Nama : Feri Anggriawan
Prody : Ekonomi Islam/ F
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Semester : 1 (satu)
OPINI
UJIAN NASIONAL DAN KUALITAS PENDIDIKAN
Dengan ditetapkannya PP No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan melalui UN. Pemerintah secara kasat mata telah berhasil meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dengan standar UN yang selalu menigkat di tiap tahunnya sejak tahun 2003 lalu. Dengan demikian Pemerintah menilai mutu pendidikan di Indonesia telah mendekati standar mutu pendidikan di Malaysia dan Singapura. Bahkan bila standar kelulusan UN selalu ditinggkatkan tiap tahunnya Pemerintah yakin dalam waktu lima tahun lagi kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia akan berada dilevel Asia dan setara dengan Malaysia dan Singapura.
Di Negara lain tes sejenis UN memang
pernah dilakukan. Namun hasil dari ujian akhir tersebut digunakan untuk
melakukan pemetaan terhadap permasalahan pendidikan nasional dalam rangka
menyusun kebijakan pendidikan nasional bukan untuk menentukan kelulusan
siswanya.
Dilihat dari aspek akademis-pedagogis,
maupun pengalaman empiris, UN selayaknya untuk segera ditinggalkan. Dengan
adanya standarisasi melalui Ujian Nasional ini telah membuat “bobroknya”
kualitas SDM Indonesia. Namun dengan dalih untuk meningkatkan mutu dan standar
pendidikan, pembentukan standar pendidikan melalui UN justru menuai banyak
kritik dari berbagai elemen. Karena sepanjang penyelenggarannnya, selain kasus
bunuh diri, UN ternyata telah banyak menyumbang kepada angka kenaikan
kriminalitas, seperti kasus pembocoran soal ujian, joki sampai dengan penipuan
sehingga kualitas pendidikan semakin bobrok dan tidak mengalami peningkatan
sebagai mana yang diharapkan, penyelenggara UN justru semakin menjauhkan
pemangku kepentingan dari esensi pendidikan
Nilai-nilai luhur yang harusnya
ditumbuhkan dan dijaga oleh lembaga sekolah justru dihancurkan. Mencontek yang pada
awalnya adalah kejahatan intelektual justru dianjurkan oleh pihak sekolah.
Nilai-nilai solidaritas dan kesetiakawanan diartikan sebagai memberikan jawaban
kepada teman-teman yang tidak bisa menjawab soal UN serta nilai-nilai
kemandirian digadaikan dengan kelulusan. Kepala sekolah dan guru-guru
beramai-ramai memukuli rekan sejawatnya yang membongkar kecurangan UN di
sekolahnya.
Aksi contek yang telah memperoleh
legitimasi dari kepala sekolah, guru dan orangtua murid tidak sepenuhnya bisa
disalahkan. Setuju atau tidak setuju dengan berbagai macam kecurangan dalam
menghadapi UN, tindakan tersebut bisa kita lihat sebagai bentuk perlawanan atau
pembangkangan dari pihak sekolah kepada pemerintah. Sebab Pemerintah pusat yang
tidak pernah memberikan perhatian kepada sekolah mereka, justru banyak
mengatur, mengevaluasi dan menentukan lulus tidaknya siswa yang telah mereka
didik selama sekian tahun.
Alangkah bijaksananya bila sebelum
memberikan standarisasi mutu melalui UN, pemerintah mengurus standarisasi
proses pendidikan yang ada. Misalnya standar perpustakaan, laboratorium dan
lapangan olahraga yang harus dimiliki oleh sekolah. Termasuk standar kualitas dan
kompetensi guru serta rasio guru dan murid.
Jika Pemerintah tidak mau mengurus
standar proses pendidikan, maka menjadi tidak adil jika Pemerintah melakukan
standarisasi pendidikan melalui UN. Dan tidak adil pula jika para murid dari belantara
Papua harus bertanding dengan siswa yang bersekolah di kota besar seperti di
Yogyakarta yang memiliki fasilitas lengkap dan canggih dari pada Papua.
Kiranya pemerintah dapat
mempertimbangkan bentuk cara lain dalam pengembangan kualitas sumber daya
manusia di Indonesia, untuk itu kerjasama diantara semua pihak terkait perlu
terus dikembangkan untuk mendapatkan satu sistem pendidikan yang baik bagi masa
depan anak cucu kita dan pengembangan mutu pendidikan di masa yang akan datang
menjadi lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar