EnglishFrenchGermanSpainItalianDutch

RussianPortugueseJapaneseKoreanArabic Chinese Simplified

Selamat Datang di Websiteku | Sebuah web yang berisikan segudang Ilmu yang bermanfaat silahkan baca Tulisan Inspiratif Yang semoga saja dapat memberikan Ilmu dan pemahaman baru bagi para pembaca | Jangan Lupa Like dan Tinggalkan Pesan Anda Pada Kotak Pesan Disamping Kanan |

Its My life

Selama Aku Masih Bernafas dan Selama Mentari Esok Masih Terbit, Selama Itu Aku Harus Berusaha Menjadi Lebih Baik Lagi untuknya

Its My Mom

Mungkin kalian takan pernah sadar bila kesuksesan yang kalian raih saat ini adalah do'a terbaik yang telah ibu kalian berikan.

Duniaku Sangatlah Luas

Apa Yang Aku Baca, Apa Yang Aku Liat dan Apa Yang Dengar Membuatku Mampu Melihat Luasnya Dunia.

This is My Memory

Kenangan Indah Yang Takan Terlupakan Meskipun Sangat Sulit Bersatu, Namun Akhirnya Kita Bersatu Teman.

This is Best Friend 4Rever

Sahabat Itu Saling Memahai dan Saling Mengerti Tanpa Harus Dipahami dan Dimengerti Itulah Sahabat Sejati.

Minggu, 30 November 2014

Lighting Effect


HOBI MANIPULASI SEBUAH FOTO, boleh mempelajari teknik ini
Teknik ini saya beri nama dengan lighting effect dimana saya akan memberikan one
manipulation trick for lighting effect.

Langkah 1:
1. Buka Photoshop Pada Kompter anda
2. buka Photo file latihan anda (ctrl + O)
3. Pilih Photo anda

4. potong Photo tersebut dengan menggunakan pen tool

5. Hasi pemotongan photo tersebut adalah seperti Gambar diatas.

Langkah 2:
1. Buka cat air yang dibutuhkan, kemudian drag cat air tersebut kepada lembar kerja utama.
2. Lalu seleksi cat air tersebut dengan menggunakan magig want tool pada layer warna cat air tersebut. kemudia tekan delet. maka hasilnya sebagai berikut:

Untuk menghilangkan seleksi Gunakan D-selet

3. Ulangi langkah tersebut sampai menjadi seperti berikut ini:


tips:
untuk memadukan
antara cat air dan
dan baju gunakan
erase tool dengan
pilihan yang lembut
sehingga terlihat
menyatu.










Langkah 3
1.Masukan background dan
2.Letakan dilayer paling bawah.
3. Maka hasil semesntara akan seperti ini:


Langkah 4:
1. Buatlah layer baru dengan nama Shadow
2. Buatlah seleksi pada layer 0- Layer 5 pada layer Shadow tersebu Dengan menekan CTRL + Shif t+ Layer 0 - layer 5.
3. Kemudian isi dengan warna hitam dengan menggunakan paint bucket tool berwana h i t a m p a d a s e l e k s i t e r s e b u t

4. Jangan khawatir lembar kerja menjadi hitam. drag layer back groun dibawah layer 0
5. Kemudian rubah resize pada layer shadow dengan menekan CTRL + T. kemudian perbesar kearah keribawah seperti bayangan.
6. Lalu pada layer Shadow Ubah opacyti dari 100 % - 35 %


Langkah 5
1. Buat layer barudan beri nama lighting
2. Fill layer tersebut dengan warna hitam
3. kemudian beri efek Lens flare dengan
cara: Filter > Render > Lens flare
4. Letakkan objek cahaya pada posis
kanan atas
5. kemudian brightness 142 %

















Langkah 6:
1.Ubah blending mode pada layer lighting dari normal menjdi scren. maka hasilnya

FINAL RESULT

ALOKASI BIAYA

MAKALAH ALOKASI BIAYA
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Alokasi Biaya
Alokasi biaya merupakan salah satu isu penting dalam akuntansi manajemen. Bagaimana biaya-biaya yang terjadi di dialokasikan ke objek biaya, seperti produk, kelompok pelanggan, aktivitas, dan divisi.
Perusahaan biasanya membedakan antara departemen operasi atau produksi (operating departement) dan departemen jasa (supporting departemen). Departemen operasi merupakan departemen yang secara langsung memberikan nilai tambah kepada produk atau jasa. Sementara departemen jasa merupakan departemen yang memberikan jasa yang membantu departemen internal lainnya, baik departemen operasi maupun departemen jasa yang lain.
Dalam alokasi biaya akan mengalokasikan biaya-biaya yang terjadi di departemen jasa (supporting department) ke departemen produksi dan akhirnya dialokasikan ke produk atau jasa yang dihasilkan. Proses alokasi biaya ini memerlukan pemilihan dasar alokasi biaya (cost driver) yang tepat. Dalam jangka panjang, penetapan harga jual suatu produk harus mampu menutup seluruh biaya yang terjadi di perusahaan, baik yang terjadi di departemen jasa maupun di departemen produksi. Oleh karena itu, akuntan sering kali menghitung biaya produk atau jasa didasarkan pada biaya penuh (full cost).
Biaya langsung (direct cost) merupakan biaya yang secara langsung dapat ditelusuri ke objek biaya dalam hal ini produk atau jasa. Tetapi biaya tidak langsung (indirect cost) memiliki sifat tidak dapat ditelusuri secara langsung ke objek biaya dalam hal ini produk atau jasa, sehingga harus dialokasikan ke produk atau jasa dalam rangka menghitung seluruh biaya.
Berdasarkan survey menurut Horngren, Datar, Foster terdapat beberapa alasan mengapa perusahaan melakukan alokasi biaya, diantaranya:
1. Untuk menghitung biaya produk atau jasa.
2. Untuk mengevaluasi dan mengingatkan divisi pusat laba (profit centre) bahwa biaya tidak langsung ada dan keuntungan pada divisi pusat laba (profit centre) harus mampu menutup biaya perusahaan (corporate cost) tidak hanya biaya yang terjadi pada divisinya saja.
3. Untuk Merangsang divisi pusat laba untuk menggunakan jasa internal secara efisien.

B. Tujuan Alokasi Biaya
1. Tujuan Alokasi Biaya
a. Memotivasi manajer untuk berprestasi pada suatu tingkat usaha yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan manajemen puncak
b. Memberikan insentif yang benar bagi para manajer-manajer untuk membuat keputusan-keputusan yang konsisten dengan tujuan-tujuan manajemen puncak
c. Secara adil menentukan reward yang diperoleh oleh manajer-manajer atas usaha dan keterampilan mereka dan untuk keefektifan pembuatan keputusan mereka

2. Peran-Peran Strategi Dan Etis Dari Alokasi Biaya
Sejumlah isu-isu strategi dan etis penting dalam alokasi biaya:
a. Isu etis muncul pada saat biaya dialokasikan untuk produk atau jasa yang dihasilkan untuk suatu pasar kompetitif maupun suatu agen umum atau departemen pemerintah. Metode pengalokasian biaya dengan mengubah biaya-biaya manufaktur dari produ-produk yang kompetitif kepada produk-produk cost-plus
b. Isu kedua dan berhubungan dalam menerapkan metode-metode alokasi biaya adalah keadilan atau isu yang muncul pada saat pemerintah memberikan penggantian biaya-biaya suatu lembaga swasta atau pada saat pemerintah menyediakan suatu jasa untuk suatu ongkos kepada umum
3. Alokasi Biaya Departemen Jasa Dan Produksi
a. Tahap pertama: Alokasi Awal pada departemen-departemen
Tahap pertama dalam alokasi biaya departemental memiliki dua bagian:
1) Untuk melacak biaya-biaya manufaktur langsung dalam pabrik pada masing-masing departemen jasa dan produksi yang menggunakannya
2) Untuk mengidentifikasi biaya-biaya manufaktur tidak langsung dalam pabrik dan mengalokasikannya pada masing-masing departemen jasa dan produksi.

b. Tahap kedua: Alokasi Biaya-biaya departemen jasa pada departemen produksi Terdapat tiga metode untuk mengalokasikan biaya-biaya departemen jasa.
1) Metode langsung
2) Metode bertahap (the step method)
3) Metode timbal balik

c. Tahap ketiga : Alokasi pada produk-produk
Untuk tahap ketiga, mengalokasikan biaya-biaya departemen produksi pada produk-produk

4. Isu-isu implementasi
Keempat isu yang harus dipertimbangkan pada saat menggunakan metode-metode alokasi biaya departemen adalah:
a. Kesulitan dalam menentukan suatu dasar alokasi yang sesuai
b. Memisahkan biaya-biaya variabel dan tetap (disebut sebagai deal allocation)
c. Menggunakan jumlah-jumlah yang dianggarkan daripada senyatanya
d. Kasus-kasus pada saat biaya-biaya yang dialokasikan melebihi harga pembelian luar

