Peradapan Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau abad ke tujuh sampai abad ke delapan masehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan batu nisan seorang wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun di Leran dekat Surabaya bertahun 475 H atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang musafir Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudra Pasai dalam perjalanannya ke negri China pada tahun 1345 M. Agama Islam yang bermazhab Syafi’i telah mantap disana selama seabad, oleh karena itu berdasarkan bukti ini abad ke XIII dianggap sebagai awal masuknya Islam di Indonesia.
Daerah yang pertama kali dikunjungi ialah:
1. Pesisir utara Pulau Sumatera, yaitu di Peureulak Aceh Timur, kemudian sampai meluas hingga bisa mendirikan kerajaan Islam pertama di Samudra Pasai, Aceh Utara.
2. Pesisir Utara pulau Jawa kemudian meluas ke Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Maja Pahit.
Pada
permulaan abad ke XVII dengan masuk Islamnya penguasa kerajaan Mataram, yaitu
Sultan Agung maka kemenangan agama Islam hampir meliputi sebagian besar wilayah
Indonesia.
Ada
tiga tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni:
1.
Pada
masa Kesultanan
Daerah
yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh,
Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama Islam secara mendalam
mempengaruhi kehidupan agama, sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga
di daerah-daerah tersebut agama Islam itu telah menunjukan dalam bentuk yang
lebih murni. Di kerajaan tersebut agma Islam tertanam kuat samapai Indonesia
merdeka. Salah satu buktinya yaitu banyaknya nama-nama Islam dan
peninggalan-peninggalan keislaman.
·
Di kerajaan Banjar,
Dengan
masuk Islamnya raja Banjar, perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit,
raja menunjukan fasilitas dan kemudahan lainya yang hasilnya membawa kepada
kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit
kehidupan keagamaan dikerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan
Qadhi atas jasa Muhammad Arsyad al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan
tasawuf.
·
Islam di Jawa,
Pada
masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan Jawa, ia banyak memberikan kelonggaran
pada sistem kepercayaan yang dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan
kemudahan dalam Islamisasi atau paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan.
Para wali terutama Wali Songo sangat berjasa dalam perkembangan agama Islam di
pulau Jawa.
2.
Pada
Masa Penjajahan
Dengan datang nya pedagang-pedagang Barat ke
Indonesia yang berbeda watak dengan pedaganpedagang Arab, Persia, dan India
yang beragama Islam, kaum pedagang Barat yang beragama Kristen melakukan
misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi persenjataan mereka yang
lebih unggul dari pada persenjataan Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk
menaklukan kerajaan-kerajaan Islam di sepanjang pesisir kepulauan nusantara.
Pada mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang,
kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Waktu
itu kolonial belum berani mencampuri masalah Islam, karena mereka belum
mengetahui ajaran Islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem sosial
Islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para
Bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan
untuk memutuskan perkara-perkara di bidang perkawinan dan kewarisan.
Tahun 1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan
instruksi ini. dan pada tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi,
dengan adanya instruksi kepada bupati dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama
agar tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur
Jendral.lalu, pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama yang dibatasi
hanya menangani perkara-perkara perkawinan,kewarisan, perwalian, dan
perwakafan.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgeonye yang
ditugasi menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintah Belanda lebih
berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia,karena Snouck
mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh.
Lalu ia mengemukakan gagasannya yang kemudian dikenal dengan politik Islamnya.
Dengan politik itu, ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori, yaitu:
1. Bidang
agama murni atau Ibadah
Pemerintahan
Kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan agamanya
selama tidak mengganggu kekuasaan
pemerintah Belanda.
2. Bidang
sosial kemasyarakatan
Hukum
Islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adat kebiasaan.
3. Bidang
politik
Orang
Islam dilarang membahas hukum Islam, baik Alquran maupun Sunnah yang
menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketatanegaraan.
3.
Pada
Masa Kemerdekaan
Terdapat asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap
penelitian sejarah bahwa masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan
sebagian masa depan dibentuk hari ini. demikian pula halnya dengan kenyataan
umat Islam Indonesia pada masa kini, tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.
Seperti halnya pada masa penjajahan Belanda, sesuai
dengan pendapat Snouck Hurgronye, Islam sebagai kekuatan Ibadah (Sholat) atau
soal haji perlu diberi kebebasan, namun sebagai kekuatan politik perlu
dibatasi.
Perkembangan sekanjutnya pada Orde Lama,Islam telah
diberi tempat tertentu dalam konfigurasi (bentu/wujud) yabg paradoks, terutama
dalam dunia politik. Sedangkan pada masa orde baru, tampaknya Islam diakui
hanya sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan negara.
B.
Sesudah
Kemerdekaan
1.
Pra
Kemerdekaan
Ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk
dapat dijinakkan begitu saja. Berdasarkan pengalaman melawan penjajah yang tak
mungkin dihadapi dengan perlawanan fisik, tetapi harus melalui
pemikiran-pemikiran dan kekuatan organisasi, seperti:
·
Budi Utomo (1908) - Taman Siswa (1922)
·
Sarikat Islam (1911) – Nahdatul Ulama
(1926)
·
Muhammadiyah (1912) – Partai Nasional
Indonesia (1927)
·
Partai Komunis Indonesia (1914)
Organisasi
perbaharu terpenting dikalangan organisasi tersebut, adalah Muhammadiyah yang didirikan
oleh K.H Ahmad Dahlan, dan Nahdatul Ulama yang dipelopori oleh K.H. Hasyin
Asy’ari.
Untuk mempersatukan
pemikiran guna menghadapi kaum penjajah, maka Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama
bersama-sama menjadi sponsor pembentukan suatu federasi Islam yang baru yang
disebut Majlis Islan Ala Indonesia (Majlis Islam tertinggi di Indonesia) yang
disingkat MIAI, yang didirikan di Surabaya pada tahun 1937.
Pada masa pemerintahan Jepang, ada tiga
pranata sosial yang dibentuk oleh pemerintahan Jepang yang menguntungkan kaum
Muslim Indonesia, yaitu:
a. Shumubu,
yaitu kantor urusan agama yang menggantikan Kantor urusan pribumi zaman
Belanda, yang dipimpin oleh Hoesein Djayadiningrat pada 1 Oktober 1943.
b. Masyumi
(Majelis Syuro Muslim Indonesia) menggantikan MIAI yang di bubarkan pada bulan
oktober 1943, tujuan didirikannya adalah selain untuk memperkokoh persatuan
umat Islam di Indonesia, juga untuk meningkatkan bantuan kaum muslimin kepada
usaha peperangan Jepang.
c. Hizbullah
(Partai Allah atau Angkatan Allah) semacam organisasi militer untuk
pemuda-pemuda muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin. Organisasi inilah yang
menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
2.
Pasca
Kemerdekaan
Organisasi-organisasi yang muncul pada masa sebelum
kemerdekaan masih tetap berkembang pada masa kemerdekaan, seperti Muhammadiyah,
Nahdatul Ulama, Masyumi dan lain-lain. Namun ada gerakan-gerakan Islam yang
muncul sesudah tahun 1945 sampai akhir orde lama. Gerakan ini adalah DI/TII
yang berusaha dengan kekerasan untuk merealisasikan cita-cita negara Islam
Indonesia.
Gerakan kekerasan yang bernada Islam ini terjadi
diberbagai daerah di Indonesia, diantaranya:
·
Di Jawa Barat, pada tahun 1949-1962
·
Di Jawa Tengah, pada tahun 1965
·
Di Sulawesi, berakhir pada tahun 1965
·
Di Kalimantan, berakhir pada tahun 1963
·
Dan di Aceh, pada tahun 1965 yang
berakhir dengan kompromi pada tahun 1957
Jauh sebelum
Islam masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia telah memeluk agama hindu dan budha
disamping kepercayaan nenek moyang mereka yang menganut animisme dan dinamisme.
Setelah Islam masuk ke Indonesia, Islam berpengaruh besar baik dalam bidang
politik, sosial, ekonomi,maupun di bidang kebudayaan yang antara lain seperti
di bawah ini.
1. Pengaruh
Bahasa dan Nama
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab.
Bahasa Arab sudah banayak menyatu dalam kosakata bahasa Indonesia, contohnya
kata wajib, fardu, lahir, bathin, musyawarah, surat, kabar, koran, jual, kursi
dan masker. Dalam hal nama juga banyak dipakai nama-nama yang berciri Islam
(Arab) seperti Muhammad, Abdullah, Anwar, Ahmad, Abdul, Muthalib, Muhaimin,
Junaidi, Aminah, Khadijah, Maimunah, Rahmillah, Rohani dan Rahma.
2. Pengaruh
Budaya, Adat Istiadat dan Seni
Kebiasaan
yang banyak berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan salam, acara
tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal kesenian, banyak dijumpai
seni musik seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan shalawat. Kita juga
melihat pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau masjid di
Indonesia yang banayak dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di wilayah
Timur Tengah.
3. Pengaruh
dalam Bidang Politik
Pengaruh ini
dapat dilihat dalam sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
seperti konsep khilafah atau kesultanan yang sering kita jumpai pada
kerajaan-kerajaan seperti Aceh, Mataram. Demak, Banten dan Tidore
4. Pengaruh
di bidang ekonomi
Daerah-daerah
pesisir sering dikunjungi para pedagang Islam dari Arab, Parsi,dan Gujarat yang
menerapkan konsep jual beli secara Islam. Juga adanya kewajiban membayar zakat
atau amal jariyah yang lainnya, seperti sedekah, infak, waqaf, menyantuni
yatim, piatu, fakir dan miskin. Hal itu membuat perekonomian umat Islam semakin
berkembang.
0 komentar:
Posting Komentar