknya bisa saja terjadi, misalnya perusahaan sama sekali tidak melakukan usaha apapun yang tentu tidak mengeluarkan biaya operasional akan tetapi akan ada biaya tetap yang harus dikeluarkan, seperti pembayaran gaji, depresiasi, utang, dsb, yang didalm contoh kasus besarnya adalah 0,7 milyar.
Untuk mengetahui besarnya pasar nyata, potensi dasar dan total pasar dalam suatu wilayah perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu. Penelitian dilakukan untuk memperoleh data, baik dengan metode yang relevan seperti melalui survei, kuesioner atau dengan mengumpulkan data skunder dari berbagai sumber. Kemudian untuk mengetahui pasar nyata dan pasar potensi dapat digunakan beberapa metode antara lain metode pendapat, metode eksperimen dan metode survei.
Pertumbuhan penduduk dan transportasi masyarakat juga menjadi pertimbangan, misalnya kehadiran perumahan atau perkantoran di suatu lokasi juga sangat menunjang. Demikian juga adanya penambahan jalur transportasi serta meningkatnya pendapatan masyarakat juga harus menjadi pertimbangan lebih lanjut.

Risiko dalam aspek Pasar dan Pemasaran
Beberapa masalah dalam aspek pasar dan pemasaran yang dapat mengakibatkan kegagalan penjualan antara lain:
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan fiskal, yang mengakibatkan adanya kenaikan pajak penjualan, pajak penghasilan sehingga akan menurunkan daya saing produk dan menurunkan tingkat penjualan. Peraturan Pemerintah Daerah baik pusat maupun daerah yang mengakibatkan meningkatnya biaya operasional perusahaan sehingga akan menaikkan harga penjualan dan menurunnya daya saing yang akhirnya menurunkan tingkat penjualan.
Perubahan permintaan di pasar
Masuknya produk-produk baru yang akan menjadi pesaing perusahaan.
Adanya produk-produk pengganti
Produk-produk teknologi sangat sulit bertahan karena mempunyai daur hidup yang pendek, sehingga cepat sekali terjadi kejenuhan permintaan.
Persaingan Harga
Pasar persaingan berbentuk oligopoli/persaingan sempurna
Agresivitas pesaing dalam memasarkan produknya
Kurangnya inovasi di pasar
Kapasitas produksi yang rendah dibandingkan pesaing, sehingga mengakibatkan harga per unitnya menjadi lebih tinggi dibanding dengan produk pesaing.
Pemalsuan dan pembajakan merk atas suatu produk, terutama merk-merk yang sudah terkenal. Performance produk yang rendah mengakibatkan konsumen tidak mau membeli produk tersebut. Promosi yang kurang efektif Merk-merk yang dibuat harus selal
u disesuaikan dengan kualitas dari produk, karena pemilihan dari merk ini akan selalu berada dibenak konsumen dan akan menjadi pilihan utama untuk dikonsumsi.
Kegagalan dalam pengembangan produk baru.
Gagal menjalankan strategi distribusi.
Tidak memperhatikan aspek kehalalan produk.
BAB III PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian latar belakang mengenai pasar dan pemasaran, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pasar dapat diartikan sebagai mekanisme yang terjadi antara pembeli dan penjual atau tempat pertemuan antara kekuatan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa. Secara khusus dalam aspek pasar dan pemasaran bahwa tujuan perusahaan baik perusahaan dagang ataupun jasa, untuk memproduksi atau memasarkan produknya dapat dikategorikan sebagai berikut: Untuk meningkatkan penjualan dan laba Untuk menguasai pasar Untuk mengurangi saingan Untuk menaikan prestise produk tertentu dipasaran Untuk memenuhi pihak-pihak tertentu Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Struktur pasar yang ada bisa dikelompokkan ke dalam: pasar persaingan sempurna, pasar persaingan monopolistik, pasar oligopoli, dan pasar monopoli. Pemasaran dapat diartikan sebagai upaya untuk menciptakan dan menjual produk kepada berbagai pihak dengan maksud tertentu. Pemasaran berusaha menciptakan dan mempertukarkan produk baik barang maupun jasa kepada konsumen di pasar. Kelompok pasar terdiri dari; pasar konsumen, pasar industrial, pasar resseler dan pasar pemerintah. Segmentasi pasar artinya membagi pasar menjadi beberapa kelompok pembeli yang berbeda yang mungkin memerlukan produk atau marketing mix yang berbeda pula. Segmentasi pasar dilakukan agar sasaran penjualan produk tepat sesuai dengan kebutuhan pasar.

Selasa, 02 Desember 2014

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM IBNU KALDUN

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM IBNU KALDUN

Pemikiran Ekonomi Adam Smith Pada Masa Klasik

Dalam buku the walht of nations, Smith berkomentar pada instruksi kualitas rendah dan aktifitas intelektual yang berjumlah sedikit dibandingkan dengan di Skotlandia.

Menurut Smith, yang membuat pertumbuhan ekonomi bisa berjalan adalah proses mekanisasi dan pembagian kerja (Division of labor). Terjadinya revolusi industri di Inggris membuat Smith menyaksikan segala konsekwensi dari peralihan teknologi. Smith memulai analisisnya dengan (Division of labor) karena ia berharap menemukan dasar transformasi yang tepat dari bentuk konkrit pekerja, yang memproduksi barang tepat (berguna), kepada pekerja sebagai elemen sosial, yang menjadi sumber kemakmuran dalam bentuk abstrak (nilai pertukaran).

(Divisions of labor) dijadikan dasar oleh Smith karena meningkatkan produktifitas pekerja. Setelah memberikan pengetahuannya mengenai perhitungan kualitas dan konsekwensi, Smith memprose penyelidikan terhadap penyebabnya. Karena (Division of labor) bergantung pada Propensity to exchange, yang Smith hormati sebagai salah satu motif dasar dari human conduct. Ada sesuatu kebingungan dalam satu point Smith mengenai hal ini yaitu tentang sebab dan akibat. Mungkin suatu yang benar jika perdagangan tidak dapat exist tanpa Division of labor, ini tidak benar, paling tidak dalam teori, Division of labor memerlukan existensi dari private exchange.

