EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch

RussianPortugueseJapaneseKoreanArabic Chinese Simplified

Selamat Datang di Websiteku | Sebuah web yang berisikan segudang Ilmu yang bermanfaat silahkan baca Tulisan Inspiratif Yang semoga saja dapat memberikan Ilmu dan pemahaman baru bagi para pembaca | Jangan Lupa Like dan Tinggalkan Pesan Anda Pada Kotak Pesan Disamping Kanan |

Senin, 20 Mei 2013

Khulafaur Rasydin

BAB II
KHULAFAUR RASYIDIN

A. ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ (11-13 H/632-634 M) Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tamimi. Di zaman pra islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama. Dijuluki Abu Bakar karena dari pagi-pagi betul (orang yang paling awal) memeluk Islam. Gelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ Mi’raj. Seringkali mendampingi rasulullah disaat penting atau jika berhalangan, Rasulullah mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keagamaan dan atau mengurusi persoalan-persoalan actual di Madinah.

Hal menarik dari Abu Bakar, bahwa pidato inaugurasi yang diucapkan sehari setelah pengangkatannya, menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadp nilai-nilai Islam dan strategi meraih keberhasilan tertinggi bagi umat sepeninggal Rasulullah. Kutipan pidato Abu Bakar yang terkenal itu adalah sebagai berikut:
Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah! Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak dari padanya. Sedangkan orang yang orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu menaatiku?[1]
Abu Bakar memangku jabatan khalifah selama dua tahun lebih sedikit yang dihabiskannya terutama uuntuk mengatasi berbagai masalah dalam negeriyang muncul akibat wafatnya nabi. Terpilihnya Abu Bakar telah membangun kembali kesadaran dan tekad umat untuk bersatu melanjutkan tugas mulia nabi. Ia menyadari bahwa  kekuatan kepemimpinannya bertumpu pada komunitas yang bersatu ini, yang pertama kali menjadi perhatian khalifah adalah merealisasikan keinginan nabi yang hamper tidak terlaksana, yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah pimpinan Usamah. Hal tersebut dilakukan untuk membalas pembunuhan ayahanda, Zaid, dan kerugian yang diderita oleh umat Islam dalam perang Mu’tah. Sebagian sahabat menentang keras rencana ini, tetapi khalifah tidak peduli. Nyatanya ekspedisi itu sukses dan membawa pengaruh positif bagi umat Islam, khususnya di dalam pembangkitan kepercayaan diri mereka yang nyaris pudar.
Wafatnya nabi mengakibatkan beberapa masalah bagi masyarakat muslim. Beberapa orang Arab yang lemah imannya justru menyatakan Murtad, yaitu keluar dari Islam. Mereka melepaskan kesetiaaan dengan menolak memeberikan baiat kepada khalifah yang baru dan bahkan menentang agama Islam, karena mereka menganggap bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama Muhammad dengan sendirinya batal disebabkan kematian nabi.
Maka tidaklah mengherankan dengan banyaknya suku arab yang melepaskan diri dari ikatan agama islam. Mereka adalah orang-orang yang baru memasuki Islam. Belum cukup waktu bagi nabi dan para sahabatnya untuk mengajari mereka prinsip-prinsip keimanan dan ajaran Islam. Memang, suku-suku Arab dari padang pasir yang jauh itu telah datang kepada nabi dan mendapat kesan mendalam tentang Islam, tetapi mereka hanyalah setitik ari di samudera, di dalam waktu beberapa bulan tidaklah mungkin bagi nabi dapat mengatur pendidikan atau latihan yang efektif untuk masyarakat yang tersebar di wilayah-wilayah yang sangat luas dengan sarana komunikasi yang sangat minim pada saat itu.
Mereka melakukan riddah,yaitu gerakan pengingkaran terhadap Islam. Riddah berarti murtad, beralih agama dari islam ke kepercayaan semula, secara politis merupakan pembangkangan (distortion) terhadap lenbaga khalifah. Sikap mereka adalah perbuatan maker yang melawan agama dan pemerintah sekaligus.
Oleh karena itu, khalifah dengan tegas melancarkan operasi pembersihan terhadap mereka. Mula-mula hal itu dimaksudkan sebagai tekanan untuk mengajak mereka kembali ke jalan yang benar, lalu berkembang menjadi perang perang merebut kemenangan. Tindakan pembersihan juga dilakukan untuk menumpas nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat.
Selama tahun-tahun terakhir kehidupan Nabi SAW, telah muncul nabi-nabi palsu di wilayah Arab bagian selatan dan tengah. Yang pertama mengaku dirinya memegang peran kenabian muncul di Yaman, ia bernama Aswad Ansi. Berikutnya adalah  Musailamah Al-Kadzab, yang menyatakan bahwa nabi Muhammad telah mengangkat dirinya  sebagai mitra (partner) di dalam kenabian. Penganggap lainnya adalah Tulaihah dan Sajjah Ibnu Haris, seorang wanita dari Arab tengah.[2]
Adapun orang-orang yang tidak mau membayar zakat, di antaranya karena mereka mengira bahwa zakat adalah serupa pajak yang dipaksakan dan penyerahannya ke perbendaharaan pusat di Madinah yang sama artinya dengan ‘penurunan kekuasaan’; suatu sikap yang tidak disukai oleh suku-suku Arab karena bertentangan dengan karakter mereka yang independen.[3] Alasan lainnya adalah dan ini menempati golongan yang terbesar disebabkan karena kesalahan memahami ayat Al-qur’an yang menerangkan mekanisme pemungutan zakat (Surah At-Taubah:301).  Mereka menduga bahwa hanya nabi yang berhak memungut zakat, yang dengan kesalahan itu seseorang dapat dihapus dan dibersihkan.
Penumpasan terhadap orang-orang murtad dan para pembangkang tersebut terutama setelah mendapat dukungan dari suku Gatafan yang kuat ternyata banyak menyita konsentrasi khalifah, baik secara moral maupun politik. Situasi keamanan negara Madinah menjadi kacau sehingga banyak sahabat, tidak terkecuali Umar yang dikenal keras menganjurkan bahwa dalam keadaan yang sangat kritis lebih baik jika mengikuti kebijakan yang lunak. Terhadap ini khalifah menjawab dengan marah: “Kalian begitu keras di masa Jahiliah, tetapi sekarang setelah islam, kalian menjaddi lemah. Wahyu-wahyu Allah telah berhenti dan agama kita telah memperoleh kesempurnaan. Kini haruskah Islam dibiarkan rusak dalam masa hidupku? Demi Allah, seandainya merek menahan sehelai benang pun (ari zakat) saya akan memerintahkan untuk memerangi mereka,”
Dalam memerangi kaum murtad, dar kalangan kaum muslimin banyak hafizh (penghafal Alqur’an) yang tewas. Dikarenakan karena mereka hafizh Alquran, Umar menjadi cemas dan khawatir jika angka kematian itu bertambah. Oleh karena itu ia menasehati Abu Bakar untuk membuat suatu “kumpulan” Alquran. Awalnya Abu Bakar ragu Karena tidak menerima otoritas dari nabi, tetapi kemudian ia setuju dan menugaskan Zaid bin Tsabit. Munurut As-Suyuti, pengumpulan Alquran ini merupakan jasa besar dari khalifah Abu Bakar.[4]
Peperangan melawan para pengacau itu meneguhkan kembali khalifah Abu Bakar sebagai “penyelamat Islam”. Beliau berhasil menyelamatkan Islam yang kacau dan hampir hancur pada saat itu, beliau juga nerhasil membuat Islam kembali memperoleh kesetiaan dari seluruh jazirah Arab. Setelah Islam kembali tertib, Abu Bakar mengalihkan perhatiannya untuk memperkuat perbatasan dengan wilayah Persia dan Bizantium, yang akhirnya menyebabkan peperangan terhadap keduanya.
Pergolakan besar telah terjadi pada saat itu,tentara Islam dibawah pimpinan Musanna dan Khalid bin Walid dikirim ke Irak dan menakhlukkan Hirah.[5] Bangsa Romawi (Bizantium) yang memang mempunayai misi untuk menghancurkan dan menguasai Islam bersekongkol dengan Arab pedalaman (Badui) dan mendapat dukungan dari orang Persia untuk melawan kaum muslim. Oleh karena itu, Khalifah mengirim pasukan besar-besaran ke Syiria yang dipimpin oleh empat panglima sekaligus, yaitu Abu Ubaidah, Yazid bin Abu Sufyan, Amr bin Ash, dan Syurahbil, karena umat Islam Arab memandang Syiria sebagai  bagian integral dari semenanjung Arab. Negeri itu didiami oleh oleh suku bangsa Arab yang berbicara dengan menggunakan bahasa Arab. Dengan demikian, baik untuk keamanan umat Islam (Arab) juga demi pertalian nasional dengan orang-orang Syiria adalah sangat penting bagi kaum muslimin (Arab).
Ketika pasukan Islam sedang mengancam Palestina dan Irak, Kerajaan Hirah telah meraih beberapa kemenangan yang memungkinkan bagi mereka untuk kemenangan berikutnya. Khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada hari Senin, 23 Agustus 624 M setelah lebih kurang 15 hari terbaring ditempat tidur. Beliau wafat pada usianya yang ke 63 tahun dan kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 3 bulan 11 hari.
Masa Khalifah Umar bin Khatab
Ketika pemerintahan berada di tangan Umar bin Khaththab dan wilayah negara Islam bertambah  luas, mencapai wilayah kekaisaran Romawi di Barat dan Persia di timur, sumber penghasilan negara pun tidak terbatas pada zakat dan ghanimah, namun telah merambah pada pajak dan jizyah (pajak orang-oranf kafir). Maka beliau pun melakukan pengaturan sumber keuangan negara tersebut dengan mendirikan lembaga yang bernama Baitul Mal. Sebagai lembaga pembendaharaan Negara, Baitul Mal  melakukan pencatatan jenis-jenis sumber dana yang masuk dan pengeluarannya, seperti pembayaran gaji pegawai, baik sipil maupun militer dan pembiayaan negara yang lain.[6]
Menurut Ibnu Kaldun, Khalifah Umar bin Khatab (13 H/634 M) membentuk Dewan Ekonomi dengan tugas sebagai berikut:
1.      Mendirikan Baitul Mal (kantor bendahara negara), menempa uang, membentuk tentara untuk menjaga dan melindungi tapal batas, mengadur ngaji, mengangkat hakim-hakim, mengatur perjalanan pos, dan lain-lain.
2.      Mengadakan dan menjalankan hisbah.
3.      Memperbaiki dan mnegadakan perubahan terhadap peraturan yang telah ada.

