EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch

RussianPortugueseJapaneseKoreanArabic Chinese Simplified

Selamat Datang di Websiteku | Sebuah web yang berisikan segudang Ilmu yang bermanfaat silahkan baca Tulisan Inspiratif Yang semoga saja dapat memberikan Ilmu dan pemahaman baru bagi para pembaca | Jangan Lupa Like dan Tinggalkan Pesan Anda Pada Kotak Pesan Disamping Kanan |

Jumat, 28 November 2014

FATWA MUI WAKAF UANG

Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Tentang
Wakaf Uang


KEPUTUSAN FATWA
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Tentang
WAKAF UANG Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia setelah Menimbang :

1. bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, pengertian wakaf yang umum diketahui, antara lain, adalah:
yakni "menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tesebut, disalurkan pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada, "(al-Ramli. Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, [Beirut: Dar alFikr, 1984], juz V, h. 357; al-Khathib al- Syarbaini. Mughni al-Muhtaj, [Beirut: Dar al-Fikr, t.th], juz II, h. 376); atau "Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam" dan "Benda wakaf adalah segala benda, balk bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam" (Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Buku III, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4)); sehingga atas dasar pengertian tersebut, bagi mereka hukum wakaf uang (waqf al-nuqud, cash wakaf) adalah tidak sah;
2. bahwa wakaf uang memiliki fleksibilitas (keluwesan ) dan kemaslahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain;
3. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum wakaf uang untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat.

Mengingat :

1. Firman Allah SWT :
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaijakan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya "(QS. Ali Imron [3]:92).
2. Firman Allah SWT :
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluar-kan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir.• seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka

memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati " (QS. al-Baqarah [2].261-262).
3. Hadis Nabis s.a.w.:
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah r:a. bahwu Rasulullah s.a.w. bersabda,
"Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah (pahala) amal perbuatannya kecuali dari tiga hal, yaitu kecuali dari sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya " (H.R. Muslim, alTirmidzi, al-Nasa' i, dan Abu Daud).
4. Hadis Nabi s.a.w.:
'Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa Umar bin alKhaththab r. a. memperoleh tanah (kebun) di Khaibar; lalu ia datang kepada Nabi s.a.w untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia herkata, "Wahai Rasulullah.' Saya memperoleh tanah di Khaibar; yang belum pernah saya peroleh harta Yang lebih haik bagiku melebihi tanah tersebut; apa perintah Engkau (kepadaku) mengenainya? " Nabi s. a. w menjawab: "Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasil)-nya. " Ibnu Umar berkata, "Maka, Umar menyedekahkan tanah tersebut, (dengan men ysaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya kepada fugara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan diri (hasil) tanah itu secara ma 'ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. " Rawi berkata, "Sava menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia herkata 'ghaira muta'tstsilin malan (tanpa menyimpannya sebagai harta hakmilik) '. "(H.R. al- Bukhari, Muslim, al-Tarmidzi, dan al Nasa'i).
5. Hadis Nabi s.a.w.:
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r. a.; ia berkata, Umar r a. berkata kepada Nabi s. a. w., "Saya mempunyai seratus saham (tanah, kebun) di Khaibst, belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu; saya bermaksud menyedekahkannya. " Nabi s.a.w berkata "Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah. "(H.R. al-Nasa' i).
6. Jabirr.a. berkata :
"Tak ada seorang sahabat Rasul pun yang memiliki kemampuan kecuali berwakaf/. " (lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wu Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, hi. 157; al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj.
[Beirut: Dar al-Fikr, t.th', jus II, h. 376).

Memperhatikan :

1. Pendapat Imam al-Zuhri (w. 124H.) bahwa mewakafkan dinas hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan pada mauquf 'alaih (Abu Su'ud Muhammad. Risalah fi Jawazi Waqf al-Nuqud, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997], h. 20-2 1).
2. Mutaqaddimin dari ulaman mazhab Hanafi (lihat Wahbah al-Zuhaili, al Fiqh al- Islam wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, h. 162) membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al-'Urfi, berdasarkan atsar Abdullah bin Mas'ud r.a:
"Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah
adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pun buruk".
3. Pendapat sebagian ulama mazhab al-Syafi'i:
"Abu Tsyar meriwayatkan dari Imam al-Syafi'i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang)" (alMawardi, al-Hawi al-Kabir, tahqiq Dr. Mahmud Mathraji, [Beirut: Dar al-Fikr,1994[, juz IX,m h. 379).
4. Pandangan dan pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, tanggal 23 Maret 2002,. antara lain tentang perlunya dilakukan peninjauan dan penyempurna-an (pengembangan) definisi wakaf yang telah umum diketahui, dengan memperhatikan maksud hadis, antara lain, riwayat dari Ibnu Umar (lihat konsideran mengingat [adillah] nomor 4 dan 3 di atas :
5. Pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, tanggal 11 Mei 2002 tentang rumusan definisi wakaf sebagai berikut: yakni "menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada,"
6. Surat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag, (terakhir) nomor Dt.1.IIU5/BA.03.2/2772/2002, tanggal 26 April 2002.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG WAKAF UANG

Pertama :

1. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Wagf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakafuang hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar' ia
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Kedua :

Fatwa ini berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan : Jakarta, 28 Shafar 1423H
11 Mei 2002 M

0 komentar:

Posting Komentar