5. Penentuan Biaya Produk Bersama
a. Produk bersama adalah produk-produk dari proses produksi yang sama yang memiliki nilai-nilai penjualan yang relatif besar.
b. Produk sampingan adalah produk-produk yang nilai penjualan totalnya kecil jika dibandingkan dengan nilai penjualan produk bersama diklasifikasikan
c. The split off point adalah titik dalam proses produksi mana prduk bersama individual dapat diidentifikasikan untuk pertama kalinya
d. Additional Procesing costs atau separable cost adalah biaya-biaya tambahan yang muncul setelah titik split off dapat diidentifikasikan secara langusng dengan produk-produk individual
Metode yang paling sering digunakan untuk mengalokasikan joint costs pada produk bersama adalah:
1. Physical measures
Menggunakan suatu ukuran fisik seperti poin, galon, yard, atau unit-unit atau volume yang dihasilkan pada titik split off untuk mengalokasikan joint costs pada produk bersama.

Keunggulan:
a. Mudah untuk digunakan
b. Kriteria untuk alokasi joint costnya bersifat obyektif

Keterbatasan:
a. Mengabaikan kemampuan menghasilkan penerimaan dari produk-produk individual yang dapat sangat bervariasi diantara produk bersama
b. Keunikan dari masing-masing produk

2. Sales value
Metode ini mengalokasikan biaya bersama ke produk bersama berdasarkan nilai jual relatif pada saat terpisah.
Keunggulan:
a. Mudah untuk diperhitungkan
b. Dialokasikan menurut penerimaan produk individual

Keterbatasan:
a. Dalam beberapa industri harga-harga pasanya terus menerus berubah
b. Harga penjualan pada slit off mungkin tidak tersedia karena pemrosesan tambahan diperlukan sebelum produk tersebut dapat dijual.

3. Net realizable values
Nilai penjualan produk yang diperkirakan pada titik split offf, dibuat dgb mengurangkan biaya-biaya pemrosesab dan penjualan tambahan diatas titik slit off dari nilai penjualan mutlak produk.

Keunggulan:
Metode ini menghasilkan alokasi profitabilitas yang dapat diperkirakan dan dapat diperbandingkan
Keterbatasan:
Metode ini kurang objektif karena nilai penjualan menggunakan suatu harga pasar yang obyektif pada split off.

C. METODE ALOKASI BIAYA
Terdapat tiga metode untuk mengalokasikan biaya departemen jasa ke departemen produksi, yaitu: 1. Metode Langsung (Direct Methode)
Alokasi biaya dilakukan hanya dengan menggunakan aliran-aliran jasa pada departemen-departemen produksi dan menentukan bagian dari setiap jasa yang digunakan departemen produksi. Metode ini paling banyak digunakan karena lebih sederhana dibanding dengan metode lainnya. Dalam metode ini, biaya-biaya yang terjadi di departemen jasa dialokasikan secara langsung ke departemen operasi tanpa memperhatikan jasa yang diberikan ke departemen jasa lainnya. Dengan kata lain, metode ini tidak mempertimbangkan hubungan timbal balik jasa yang diberikan diantara departemen jasa yang lain.
Gambar 1 Metode Langsung

Dari gambar 1 diatas, biaya-biaya yang terjadi di departemen jasa 1 dan departemen jasa 2
langsung dialokasikan ke departemen operasi 1 dan departemen operasi 2.

2. Metode Bertahap (Step Methode)
Dalam metode ini, salah satu departemen jasa akan dipilih untuk dialokasikan seluruh biayanya ke departemen jasa yang lain dan ke departemen operasi. Pemilihan departemen jasa yang pertama kali dipilih untuk dialokasikan didasarkan pada departemen jasa mana yang memberikan jasa lebih besar ke departemen jasa lainnya.
Metode ini menggunakan suatu urutan langkah (the step method) dalam alokasi biaya-biaya departemen jasa pada departemen-departemen produksi.
a. Langkah pertama: Salah satu dari departemen jasa dipilih untuk dialokasikan sepenuhnya, artinya, departemen-departemen jasa lain sebagaimana juga pada masing-masing departemen-departemen produksi.
b. Langkah kedua: Departemen jasa duadialkoasikan pada kedua departemen produksi dengan menggunakan metode langsung.

Gambar 2 Metode Bertahap
Dari gambar 2 diatas, departemen jasa 1 dialokasikan pertama kali biayanya ke departemen jasa 2 dan ke departemen operasi 1 dan departemen operasi 2, kemudian departemen jasa 2 mengalokasikan seluruh biayanya ke departemen operasi 1 dan 2.

3. Metode Timbal Balik (Resiprocal Methode)
Dalam metode ini mempertimbangkan hubungan timbal balik jasa yang diberikan antara satu departemen jasa dengan departemen jasa lainnya. Berbeda dengan metode bertahap dimana departemen jasa 1 yang dialokasikan pertama kali tidak menerima kembali biaya dari departemen jasa 2. Sementara dalam metode timbal balik semua departemen jasa akan saling menerima biaya dari departemen jasa lainnya tergantung dari jasa yang diterimanya.
Metode ini memperhitungkan semua reciprocal flow antara departemen-departemen jasa. Ini didukung dengan menggunakan persamaan-persamaan simultan: aliran-aliran resiprok secara bersama-sama ditentukan dalam suatu sistem persamaan

Gambar 3 Metode Timbal Balik

Dalam gambar 3 diatas, departemen jasa 1 menerima biaya dari departemen jasa 2, begitu juga departemen jasa 2 menerima biaya dari departemen jasa 1.

  BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Alokasi biaya merupakan salah satu isu penting dalam akuntansi manajemen. Bagaimana biaya-biaya yang terjadi di dialokasikan ke objek biaya, seperti produk, kelompok pelanggan, aktivitas, dan divisi.
Tujuan alokasi Biaya:
1. Memotivasi manajer untuk berprestasi pada suatu tingkat usaha yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan manajemen puncak
2. Memberikan insentif yang benar bagi para manajer-manajer untuk membuat keputusan-keputusan yang konsisten dengan tujuan-tujuan manajemen puncak
3. Secara adil menentukan reward yang diperoleh oleh manajer-manajer atas usaha dan keterampilan mereka dan untuk keefektifan pembuatan keputusan mereka

Metode alokasi biaya:
1. Metode langsung
2. Metode bertahap
3. Metode timbale balik

DAFTAR PUSTAKA

Ahyari, Agus.2002.Anggaran Perusahaan pendekatan kuantitatif.Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta

Mardiasmo.2002.Akuntansi Sektor Publik.Yogyakarta: Andi offset

Sadeli, Lili M dan Bejo Siswanto.2003.Akuntansi Manajemen.Jakarta : Bumi Aksara

Samryn.2001.Akuntansi Manajerial.Jakarta:Raja Grafindo Persada

HAK, KEWAJIBAN DAN KEADILAN

MAKALAH HAK, KEWAJIBAN DAN KEADILAN
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HAK
A. Pengertian dan Macam-Macam Hak
Hak dapat diartikan wewenang dan kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu, hak juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantaraan akalnya, perlawanan dengan kekuasan atau kekuasaan fisik untuk mengakui wewenang pada pihak lain.
Dalam pada itu Poedjawijatna mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hak ialah semacam milik, kepunyaan, yang tidak hanya merupakan benda saja, melainkan pula tindakan, pikiran dan hasil pikiran itu.
Di dalam Al-Qur’an kita jumpai juga kata al-haqq, namun pengertiannya agak berbeda dengan pengertian hak yang dikemukakan di atas. Jika pengertian hak di atas lebih mengacu kepada semacam hak memiliki, tetapi al-haqq dalam Al-Qur’an bukan itu artinya. Kata memiliki yang merupakan terjemahan dari kata hak tersebut di atas dalam bahasa Al-Qur’an disebut memiliki dan orang yang menguasainya disebut malik.
Pengertian al-haqq dalam Al-Qur’an sebagaimana dikemukakan al-Raghib al-Asfahani adalah al-muthabaqah wa al-muwafaqah artinya kecocokan, kesesuaian dan kesepakatan, seperti cocoknya kaki pintu sebagai penyangganya.
Dalam perkembangan selanjutnya al-haqq dalam Al-Qur’an digunakan untuk empat pengertian. Pertama, untuk menunjukkan terhadap pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah, seperti adanya Allah disebut sebagai al-haqq karena Dialah yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah dan nilai bagi kehidupan. Penggunaan al-haqq dalam arti yang demikian dapat dijumpai pada contoh ayat yang berbunyi :

       Kemudian kembalilah kamu sekalian kepada Allah. Dialah Tuhan Mereka yang haq. (Qs. Al-An’am, 6:62)

Kedua, kata al-haqq digunakan untuk menunjukkan kepada sesuatu yang diadakan yang mengandung hikmah. Misalnya Allah SWT menjadikan matahari dan bulan dengan al-haqq, yakni mengandung hikmah bagi kehidupan. Penggunaan kata al-haqq seperti ini dapat dijumpai misalnya pada ayat yang berbunyi :
      Allah tidak menciptakan yang demikian itu (matahari dan bulan) kecuali dengan haq. (Qs. Yunus, 10:5)

Ketiga kata al-haqq digunakan untuk menunjukkan keyakinan (i’ tiqad) terhadap sesuatu yang cocok dengan jiwanya, seperti keyakinan seseorang terhadap adanya kebangkitan di akhirat, pahala, siksaan, surga dan neraka. Penggunaan kata al-haqq seperti ini dapat dijumpai pada contoh ayat yang berbunyi :
         Maka Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman terhadap apa yang mereka perselisihkan dari haq. (QS. Al-Baqarah, 2:213).