Selain itu Smith sangat mendukung Laissez Faire-Laissez Passer yang menghendaki seminimal mungkin campur tangan pemerintah dalam perekonomian Negara. Prinsip Laissez Faire menjadi dasar dari sistem ajaran yang menjadi pelabuhan bagi filsuf-filsuf luar negeri yang membentuk suatu bagian esensial. Prinsip Laissez Faire, persaingan, dan teori nilai pekerja adalah fitur berharga yang diajarkan dari sekolah ekonomi beraliran klasik, yang secara esensial dibangun oleh Smith serta Malthus, Ricardo, dan Mill. Prinsip Laissez Faire merupakan pondasi bagi sistem ekonomi klasik.

Paham yang berawal dari pendapat Prancis Quesney (aliran fisiokrat) menghendaki peran serta pemerintah yang minimal. Biarkan saja perekonomian berjalan dengan sendirinya tanpa banyak diperbudak oleh intervensi. Smith percaya akan adanya tangan tak kentara ( invisible hand ) yang akan membawa perekonomian kearah yang setimbang. Sebaliknya, jika pasar terlalu banyak diurusi, menurut Smith, justru akan mengalami distorsi yang berimplikasi pada ketidak efisienan (Inefficiency) dan kesimbangan.


Ekonomi Islam Dan The Great Gap

Perbankan syari’ah sebagai salah satu instrument ekonomi Islam yang telah terbukti mampu bertahan di tengah terpuruknya sistem perbankan konvesional, terinplikasi pada semakin maraknya kajian-kajian ekonomi Islam diberbagai tempat. Para akademisi, pengamat, maupun praktisi mulai bersemangat menganalisis perbedaan perbankkan syari’ah dengan perbankan konvensional. Lebih dari itu, mereka sudah merambah pada kajian intensif tentang fiqih muamalah dan kajian yang lebih luas dari ilmu ekonomi Islam itu sendiri.

Sementara itu, dalam setiap pembahasan ilmu ekonomi, sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan, diyakini dimulai sejak tahun 1776. waktu itu dimotori oleh Adam Smith, pemikir dari inggris dengan karya monumentalnya, An Inquiry into The Wealth of Nations Sebelumnya sudah banyak pemikiran-pemikiran yang dikemukakan mengenai persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat,maupun suatu Negara, namun belum dikemas secara sistematis. Topik-topik yang dibahas masih terbatas dan belum ada analisis yang menyeluruh mengenai berbagai aspek dari kegiatan perekonomian dalam suatu masyarakat. Analisis yang masih terbatas tersebut menyebabkan pemikiran-pemikiran ekonomi masih belum dipandang sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri.

Sebagaimana telah dijelaskan di uraian sebelumnya, Adam Smith memperkenalkan apa yang kini dikenal dengan sistem ekonomi liberalis kapitalis. Sistem ini digagas oleh Adam Smith untuk menentang sistem ekonomi merkantilisme, yang sangat menekankan campur tangan pemerintah dalam memajukan perekonomian. Adam Smith agaknya lebih menghendaki kegiatan ekonomi itu dibiarkan bergerak sendiri, dengan hukum dan logikanya sendiri. Pasarlah yang akan mengatur aktivitas ekonomi, menggerakkan dan memekarkan kegiatan ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan yang lebih luas.

Akan tetapi, sistem ekonomi liberalis-kapitalis itu ternyata berdampak negatif, yaitu pendapatan yang tidak merata, peningkatan kemiskinian dan kesenjangan social yang makin melebar. Ekses itu timbul karena pasar yang bekerja maksimal membuat persaingan menjadi tidak terhindarkan. Akibatnya menyisakan ruang lapang bagi pengusaha kuat dan tentu saja, pengusaha kecil tergilas turbin produktifitas dalam sistem ekonomi.

Kondisi ini menimbulkan kritik dikalangan ilmuan lainnya, misalnya Karl Marx, menurutnya, sekalipun sistem liberal-kapitalis secara relatif berhasil memajukan tingkat pertumbuhan ekonomi, tetapi sistem itu telah mengorbankan manusia: menggiringnya ke dalam rantai ketergantungan, perbudakan ekonomi, dan ketersaingan bukan hanya dar produk dan kerja, melainkan dari kehidupan itu sendiri. Kritik Marx terhadap kapitalisme agaknya lebih karena kecendrungan sistem kapitalis yang mengabaikan nilai-nilai moral kemanusiaan.

Dengan mengadopsi sekaligus merefisi ide Marx, Stalin, pemimpin revolusi Rusia dipermulaan abad 20, membangun suatu monopoli industrial yang dipimpin oleh suatu organisasi birokrasi yang mempergunakan sentralisasi dan industrialisasi birokratis. Dalam sistem sosialis, BNM NAGARA mempunyai peran yang besar dalam melakukan aktivitas ekonomi. Melalui sistem ini pula, masalah-masalah seperti kemiskinan, kesenjangan social, dan distribusi pendapatan yang tidak merata diharapkan dapat di atasi.

Hanya saja, karena kompetisi di dalam sistem sosialis adalah hal yang terlarang, tentu saja dorongan untuk berprestasi dan meningkatkan produktivitas kerja menjadi menurun. Akibatnya, sistem sosialis tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan baik. Fenomena satu dasawarsa terakhir ini, Negara-negara eropa timur yang menerapkan sistem sosialis ternyata mengalami kebangkrutan ekonomi dan mulai melirik sistem pasar bebas sebagai landasan pembangunan ekonomi.

Kerapuhan sistem sosialis, terasa getarannya dalam sistem liberan-kapitalis, yang dibuktikan dengan adanya krisis. Pada decade 30-an, terjadi depresi ekonomi besar-besaran perekonomian menjadi lesu dan pengangguran merajalela. Orang banyak beranggapan bahwa apa yang diramalkan oleh Marx tentang pembusukan didalam sistem liberal-kapitalis akan segera menjadi kenyataan. Kedua aliran pemikiran tersebut ternyata mengggiring pada suatu kutub extrimitas. Yang satu aktivitas ekonomi benar-benar diserahkan pada tindakan individu dan yang lain amat ditentukan oleh kekuasaan pemerintah.