A.    Pendirian lembaga baitul maal
Pada tahun 16 H, bangunan lembaga baitul maal pertama kali didirikan dengan Madinah sebagai pusatnya. Dan didirikan juga cabang-cabang di ibu kota provinsi. Untuk menangani lembaga tersebut, Khalifah Umar bin Khatab menunjuk Abdullah bin Irqam sebagai bendahara negara dengan Abdurrahman bin Ubaid al-Qori sebagai wakilnya.
Khalifah Umar bin Khattab juga membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola baitul maal. Ditingkat propinsi, pejabat yang bertanggung jawab terhadap harta umat tidak  bergantung kepada gubernur dan mereka mempunyai otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya serta bertanggungjawab langsung kepada pemerintah pusat.
            Untuk mendistribusikan baitul mal, Khalifah Umar bin Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:
a.       Departemen pelayanan militer
b.      Departemen kehakiman eksekutif
c.       Departemen pendidikan dan pengembangan Islam
d.      Departemen jaminan sosial
Dan pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar mengklasifikasikan pendapatan negara menjadi empat bagian. Yaitu:
1.      Pendapatan zakat dan pajak tanah.
2.      Pendapatan khums dan sedekah.
3.      Pendapatan kharaj, fa’i, jizyah, pajak perdagangan, dan sewa tanah.
4.      Pendapatan lain-lain.
Diantara alokasi dana pendapatan baitul mal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Dengan kata lain dana pensiun ini sama halnya dengan gaji regular angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang- orang yang telah berjasa.
Sementara itu, dana pertahanan negara digunakan untuk membeli sarana dan prasarana militer, seperti perlengkapan perang dan pembangunan markas militer. Sedangkan dana pembangunan digunakan untuk sektor pertanian dan perdagangan, pembangunan jaringan terowongan, dan berbagai fasilitas umum lainnya yang dapat menunjang kelancaran akitivitas perekonoian dan kesejahteraan masyarakat umum.

Daftar pustakanya dari pembahasan diatas.
Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan di Negara Khilafah, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002
Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2008




[1] Ibnu Hisyam,Sirah Ibnu Hisyam,jilid IV,Mesir: Mathaba’ah Mustafa Al-Babi Al-Halabi Wa Auladuh,1937,hlm 340-341.
[2] Amin Said,Nasy’atud Daulat Al-Islamiyah,hlm.210-211.
[3] Syed Mahmudunnasir,Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung:Rosda Karya,1991,hlm.163
[4] Jalaluddin As-Suyuti,Tarikh al-Khuafa,Beirut: Darul Fikr,1979,hlm. 67 dan 72
[5] Hirrah adalah sebuah kerajaan setengah Arab yang menyatakan kesetiaannya kepada kisra Persia, yang secara strategis sangat penting bagi umat islam dalam meneruskan penyebaran agama ke wilayah di belahan utara dan timur.
[6] Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer (Jakarta: Rajawali Pers, 2008),Hlm 405

0 komentar:

Posting Komentar