Keempat, kata al-haqq digunakan untuk menunjukkan terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan menurut kadar atau porsi yang seharusnya dilakukan sesuai keadaan waktu dan tempat. Penggunaan kata al-haqq yang demikian itu sejalan dengan ayat yang berbunyi :

        Dan seandainya al-haqq itu menuruti hawa nafsunya, maka terjadilah kerusakan langit dan bumi. (QS. Mu’minun, 23:71)

Pengertian hak dalam arti memiliki sesuatu dan dapat menggunakan sekehendak hatinya, dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-milk. Misalnya pada ayat yang berbunyi :

                       Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.(QS. Al-Furqon, 25:3)
Pada ayat tersebut kata al-milk dihubungkan dengan kemampuan untuk menolak kemudharatan dan mengambil manfaat. Arti inilah yang digunakan dalam tulisan ini.

B. Macam-macam dan Sumber Hak
Ada bermacam-macam hak, tidak sama luas dan kuatnya. Ada dua faktor yang mempengaruhi macam-macam hak. Pertama faktor yang merupakan hal (obyek) yang dihakki (dimiliki) yang selanjutnya disebut hak obyektif. Hak ini baik bersifat fisik maupun non fisik. Kedua, faktor orang (subyek) yang berhak, yang berwenang untuk bertindak menurut sifat-sifat itu, yang selanjutnya disebut subyektif.
Dalam kajian akhlak, tampaknya hak subyektiflah yang mendapatkan perhatian, yaitu wewenang untuk memiliki dan bertindak. Disebut wewenang bukan kekuatan, karena mungkin saja wawenang (hak) itu tidak dapat dilaksanakan karena ada kekuatan lain yang menghalanginya. Semua hak itu tidak dapat diganggu gugat, karena merupakan hak asasi yang secara fitrah telah diberikan Tuhan kepada manusia. Karena yang dapat mencabut hak-hak tersebut hanyalah Tuhan. Contoh : Hak asasi manusia itu dalam sejarah dan masyarakat sering diperkosa, atau diperlakukan secara diskriminatif. Terhadap kelompok yang satu diberikan kebebasan untuk menyatakan pikiran dan melakukan usahanya dibidang materi, sedangkan pada kelompok yang lainnya dibatasi dan tidak diberikan peluang untuk berusaha.

Hak-hak yang peting dalam garis besarnya
Hak Hidup
Tiap-tiap manusia mempunyai hak hidup, akan tetapi karena kehidupan manusia itu secara bergaul dan bermasyarakat, maka sudah seadilnya bila seseorang mengorbankan jiwanya untuk menjaga hidupnya masyarakat apabila dipandang perlu, sebagaimana bila suatu bangsa diserang oleh bangsa lain dengan maksud menjajah, dan ini adalah keadaan yang jarang terjadi. Adapun selain itu, maka hak hidup itu adalah hak yang suci yang tidak dapat diberikan untuk keperluan sesuatu yang lain. Hak ini, meskipun telah jelas, tidak diperhatikan oleh sebagian bangsa yang masih mundur, seperti sebagian kabiah bangsa Arab umpamanya, pada masa dahulu menanam anak-anak perempuan hidup-hidup, karena malu dan menanam anak laki-laki hidup-hidup, karena takut jatuh miskin. Maka dahulu banyak pula bangsa-bangsa yang membunuh tawanan perang bila ada kesempatan. Diantara bangsa yang telah maju, hak hidup masih menghadapi bahaya, seperti di dalam bangsa yang memperkenankan perang tanding (duel).
Apabila manusia menghargai hak hidup dengan semestinya dan tambah maju mengartikannya, tentu mereka tidak akan berperang.
Hak hidup ini tidak akan mengenai kepada seluruh anggota masyarakat, kecuali bila mereka kecukupan alat hidupnya. Oleh karenanya hak hidup mengandung hak bekerja untuk menghasilkan alat-alat tersebut. Dan ahli-ahli politik dan ekonomilah yang dipertanggung jawabkan untuk menyelidiki soal ini, soal alat-alat hidup dan bagaimana supaya sampai cukup bagi masyarakat.
Hak hidup ini, sebagai hak-hak yang lain, menentukan dua kewajiban, wajib bagi yang berhak supaya menjaga hidupnya dan mempergunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan diri dan masyarakat, dan wajib bagi orang lain supaya menghormati hak ini dan tidak mengganggunya. Dan jikalau hak ini adalah hak yang suci, maka barang siapa mengganggunya dengan pembunuhan atau sebagainya, sewajarnya mendapat hukuman yang keras, dan terkadang tepatlah kalau ia dilenyapkan hak hidupnya.