Keadaan tersebut segera dapat diselamatkan oleh Jhon Maynard Keynes. Menurutnya, perekonomian sepenuhnya tidak harus diserahkan kepada mekanisme pasar, tetapi dalam batas-batas tertentu, campur tangan Negara justru amat diperlukan. intervensi Negara menjadi suatu keniscayaan terutama mendorong perekonomian kembali pada posisi keseimbangan. Keynes sangat berbeda dengan Smith. Pandangan Keynest di atas merupakan sebuah revolusi dalam pemikiran ekonomi liberal-kapitalis yang berkembang sejak Adam Smith.

Perdebatan di seputar masalah ekonomi tersebut, mendorong kita untuk menelaah kembali kesejarahan Islam klasik. Saat itu, tradisi dan peraktek ekonomi maupun perdagangan dengan landasan syari’ah telah diperaktikkan oleh Rasulullah SAW, bahkan lebih luas dari itu. Beliau yang hidup ditengah masyarakat Arab kuno telah menanamkan prinsip-prinsip etika ekonomi dan perdagangan yang bertumpu pada syari’ah.
Praktek ekonomi maupun perdagangan masyarakat Arab saat itu tidak hanya mengenal barter, tetapi sistem jual beli telah berlaku, mata uang Persia dan Romawi juga telah dikenal luas oleh masyarakat dan telah menjadi sarana pertukaran yang efektif. Bahkan tukar-menukar valuta asing atau “Sharf”, demikian pula anjak piutang dan pembayaran tidak tunai telah dikenal untuk perdagangan antar Negara. Sebuah lembaga pengumpul dan pendistribusi dana masyarakat telah dilakukan oleh “Bait al mal” yakni sebuah lembaga yang menggantikan lembaga peninggalan raja-raja kuno yang dipergunakan untuk menarik upeti dari rakyat.

Peraktek riba dan bunga serta perdagangan illegal seperti monopoli dan penimbunan telah mendapat perhatian Rasulullah SAW, dan digantikannya dengan sistem perdagangan yang menjunjung keadilan, kejujuran, dan pertanggung jawaban sesuai dengan petunjuk al-Qur’an. Ini adalah sebuah revolusi besar terhadap sistem ekonomi yang dilakukan beliau.

Satu hal yang berkaitan dengan masalah yang diperdebatkan di atas, penentuan harga diserahkan pada mekanisme pasar yaitu diletakkan pada kekuatan penawaran dan permintaan itu sendiri, seperti terungakap dari sebuah hadits Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Annas bin Malik, bahwa suatu ketika terjadi kenaikan harga-harga barang dikota Madinah, beberapa sahabat menghadap Nabi SAW, mengadukan masalah itu dan meminta beliau agar mematok harga-harga barang dipasaran. Rasulullah Saw menjawab ; Sesungguhnya Allah yang menetapkan harga, yang menahan, dan melepaskan, dan mengatur rezeki. Dan aku mengaharapkan agar saat berjumpa Allah dalam keadaan tidak ada seorangpun diantara kalian yang menggugatku karena kezaliman dalam soal jiwa dan harta”.

Meski demikian pada kasus lain dimana ada ketidak-adilan dan unsur penipuan terjadi dalam aktifitas bisnis masyarakat, Rasulullah SAW, tetap melakukan campur tangan, dalam hal ini turut mengendalikan dan mengontrol harga, menyeimbangkan permintaan dan penawaran.

Pada masa selanjutnya, tradisi dan peraktik ekonomi Islam terus dikembangkan. Misalnya, Abu Bakar telah menggunakan asas pemerataan dalam distribusi harta Negara, kebijakan ini berbeda dengan Umar bin Khattab yang menggunakan sistem distribusi dengan asas pengistimewaan pada orang-orang tertentu seperti Assabilqunal awwalun, keluarga Nabi, dan para pejuang perang mereka mendapat perioritas pertama. Sumber penerimaan Negara berasal dari zakat, jizyah, Kharaj, Ghanimah, dan Fai’, dan masa umar telah dikembangkan lebih luas seperti adanya “ushr” dari pajak perdagangan antara Negara Muslim dengan Negara asing lainnya Diversifikasi dalam bernagai sumber pemasuka Negara saat itu membuat kas Negara menempati posisi surfplus.

Pasca Khulafa Rasyidin dan seiring dengan pergantian sistem pemerintah Islam yang berkembang kearah dinasti Islam dalam suatu organisasi pemerintahan yang kuat, telah muncul tokoh-tokoh pemikir muslim, yang dapat dikata gorikan sebagai fuquha’ para filosof dan sufi dengan berbagai karya ilmiahnya termasuk pemikiran tentang ekonomi.

Mengikuti kronologi sejarah pemikiran ekonomi Islam yang dikemukakan Nejatullah Siddiqi didapati bahwa sejarah pemikiran ekonomi Muslim dikelompokan dalam tiga periode, dan terfokus pada tokoh-tokoh utama saja. Pertama, sampai 450 hijriah, meliputi para penemu dan pendiri dalam bidang hukum (fuqaha), diantara mereka yang menulis karyanya dalam bidang ekonomi adalah “Abu Yusuf (182/798); Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani (189/804); Abu Ubaid (224/838); Yahya Bin Umar (289/902); Mawardi (450/1058); Ibnu Hazm (456/1064). Kedua, 400 tahun berikutnya, meliputi tokoh intelektual terkenal seperti Al-Ghazali (451-505/1055-1111); Ibnu Taimiyah (661-728/1263-1328); Ibnu Khaldun (732-808/1332-1404). Ketiga, 500 tahun terakhir antara lain Shah Waliullah (1114-1176/1703-1762), Muhammad bin Abdul Wahab (1206/1787); Muhammad Abduh (1230/1905); Muhammad Iqbal (1356/1932) dan beberapa pemikiran lain.


