3 MAZHAB EKONOMI ISLAM KONTEMPORER
Mazhab Baqir as-sadr
Mazhab ini dipelopori oleh Baqir as-sadr dengan bukunya yang fenomenal yaitu Iqtishaduna (ekonomi kita). Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan dengan islam. Ekonomi tetap ekonomi dan islam tetap islam. Keduanya tidak akan pernah dapat dipersatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif.
Menurut mereka
perbedaan filosofi ini berdampak pada perbedaan cara pandang keduanya dalam
melihat masalah ekonomi. Menurut ilmu ekonomi, masalah ekonomi muncul
karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas dan ketersediaan sumberdaya
yang terbatas. Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, karena menurut mereka Islam
tidak mengenal sumberdaya yang terbatas. Seperti yang ada di dalam
Alquran ” Sungguh telah kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang
setepat-tepatnya (54:49). Oleh karena itu segala sesuatunya telah terukur
dengan sempurna, Allah telah memberikan sumberdaya yang cukup bagi seluruh
manusia di dunia. Pendapat bahwa keinginan manusia tidak terbatas juga
ditolak. Contohnya Manusia akan berhenti minum jika dahaganya telah
terpuaskan.
Mazhab Baqir
berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya distribusi yang tidak
merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang membolehkan exploitasi dari
pihak yang kuat terhadap yang lemah. Dimana yang kuat memiliki akses
terhadap sumberdaya sehingga menjadi sangat kaya sedangkan yang lemah tidak
meiliki akses ke sumberdaya sehingga menjadi sangat miskin. Oleh karena
itu masalah ekonomi bukan karena sumberdaya yang terbatas tetapi karena
keserakahan manusia yang tidak terbatas.
Oleh karena itu
menurut mazhab ini istilah ekonomi islami adalah istilah yang menyesatkan dan
kontradiktif. Sebagai gantinya ditawarkan dengan istilah yang berasal dari
filosofi islam yaitu Iqtishad, yang secara harfiah berarti keadaan sama
seimbang.
Semua teori
yang dikembangkan oleh ilmu ekonomi konvensional ditolak dan dibuang.
Sebagai gantinya maka disusunlah teori-teori ekonomi baru yang digali dari
Alquran dan Assunah.
Mazhab
Mainstream
Mazhab
mainstrean berbeda pendapat dengan mazhab Baqir. Mazhab ini justru setuju
bahwa masalah ekonomi muncul dikarenakan sumberdaya yang terbatas yang
dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Seperti yang
disabdakan Nabi Muhammad Saw. Bahwa manusia tidak akan pernah puas. Bila
diberikan emas satu lembah, ia akan meminta emas dua lembah. Bila diberikan dua
lembah maka dia akan meminta tiga lembah dan seterusnya sampai ia masuk kubur.
Dengan
demikian, pandangan mazhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya
dengan pandangan ekonomi konvensional. Perbedaannya terletak pada cara
menyelesaikan masalah tersebut. Dilema sumberdaya terbatas dihadapkan
dengan keinginan manusia yang tidak terbatas memaksa manusia itu melakukan
pilihan-pilihan atas keinginannya. Kemudian manusia membuat skala
prioritas dalam memenuhi keinginannya.
Dalam Ekonomi
konvensional pemilihan sekala prioritas berdasarkan selera masing-masing
pribadi. Manusia boleh mempertimbangkan tuntutan agama atau boleh juga
mengabaikannya. Tetapi dalam ekonomi islami pilihan tidak dapat dilakukan
semaunya, harus berdasarkan tuntunan Alquran dan Assunah.
Mazhab ini
berpendapat mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan oleh
bangsa dan budaya non islam tidak diharamkan. Nabi bersabda hikmah atau
ilmu itu bagi umat islam adalah ibarat barang yang hilang. Dimana saja
ditemukan maka umat islam paling berhak mengambilnya.
Mazhab
Alternatif – Kritis
Mazhab ini
mengkritik dua mazhab sebelumnya. Mazhab Baqir dikritik sebagai mazhab
yang berusaha menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya telah ditemukan oleh
orang lain. Menghancurkan teori yang lama dengan menggantinya dengan
teori yang baru. Sedangkan mazhab mainstream dikritiknya sebagai jiplakan
dari ekonomi neoklasik dengan menghilangkan variabel riba dan memasukkan
variabel zakat dan niat.
Mazhab ini
adalah mazhab kritis. Meraka berpendapat bahwa analisis kritis bukan saja
harus dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga terhadap
ekonomi islam itu sendiri. Mereka meyakini bahwa Islam itu benar tetapi
ekonomi islami belum tentu benar karena ekonomi islami adalah hasil tafsiran
manusia atas Alquran dan Assunnah.
Oleh karena itu
nilai kebenarannya tidaklah mutlak. Teori-teori yang diajukan oleh
ekonomi islami harus selalu diuji kebenarannya sebagaimana yang dilakukan
terhadap ekonomi konvensional.
0 komentar:
Posting Komentar