Pemikiran Ekonomi Ibnu Khaldun

a. Mekanisme Pasar :
Ibnu Khaldun secara khusus memberikan ulasan tentang harga dalam bukunya al-Muqaddimah pada suatu bab berjudul ”Harga-harga di Kota”. Ia membagi jenis barang menjadi dua jenis, yaitu barang kebutuhan pokok dan barang pelengkap,
Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah banyak, maka pengadaan barang-barang kebutuhan pokok menjadi prioritas. Jadi suatu harga ditentukan oleh jumlah distribusi ataupun penawaran suatu daerah, dikarenakan jumlah penduduk suatu kota besar yang padat dan memiliki jumlah persediaan barang pokok yang melebihi kebutuhan dan kemudian memiliki tingkat penawaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan kota kecil yang memiliki jumlah penduduk yang relatif lebih sedikit. Yang kemudian akan berdampak pada harga yang relatif lebih murah. Sedangkan permintaan pada bahan-bahan pelengkap akan meningkat sejalan dengan berkembangnya suatu kota dan berubahnya gaya hidup, dikarenakan segala kebutuhan pokok dengan mudah mereka dapati dan seiring dengan bertambahnya kebutuhan lain, maka tingkat permintaan pada bahan pelengkap akan naik, walaupun dengan tingkat harga yang relatif mahal dan jumlah barang yang relatif sedikit, dikarenakan terdapat banyak jumlah orang kaya disana, maka mereka pun sanggup membayar dengan tingkat permintaan yang tinggi yang kemudian akan berdampak pada naiknya harga tersebut. Pada bagian lain, Ibnu Khaldun menjelaskan pengaruh naik dan turunnya penawaran terhadap harga. Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, harga akan naik. Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan melimpah, dan harga-harga akan turun. Jadi kemudahan dalam hal pendistribusian akan berpengaruh pada kestabilan harga.

Dalam hal ini, pengaruh permintaan dan penawaran terhadap penentuan harga tidak begitu baik dipahami di dunia barat sampai akhir abad ke-19 dan 20. Para ekonom Inggris pra-klasik dan bahkan pendiri aliran klasik, Adam Smith, secara umum hanya menekankan pada peranan biaya produksi, khususnya peranan pekerja buruh dalam penentuan harga.

Istilah permintaan dan penawaran dalam literatur bahasa Inggris pertama kali digunakan sekitar tahun 1767, meski demikian pengaruh permintaan dan penawaran dalam penentuan harga di pasar baru dikenal pada dekade kedua di abad ke-19. Padahal Ibnu Khaldu telah menemukan pengaruh permintaan dan penawaran terhadap penentuan harga. Ia mengemukakan bahwa dalam keadaan nilai uang yang tidak berubah, kenaikan atau penurunan harga semata-mata ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.

b. Pembagian Kerja
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa apabila pekerjaan dibagi-bagi di antara masyarakat berdasarkan spesialisasi, menurutnya akan menghasilkan output yang lebih besar. Konsep pembagian kerja Ibnu Khaldun ini berimplikasi pada peningkatan hasil produksi.

Dan sebagaimana teori division of labor nya Adam Smith (1729-1790), pembagian kerja akan mendorong spesialisasi, dimana orang akan memilih mengerjakan yang terbaik sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing, hal ini akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja, pada akhirnya akan meningkatkan hasil produksi secara total.


c. Keuangan Publik
Berkenaan dengan keuangan publik dalam hal ini pajak, yang berfungsi sebagai sumber utama pemasukan negara, haruslah dikelola dengan sebaik mungkin, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal, yang nantinya dapat digunakan untuk memperbaiki kesejahteraan sosial rakyat. Dalam hal ini, menurut Ibnu Khaldun, keberadaan departemen perpajakan sangat penting bagi kekuasaan raja (pemerintah). Jabatan ini berkaitan dengan operasi pajak dan memelihara hak-hak negara dalam masalah pendapatan dan pengeluaran negara.
Ibnu Khaldun berpendapat dalam hal pajak, haruslah berdasarkan pemerataan, kenetralan, kemudahan, dan produktivitas.

d. Standar Kekayaan Negara :
Menurut Ibnu Khaldun, kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara tersebut, tetapi kekayaan suatu negara ditentukan oleh tingkat produksi domestik dan neraca pembayaran yang positif dari negara tersebut, Dengan demikian, negara yang makmur adalah negara yang mampu memproduksi lebih banyak dari yang dibutuhkan, sehingga kelebihan hasil produksi tersebut diekspor, dan pada akhirnya akan menambah kemakmuran di negara tersebut.
Berikut merupakan konsep ekonomi menurut Ibnu Khaldun sebagai indikator dari kekayaan suatu negara,

1) Tingkat Produk Domestik Bruto

Bila suatu negara mencetak uang dengan sebanyak-banyaknya, itu bukan merupakan refleksi dari pesatnya pertumbuhan sektor produksi (baik barang maupun jasa). Maka uang yang melimpah itu tidak ada artinya, yang membuat jumlah uang lebih banyak dibanding jumlah ketersediaan barang dan jasa. 2) Neraca Pembayaran Positif
Ibnu Khaldun menegaskan bahwa neraca pembayaran yang positif akan meningkatkan kekayaan negara tersebut. Neraca pembayaran yang positif menggambarkan dua hal:
a) Tingkat produksi yang tinggi.
Jika tingkat produksi suatu negara tinggi dan melebihi dari jumlah permintaan domestik negara tersebut, atau supply lebih besar dibanding demand. Maka memungkinkan negara tersebut melakukan kegiatan ekspor.
b) Tingkat efisiensi yang tinggi
Bila tingkat efisiensi suatu negara lebih tinggi dibanding negara lain, maka dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi maka komoditi suatu negara mampu masuk ke negara lain dengan harga yang lebih kompetitif.

e. Perdagangan Internasional :
Teori Ibnu Khaldun tentang pembagian kerja (division of labor) merupakan embrio dari teori perdagangan internasional yang berkembang pesat pada era Merkantilisme di abad ke-17. Hal itu disadari analisisnya tentang pertukaran atau perdagangan diantara negara-negara miskin dan negara kaya yang menimbulkan kecenderungan suatu negara untuk mengimpor ataupun menekspor dari negara lain. Bagi penganut paham merkantilisme, sumber kekayaan negara adalah dari perdagangan luar negeri, dan uang sebagai hasil surplus perdagangan adalah sumber kekuasaan.
Ibnu Khaldun mengatakan bahwa melalui perdagangan luar negeri, kepuasan masyarakat, keuntungan pedagang dan kekayaan negara semuanya meningkat. Dan barang-barang dagangan menjadi lebih bernilai ketika para pedagang membawanya dari suatu negara ke negara lain. Perdagangan luar negeri ini dapat menyumbang secara positif kepada tingkat pendapatan negara lain.

Perdagangan luar negeri ini dapat menyumbang secara positif kepada tingkat pendapatan negara, tingkat pertumbuhan serta tingkat kemakmuran. Jika barang-barang luar negeri memiliki kualitas yang lebih baik dari dalam negeri, ini akan memicu impor. Pada saat yang sama produsen dalam negeri harus berhadapan dengan produk berkualitas tinggi dan kompetitif sehingga mereka harus berusaha untuk meningkatkan produksi mereka.


f. Konsep Uang :
Ibnu Khaldun secara jelas mengemukakan bahwa emas dan perak selain berfungsi sebagai uang juga digunakan sebagai medium pertukaran dan alat pengukur nilai sesuatu. Juga pula uang itu tidak harus mengandung emas dan perak, hanya saja emas dan perak dijadikan standar nilai uang, sementara pemerintah menetapkan harganya secara konsisten. Oleh karena itu Ibnu Khaldun menyarankan agar harga emas dan perak itu konstan meskipun harga-harga lain berfluktuasi. Berdasarkan pendapat Ibnu Khaldun di atas, sebenarnya standar mata uang yang ia sarankan masih merupakan standar emas hanya saja standar emas dengan sistem the gold bullion standard, yaitu ketika logam emas bukan merupakan alat tukar namun otoritas moneter menjadikan logam tersebut sebagai parameter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar. Koin emas tidak lagi secara langsung dipakai sebagai mata uang. Dalam sistem ini, diperlukan suatu kesetaraan antara uang kertas yang beredar dengan jumlah emas yang disimpan sebagai back up. Setiap orang bebas memperjualbelikan emas, tetapi pemerintah menetapkan harga emas.

Mengenai nilai tukar mata uang, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang yang beredar di negara tersebut, tetapi oleh tingkat produksi dan neraca pembayaran yang positif. Ia menyatakan bahwa nilai uang di suatu negara merefleksikan kemampuan produksi dari negara tersebut. sehingga bila kemampuan produksinya menurun, maka nilai uangnya akan menurun, dan harga secara berkesinambungan akan meningkat, dan pada kondisi ini inflasi terjadi. Karena itu, dalam perdagangan internasional, nilai tukar uang antar negara sebenarnya tergantung pada kemampuan masing-masing negara memperoleh neraca pembayaran positif.


Sejarah Awal Perekonomian Islam

Sejarah Awal Perekonomian Islam

Salah satu misi Rasulullah di utus ke dunia ini oleh Allah adalah membangun rakyat yang beradab. Langkah awal yang dilakukan nabi Muhammad menanamkan pemahaman keimanan dan keberadaannya di muka bumi ini. Ajaran nabi menjadikan manusia sebagai pribadi yang bebas dalam mengoptimalkan potensi dirinya. Kebebasan merupakan unsur kehidupan yang paling mendasar dipergunakan sebagai syarat untuk mencapai keseimbangan hidup. Nilai-nilai manusiawi inilah yang menyebabkan ajaran nabi Muhammad berlaku hingga akhir zaman.

Setelah wafatnya Nabi kepemimpinan dipegang oleh Khulafa al Rasyidin, berbagai perkembangan, gagasan dan pemikiran muncul pada masa itu., hal ini tercermin dari kebijakan-kebijakan yang berbeda antar Khalifah itu sendiri, kebijakan-kebijakan itupun muncul sebagai akibat dari munculnya masalah-masalah baru. Salah satunya pemenuhan kehidupan masyarakat dibidang Ekonomi sehingga problem teknis untuk mengatasi masalah-masalah perniagaan muncul pada waktu itu.Sejumlah aturan yang bersumberkan al Qur’an dan Hadist Nabi hadir untuk memecahkan problem ekonomi yang ada. Masalah ekonomi menjadi bagian yang penting pada masa itu.


Pemikiran ekonomi Islam dimulai sejak Muhammad dipilih menjadi Rasul, beliau mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menyangkut dengan kemaslahatan ummat, selain masalah hkum, politik juga masalah ekonomi atau perniagaan-mu’amalat.masalah ekonomi rakyat menjadi perhatian Rasulullah karena masalah itu merupakan pilar penyangga keimanan yang harus diperhatikan, hal ini terbukti dengan adanya Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, rasulullah bersabda yang artinya : “Kemiskinan membawa kepada kakafiran.”

Maka upaya membrantas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan Rasulullah S.A.W. Selanjutnya kebijakan-kebijakan Rasulullah menjadi pedoman oleh pada penggantiNya yaitu Khulafa al Rasyidin dalam memutuskan kebijakan-kebijakan ekonomi. Al Qur’an dan Hadist menjadi sumber dasar sebagai teori ekonomi.

Pada masa pemerintahan Rasulullah, perkembanagn ekonomi tidaklah begitu besar dikarnakan sumber-sumber yang ada pada masa itu belum begitu banyak. Sampai tahun ke empat hijrah, pendapatan dan sumber daya negara masih sangat kecil. Kekayaan pertama datang dari banu Nadar, suatu suku yang tingggal di pinggiran Madinah. Kelompok ini masuk dalam pakta madinah tetapi mereka melanggar perjanjian bahkan berusaha untuk membunuh Rasulullah.

Nabi meminta mereka untuk meninggalkan kota namun mereka menolaknya. Nabipun menyerahkan tentara dan mengepung mereka. Akhirnya mereka menyerah dan setuju meninggalkan kota dengan membawa barang-barang sebnayak daya angkutan Unta, kecuali baju baja-besi. Semua milik banu Nazir yang ditinggalkan menjadi milik kaum muslimin. Rasulullah membagikan tanah ini sebahagian besar kepada Muhajirin dan orang-orang Anshar yang miskin.

Pendapatan utama pada masa rasulullah.
a. Pendapatan Primer.

Pendapatan utama pada masa ini adalah Zakat, yang berbeda dengan pajak. Zakat tidak diperlakukan dengan paja. Zakat merupakan kewajiban agama dan termasuk pilar islam. Pengeluaran dan penyaluran zakat ini diatur secara jelas dalam al Qur’an surah at Taubah ayat 60 yang artinya “Sesungguhnya zakat-xakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, miskin,badan kepengurusan zakat, para Mu’allaf-orang yang baru masuk islam-yang dibujuk hatinya, untuk-memerdekakan-budak,orang-orang yang berhutang-untuk keperluan agama,untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

b. Sumber pendapatan sekunder.
Beberapa pendapatan sekunder :

Uang tebusan untuk para tawanan perang. Harta karun temuan pada periode sebelom Islam. Harta benda kaum Muslimin yang meninggalkan negerinya. Wakaf harta benda yang di indikasikan kepada ummat Islam pendapatannya di depositokan ke Baitul mal.
Nawaib, yaitu pajak yang dibebankan kepda kaum muslimin yang kaya-borjuis.
Zakat Fitrah.
Sedekah seperti korban dan korban dan Kaffarat- denda atas kesalahan yang dilakukan kaum Muslimin pada acara ke agamaan seperti berburu pada musim haji Itulah beberapa usaha untuk memperkembang ekonomi Islam yang dilakakukan beliau pada masa itu. Tanpa kita sadari ternyata perkembangan tersebut terus maju hingga saat ini.

PRINSIP DASAR ETIKA BISNIS ISLAM

PRINSIP DASAR ETIKA BISNIS ISLAM

A. Pengertian Etika Bisnis
Etika didefinisikan sebagai seperangkat prinsip moral yang membedakan yang baik dan yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh seorang individu. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan keuntungan. kata bisnis dari bahasa Inggris business, yaitu kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu maupun komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan yang bayak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa etika bisnis merupakan cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum. Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi.

B. Prinsip Dasar Etika Bisnis Islam
1. Tauhid
Tauhid merupakan dimensi vertikal Islam yang dipahami sebagai sebuah ungkapan keyakinan (syahadat) seorang Muslim atas keesaan Tuhan. Tauhid dikonstruksi dari kata wahada yang secara etimologi yang berati satu (esa) yaitu dasar kepercayaan yang menjiwai manusia atas segala aktivitasnya. Konsep tauhid menggabungkan ke dalam sifat homogen semua aspek yang berbeda-beda dalam kehidupan seorang Muslim yakni aspek ekonomi, politik, agama, dan masyarakat, serta menekankan gagasan mengenai konsistensi dan keteraturan.
Tauhid merupakan konsep serba eksklusif dan serba inklusif. Pada tingkat absolut ia membedakan Khalik dengan makhluk, memerlukan penyerahan tanpa syarat kepada kehendak-Nya, tetapi pada eksistensi manusia memberikan suatu prinsip perpaduan yang kuat sebab seluruh umat manusia dipersatukan dalam ketaatan kepada Allah semata. Oleh sebab itu, segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan.
Secara kontekstual, tauhid dipersepsi oleh individu dalam pengertian iman, akidah dan tanggung jawb terhadap amanah. Ketiga makna tersebut, dalam konteks ekonomi memberikan suatu kesadaran pembebasan terhadap para pelaku ekonomi dari ketundukan dan kecendrungan yang berlebihan terhadap materi, dan membentuk pemikiran yang bertanggung jawab dalam mengelola aset-aset ekonomi sesuai dengan aturan-aturan (syari’at) Tuhan.
Pemahaman yang baik dan benar terhadap tauhid berimplikasi terhadap cara pandang manajemen/pengolaan harta benda dalam kerangka amanah dari Allah. Pendapatan dan penggunaan harta tidak hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pragmatis yang bersifat temporal, tetapi juga berimplikasi transendental, pertanggungjawaban kembali kepada Tuhan. Bukan hanya itu, pemahaman tauhid juga menimbulkan kesadaran pentingnya kerja sama dalam pengelolaan harta sebagai amanah dalam kerangka ekonomi untuk menciptakan kerja produktif, meningkatkan kesejahteraan manusia dan mencegah penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan pada segelintir orang.
Jadi dapat dipahami dari uraian di atas bahwa kita sebagai manusia ciptaan Tuhan, harus benar-benar sepenuhnya percaya kepada Sang Maha Pencipta serta meyakini bahwa Tuhan itu ada, dan Dia lah yang mengatur segala hal dalam Kehidupan kita di dunia ini. Kemana pun kita pergi, apapun yang kita pikirkan atau kerjakan tidak terlepas dari Nya, sehingga bisa dikatakan bahwa hidup dan mati kita ada ditangan Tuhan Yang Maha Kuasa. Begitu juga dalam pelaku ekonomi atau bisnis, semuanya harus selalu memperhatikan etika yang baik dan dari sudut apapun.
Konsep tauhid memiliki pengaruh yang paling mendalam terhadap diri seorang Muslim dikarenakan sebagai berikut:
1. Seorang Muslim memandang apapun yang ada di dunia sebagai milik Allah SWT, pemikiran dan perilakunya tidak dapat dibiaskan oleh apapun juga. Pandangannya menjadi lebih luas dan pengabdiannya tidak lagi terbatas kepada kelompok atau lingkungan tertentu. Segala bentuk pandangan rasisme ataupun sistem kasta menjadi tidak sejalan dengan pemikirannya.
2. Hanya Allah yang Maha Kuasa dan Maha Esa, maka kaum Muslim tidak akan takut pada semua kekuasaan lain kecuali Allah SWT. Ia tidak pernah disilaukan oleh kebesaran orang lain, dan tidak membiarkan dirinya dipaksa untuk bertindak tidak etis oleh siapa pun. Karena Allah SWT dapat mengambil dengan mudah apapun yang telah ia berikan, maka kaum Muslim akan bersikap rendah hati dan hidup sederhana.
3. Percaya bahwa hanya Allah SWT yang dapat menolongnya, ia tidak pernah merasa putus asa akan datanganya pertolongan dan kemurahan Allah SWT sehingga ia akan bertindak penuh keyakinan dan keberanian untuk apa yang ia anggap etis dan Islami.
4. Pengaruh paling besar dari ucapan la ilaha illa Allah adalah kaum Muslim akan mentaati dan melaksanakan hukum-hukum Allah SWT. Ia mempercayai bahwa Allah mengetahui segalanya yang terlihat ataupun yang tersembunyi, dan bahwa ia tidak dapat menyembunyikan apapun, niat ataupun tindakan dari Allah SWT. Sebagai konsekuensinya, ia akan menghindarkan diri dari apa yang dilarang, dan berbuat hanya dalam kebaikan.

Penerapan Konsep Tauhid dalam Etika Bisnis
Seseorang yang menerapkan kaidah Tauhid di dalam dirinya maka apabila menjadi seorang pengusaha Muslim tidak akan:
• Berbuat diskriminasi terhadap pekerja, pemasok, pembeli atau siapapun pemegang saham perusahaan atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, ataupun agama. Hal ini sesuai dengan tujuan Allah SWT untuk menciptakan manusia:
“Hai manusia! Sesungguhnya telah Kami ciptakan kalian sebagai laki-laki dan perempuan, dan membuat kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, agar kalian saling mengenal satu sama lain”. • Dapat dipaksa untuk berbuat tidak etis, karena ia hanya takut dan cinta kepada Allah SWT. Ia selalu mengikuti aturan perilaku yang sama dan satu, dimanapun apakah itu di masjid, di dunia kerja atau aspek apapun dalam kehidupannya, ia akan selalu merasa bahagia.
• Menimbun kekayaannya dengan penuh keserakahan. Konsep amanah dan kepercayaan memiliki makna yang sangat penting baginya karena ia sadar bahwa semua harta dunia bersifat sementara, dan harus dipergunakan secara bijaksana. Tindakan seorang Muslim tidak semata-mata dituntun oleh keuntungan, dan tidak demi mencari kekayaan dengan cara apapun. Ia menyadari bahwa:
“Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan di dunia, namun amalan-amalan yang kekal dan saleh adalah lebih baik pahalanya di mata Allah SWT, dan lebih baik sebagai landasan harapan-harapan”.

2. Keseimbangan
Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep yang menunjukkan adanya keadilan sosial. Keseimbangan atau ‘adl menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam, dan berhubungan dengan harmoni segala sesuatu yang ada di alam semesta. Hukum dan ketentuan yang kita lihat di alam semesta merefleksikan konsep keseimbangan yang rumit ini. Sebagaimana difirmankan Allah SWT, “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”.
Konsep keseimbangan ini lebih dari sekedar karakteristik alam, ia merupakan karakteristik dinamik yang harus diperjuangkan oleh setiap Muslim dalam kehidupannya. Kebutuhan akan keseimbangan dah kesetaraan ditekankan Allah SWT ketika ia menyebut kaum Muslim sebagai ummatun wasatun. Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis yakni untuk menjaga keseimbangan antara mereka yang berpunya dan mereka yang tak berpunya, Allah SWT menekankan arti penting sikap saling memberi dan mengutuk tindakan mengkonsumsi yang berlebih-lebihan.
Keseimbangan atau keadilan adalah mengunakan dan menempatkan harta yang dimiliki individu sebagai amanah dari Allah pada tempatnya yang wajib dikelola dengan cara-cara yang baik untuk kemaslahatan diri, seperti dalam bentuk infak, shadaqah, zakat dan sumbangan sosial lainnya serta untuk mendekatkan diri pada Allah.
Dalam perspektif sistem ekonomi Islam, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh individu atau lembaga hanya dapat bernilai guna jika di arahkan untuk kemaslahatan manusia dan di dedikasikan untuk memuaskan kebutuhan spritual (taqwa) pada Allah. Keadilan dalam Islam merupakan mata rantai dan turunan dari nilai tauhid. Tauhid dan keadilan, keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Masing-masing dari nilai tersebut menjadi nilai yang mendasari teori dan praktik ekonomi dalam berbisnis. Keadilan berarti seseorang memperoleh bagiannya sesuai dengan kemampuannya. Adil bukan berati seseorang memperoleh sesuatu persis dengan yang diperoleh orang lain baik ukurannya, takarannya, jenis barangnya maupun jumlahnya, melainkan seseorang mempunyai kesempatan yang sma untuk mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya.
Artinya pada pemerolehan kesempatan yang sama bagi tiap individu untuk hak-hak secara layak, sehingga setiap orang berada pada posisi yang sama dan setara satu dengan yang lainnya. Yang dimaksud hak disini adalah hak-hak sosial ekonomi, hak yang perlu dimiliki dan dinikmati oleh setiap individu. Namun standar keadilan yang digunakan dalam perkembangan ekonomi global syarat dengan bias-bias subyektif dan kepentingan suatu negara sehingga tidak representatif untuk memayungi hak semua orang melainkan memberikan peluang kepada segelintir orang yang memiliki kecerdasan rasional dan kemampuan finansial untuk mengeksploitasi yang lain.

Penerapan Konsep Keseimbangan dalam Etika Bisnis
Agar keseimbangan ekonomi dapat terwujud maka harus terpenuhi syarat-syarat berikut:
(1) Produksi, konsumsi dan distribusi harus berhenti pada titik keseimbangan tertentu demi menghindari pemusatan kekuasaan ekonomi dan bisnis dalam genggaman segelintir orang.
(2) Setiap kebahagiaan individu harus mempunyai nilai yang sama dipandang dari sudut sosial, karena manusia adalah makhluk teomorfis yang harus memenuhi ketentuan keseimbangan nilai yang sama antara nilai sosial marginal dan individual dalam masyarakat.
(3) Tidak mengakui hak milik yang tak terbatas dan pasar bebas yang tak terkendali.
Prinsip keseimbangan atau kesetaraan berlaku baik secara harfiah maupun kias dalam dunia bisnis karena sebuah transaksi yang seimbang adalah juga setara dan adil. Secara keseluruhan, Islam sebenarnya tidak ingin menciptakan sebuah masyarakat pedagang-syahid, yang berbisnis semata demi alasan kedermawanan. Akan tetapi, Islam ingin mengekang kecenderungan sikap serakah manusia dan kecintaannya untuk memiliki barang-barang. Sebagai akibatnya, baik sikap kikir maupun boros keduanya dikutuk dalam Qur’an maupun Hadist.

3. Kehendak Bebas
Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat.
Pada tingkat tertentu, manusia diberikan kehendak bebas untuk mengendalikan kehidupannya sendiri manakala Allah SWT menurunkannya di bumi. Dengan tanpa mengabaikan kenyataan bahwa ia sepenuhnya dituntun oleh hukum yang diciptakan Allah SWT, ia diberikan kemampuan untuk berpikir dan membuat keputusan, untuk memilih apapun jalan hidup yang ia inginkan dan yang paling penting untuk bertindak berdasarkan aturan apa pun yang ia pilih. Tidak seperti halnya ciptaan Allah SWT yang lain di alam semesta, ia dapat memilih perilaku etis atau tidak etis yang akan ia jalankan.
Sekali ia memilih untuk menjadi seorang Muslim, ia harus tunduk kepada Allah SWT. Ia menjadi bagian umat secara keseluruhan dan menyadari kedudukannya sebagai wakil Allah SWT di muka bumi. Ia setuju untuk berperilaku berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah SWT demi kehidupan pribadi maupun sosialnya. Konsep kehendak bebas berkedudukan sejajar dengan konsep kesatuan dan keseimbangan.

Penerapan Konsep Kehendak Bebas dalam Etika Bisnis
Berdasarkan konsep kehendak bebas, manusia memiliki kebebasan untuk membuat untuk membuat kontrak dan menepatinya ataupun mengingkarinya. Seorang Muslim, yang telah menyerahkan hidupnya pada kehendak Allah SWT, akan menepati semua kontrak yang telah dibuatnya.
“Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah semua perjanjian itu”?
Penting untuk dicatat bahwa Allah SWT memerintahkan ayat diatas secara eksplisit kepada kaum Muslim. Sebagaimana dikemukakan oleh Yusuf ‘Ali, kata ‘uqud yang mengandung arti sebgai berikut: a) Kewajiban suci yang muncul dari kodrat spiritual dan hubungan kita dengan Allah SWT
b) Kewajiban sosial kita seperti misalnya dalam perjanjian perkawinan
c) Kewajiban politik kita seperti misalnya perjanjian hukum
d) Kewajiban bisnis kita seperti misalnya kontrak formal mengenai tugas-tugas tertentu yang harus dilakukan ataupun kontrak tak tertulis menenai perlakuan layak yang harus diberikan kepada para pekerja.
Kaum Muslim harus mengekang kehendak bebasnya untuk bertindak berdasarkan aturan-aturan moral seperti yang telah digariskan Allah SWT. Dari sudut pandang ekonomi, Islam menolak prinsip laissez-faire dan keyakinan Barat terhadap konsep “Tangan yang Tak Terlihat”. Karena aspek kunci dalam diri manusia adalah nafs ammarah, maka ia akan cenderung menyalahgunakan sistem seperti ini. Prinsip homo Islamicus yang dituntun oleh hukum Allah SWT harus dipilih agar dapat bertindak secara etis.

4. Tanggung Jawab
Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya.
Kebebasan yang tak terbatas adalah sebuah absurditas yang mengaplikasikan tidak adanya sikap tanggung jawab atau akuntabilitas. Untuk memenuhi konsep keadilan dan kesatuan seperti yang kita lihat dalam ciptaan Allah SWT, manusia harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya. Islam adalah agama yang adil, apabila seseorang tidak bertanggung jawab terhadap tindakannya jika (a) ia belum mencapai usia dewasa, (b) ia sakit jiwa, (c) ia berbuat sesuatu ketika sedang tidur. Dalam konsep tanggung jawab, Islam membedakan antara fard al’ayn (tanggung jawab individu yang tidak dapat dialihkan dan fard al kifayah (tanggung jawab kolektif yang bisa diwakili oleh sebagia kecil orang). Sebagai contoh, fard al kifayah menggariskan bahwa jika seseorang yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara cukup dan ingin belajar tentang ilmu agama namun merasa bahwa pekerjaannya tidak akan memungkinkan untuk melakukan hal tersebut, maka ia dapat diberi zakat karena mencari ilmu dianggap sebagai kewajiban kolektif.
Sementara bagi seseorang yang melakukan ibadah yang berlebihan (nawafil) atau seseorang yang ingin melakukan nawafil tanpa ada waktu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, ia mungkin justru tidak mendapat zakat. Hal ini karena pahala ibadahnya hanya untuk dirinya sendiri, berbeda dengan orang yang sedang mencari ilmu. Sementara itu, fard al’ayn berarti perintah atau peraturan yang bersifat tanpa syarat, secara umum diterapkan kepada setiap orang. Dengan demikian, berpuasa atau melaksanakan shalat adalah fard al’ayn, dan seorang Muslim tidak dapat mengalihkan tanggung jawab pribadinya terhadap kewajiban melakukan shalat.
Tanggung jawab dalam Islam bersifat multi-tingkat dan berpusat baik pada tiingkay mikro (individu) maupun makro (organisasi dan masyarakat). Tanggung jawab dalam Islam bahkan juga bersama-sama ada dalam tingkat mikro maupun makro (misalnya, antara individu dan berbagai institusi dan kekuatan masyarakat).

Penerapan Konsep Tanggung Jawab dalam Etika Bisnis
Jika seseorang pengusaha Muslim berperilaku secara tidak etis, ia tidak dapat menyalahkan tindakannya pada persoalan tekanan bisnis ataupun pada kenyataan bahwa setiap orang juga berperilaku tidak etis. Ia harus memikul tanggung jawab tertinggi atas tindakannya sendiri. Berkaitan dengan hal ini, Allah SWT berfirman:
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”.
Karenanya, konsep ini bertalian erat dengan konsep kesatuan, keseimbangan dan kehendak bebas. Semua kewajiban harus dihargai kecuali jika moral salah. Sebagai contoh, Ibrahim as menolak kewajiban keluarganya ketika ayahnya menginginkannya untuk membuat shirk atau menuja berhala. Disisi lain, Rasulullah Saw melaksanakan kesepakatan dalam perjanjian Hudaybiyah meskipun hal itu berarti bahwa Abu Jandal, seorang yang baru menjadi Muslim, harus dikembalikan kepada suku Quraish. Sekali seorang Muslim mengucapkan janjinya atau terlibat dalam sebuah perjanjian yang sah, maka ia harus menepatinya.