Hak Kemerdekaan
Kata merdeka adalah kata samar-samar yang dipergunakan di dalam beberapa arti yang berbeda-beda, oleh karena itu marilah kita membatasinya. Kemerdekaan mutlak ialah bertindak dan berbuat menurut kehendaknya dengan tiada ada sesuatu yang menguasai kehendak dan perbuatannya.
Agar kita mengerti benar-benar arti kemerdekaan, perlu kita tuturkan macam-macamnya, lalu kita terangkan satu persatu. Adapun macam-macamnya yang terpenting ialah :
1) Kemerdekaan lawan dari pada perhambaan
2) Kemerdekaan bangsa-bangsa
3) Kemerdekaan kemajuan
4) Kemerdekaan politik


Hak Memiliki
Hak memiliki itu hampir menjadi bagian yang menyempurnakan hak kemerdekaan, karena manusia itu tidak dapat mempertinggi dirinya menurut kehendaknya, kecuali dengan memiliki alat-alatnya. Hak memiliki ini diadakan karena alat-alat hidup tidak cukup untuk keinginan tiap-tiap manusia, sehingga berebut-rebutan untuk mencapainya, dan cinta diri itu menghendaki memiliki sesuatu maka timbullah hak memiliki itu.

2.2 KEWAJIBAN
Hak itu merupakan wewenang dan bukan kekuatan, maka ia merupakan tuntutan, dan terhadap orang lain hak itu menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang lain. Dengan cara demikian orang lain pun berbuat yang sama pada dirinya, dan dengan demikian akan terpeliharalah pelaksanaan hak asasi manusia itu.
Dengan demikian masalah kewajiban memegang peranan penting dalam pelaksanaan hak. Namun perlu ditegaskan di sini bahwa kewajiban di sinipun bukan merupakan keharusan fisik tetapi tetap berwajib, yaitu wajib yang berdasarkan kemanusiaan, karena hak yang merupakan sebab timbulnya kewajiban itu juga berdasarkan kemanusiaan. Dengan demikian orang yang tidak memenuhi kewajibannya berarti telah memperkosa kemanusiannya. Sebaliknya orang yang melaksanakan kewajiban berarti telah melaksanakan sikap kemanusiannya.
Di dalam ajaran Islam, kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’, yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat kan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapatkan siksa.
Kewajiban adalah suatu tindakan yang harus dilakukan oleh setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai makhluk individu, sosial dan tuhan.

Kewajiban-kewajiban yang terpenting :
Kewajiban Manusia Kepada Allah
Di dalam dunia ini adalah suatu kekuatan yang tidak tertampak, tetapi yang menggerakkan dunia dan mengaturnya. Dia adalah sebab adanya dunia ini dan tetapnya; dia adalah rahasia apa yang dapat kita lihat dari ketertiban yang kerapihan, peraturan-peraturan yang tidak berganti-ganti dan gejala yang datang dengan teratur.
Kepada kekuatan ini kita berhutang budi dan segala sesuatu, dengan hidup kita, kesehatan, perasaan dan dengan segala kesenangan hidup dan keni’matannya yang beraneka warna.

Kewajiban Manusia Kepada Bangsanya (Kebangsaan)
Kebangasaan adalah kecintaan manusia kepada negerinya, tanah orang tua dan nenek moyangnya. Kita cinta kepada negeri kita, karena di antara kita dan negeri tersebut ada hubungan yang erat. Kita menghirup udaranya dan hidup diantara ummatnya. Udara dan tanahnya membentuk kita, sehingga undang-undangnya menjadi adat kebiasaan kita, dan cara makan, berbicara dan berpakaian menjadi cara kita. Kita rindu kepadanya bila kita meninggalkannya, dan gembira berdekatan kepadanya, kita mulia karena kemualiannya dan kita sakit karena rendah dan hinanya.
Tiap-tiap manusia dapat berkhidmad kepada tanah airnya dengan beberapa jalan :
1) Membela negeri bila diserang atau hendak dilanggar kemerdekaanya.
2) Membaktikan hidupnya untuk berkhidmat kepada negeri.

2.2 KEADILAN
Sejalan dengan adanya hak dan kewajiban tersebut di atas, maka timbul pula keadilan. Poedjawijatna mengatakan bahwa keadilan adalah pengakuan dan perlakuan terhadap hak (yang sah). Sedangkan dalam literatur Islam, keadilan dapat diartikan istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan akal yang dikonsentrasikan dengan agama. Masalah keadilan ini secara panjang lebar telah dibahas di atas, dan ditempatkan dalam teori pertengahan sebagai teori yang menjadi induk timbulnya akhlak yang mulia.
Mengingat hubungan hak, kewajiban dan keadilan demikian erat, maka di mana ada hak, maka ada kewajiban, dan dimana ada kewajiban maka ada keadilan, yaitu menerapkan dan melaksanakan hak sesuai dengan tempat, waktu dan kadarnya yang seimbang. Demikian pentingnya masalah keadilan dalam rangka pelaksanaan hak dan kewajiban ini, Allah berfirman :
•            
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. (QS. Al-Nahl, 16:90)
Ayat tersebut menempatkan keadilan sejajar dengan berbuat kebajikan, memberi makan kepada kaum kerabat, melarang dari berbuat yang keji dan munkar serta menjauhi permusuhan. Ini menunjukkan bahwa masalah keadilan termasuk masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak sebagai suatu kewajiban moral.

2.4 HUBUNGAN HAK, KEWAJIBAN DAN KEADILAN
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa yang disebut akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, mendarah daging, sebenarnya dan tulus ikhlas karena Allah. Hubungan dengan hak dapat dilihat pada arti dari hak yaitu sebagai milik yang dapat digunakan oleh seseorang tanpa ada yang dapat menghalanginya. Hak yang demikian itu merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak harus dilakukan oleh seseorang sebagai haknya.
Akhlak yang mendarah daging itu kemudian menjadi bagian dari kepribadian seseorang yang dengannya timbul kewajiban untuk melaksanakannya tanpa merasa berat. Sedangkan keadilan sebagaimana telah diuraikan dalam teori pertengahan ternyata merupakan induk akhlak. Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan yang akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara hak, kewajiban dan keadilan dengan akhlak.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Hak dapat diartikan wewenang dan kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu, hak juga dapat berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantaraan akalnya, perlawanan dengan kekuasan atau kekuasaan fisik untuk mengakui wewenang pada pihak lain. Sedangkan kewajiban adalah suatu tindakan yang harus dilakukan oleh setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai makhluk individu, sosial dan tuhan. keadilan dapat diartikan istilah yang digunakan untuk menunjukkan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan yang akhlaki.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai beberapa saran diantaranya yaitu: 1. Bagi para pembaca yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai hak, kewajiban dan keadilan, penulis berharap dengan kerendahan hati agar pembaca mencari sumber-sumber lain yang berkaitan dengan hak, kewajiban dan keadilan.
2. Jadikanlah makalah ini sebagai sarana yang dapat menambah wawasan pembaca, sehingga dapat mendorong pembaca untuk berfikir aktif dan kreatif.

DAFTAR PUSTAKA


Amin, Ahmad. 1975. Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.

Nata, Abuddin. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers.

Afirmanto. Akhlak Tasawuf. Diunduh dari http://afirmanto.blogspot.com tanggal 20 Maret 2012.

MAKALAH ASBAB AN NUZUL

ASBAB AN NUZUL

PEMBAHASAN

A. Waktu dan turunnya Al-Qur’an
Sebagai wahyu Ilahi, Al-Qur’an disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. melalui proses yang disebut inzal yakni proses perwujudan Al_Qur’an (izhar Al-Qur’an). Cara yang ditempuh adalah Allah mengajarkan kepada Malaikat Jibril, lalu Malaikat Jibril menyampaikannya kembali kepada Nabi Muhammad saw.
Ramadhan tahun 41 kelahiran Nabi, sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H. proses turunnya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw. adalah melalui tiga tahapan, yaitu:
Pertama Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh al-mahfuzh,suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah. Proses pertama ini diisyaratkan dalam Q.S. Al-buruj (85) ayat 21-22:

بَلْ ھُوَقُرْاٰنٌ مَجِدٌ. فِيْ لَوْحٍٍ مَحْفُوْظٍ. (البروج:٢١-٢٢)
Artinya:
Bahkan yang didustakan mereka ialah Al-Qur’an yang mulia. Yang (tersimpan) dalam lauh al-mahfuzh. (Q.S. Al-Buruj: 21-22)
Tahap kedua, Al-Qur’an diturunkan dari lauh al-mahfuzh itu ke bait al-izzah (tempat yang ada di langit dua). Proses kedua ini disyaratkan Allah dalam surat Al-Qodar (97) ayat 1:

اِنَّآاَنْزَلْنٰه ُ فِيْ لَيْلَةٍ الْقَدْرِ. (القدر: ١)
Artinya:
Sesungguhnya kami telah menurunkan (Al-Qur’an) pada malam kemulyaan. (S.Q. Al-Qadar) Tahap ketiga, Al-Qur’an diturunkan dari bait al-izzah ke dalam hati Nabi dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Ada kalanya satu ayat, dua ayat, dan bahkan kadang-kadang satu surat. Mengenai proses turun dalam tahap ketiga diisyaratkan dalam Q.S. asy-Syu’ara’ (26) ayat 193:195:

نَزَلَ بِهِ الرُّوْحُ اﻻَْمِيْنُ. عَلَى قَلْبِكَ لَتَكُوْنَ مِنْ اْلمُنْذِرِيْنَ. بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِيْنٍ. (اﻠﺸﻌﺭﺍﺀ: ١٩٣- ١٩٥)
Artinya:
… Dia dibawa turun oleh ar-ruh al-amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang yang member peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas. (Q.S. Asy-Syuara’: 193-195)

B. Pengertian Asbab An-nuzul
Secara etimologis, asbab an-nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata asbab (jamak dari sabab yang berarti sebab atau latar belakang) dan nuzul berari turun. Jadi asbab an-nuzul ialah sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu. Namun dalam pemakaiannya ungkapan asbab an-nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an, seperti halnya asbab al-wurud yang secara khusus digunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadis.
Banyak pengertian terminology yang dirumuskan oleh para ulama, di antaranya:
1. Menurut M. Hasbi ash-Shiddieqi
Asbab An-Nuzul ialah kejadian yang karenanya di turunkan Al-Qur’an untuk menerangkan hukumnya pada saat kejadian-kejadian itu timbul dan suasana yang di dalamnya Al-Qur’an diturunkan, serta membicarakan sebab-musababnya, baik yang diturunakan secara langsung sesudah sebab-musabab itu terjadi maupun kemudian lantaran sesuatu hikmah.
2. Menurut Nurcholis Madjid
Asbab An-Nuzul merukan konsep, teori, atau berita tentang adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Saw., baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat, maupun satu surat.

3. Menurut Ash-Shabuni
Asbab An-Nuzul ialah peristiwa ayau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan para ahli diatas dapat diambil dua kategori sebab turunnya sebuah ayat. Pertama, sebuah ayat turun ketika terjadi sebuah peristiwa.Kedua, sebuah ayat turun bila Rasulullah Saw. ditanya tentang suatu hal.
Bentuk-bentuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al-Qur’an itu sangat beragam, diantaranya berupa: konflik sosial, kesalahan besar, dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan o salah seorang sahabat kepada Nabi, berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang, atau yang akan terjadi.

C. Urgensi dan Kegunaan Asbab An-Nuzul
Az-Zarqani dan As-Suyuthi mensyinyalir adanya kalangan yang berpendapat bahwa mengetahui asbab an-nuzul merupakan hal yang sia-sia dalam memahami Al-Qur’an. Mereka beranggapan bahwa mencoba memahami Al-Qur’an dengan meletakkan ke dalam konteks histori ialah sama dengan membatasi pesan-pesannya pada ruang dan waktu tertentu. Namun, keberatan seperti ini tidaklah berdasar, karena tidak mungkin menguniversalkan pesan Al-Qur’andi luar masa dan tempat pewahyuan, kecuali melalui pemahaman yang semestinya terhadap makna Al-Qur’an dalam konteks kesejarahannya.
Sementara itu, mayoritas ulama sepakat bahwa konteks kesejarahan yang terakumulasi dalam riwayat-riwayat asbab an-nuzul merupakan satu hal yang signifikan untuk memahami pesan-pesan Al-Qur’an. Dalam hal ini Az-Zarqani mengemukakan urgensi asbab an-nuzul dalam memahami Al-Qur’an, sebagai berikut:
1. Membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidakpastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-Qur’an,
2. Mengatasi keraguan ayat-ayat yang diduga mengandung pengertian umum,
3. Mengkhususkan hokum yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an,
4. Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat Al-Qur’an turun,
5. Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat, serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.

D. Macam-macam Asbab An-Nuzul
1. Dilihat dari sudut pandang redaksi-redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul Ada dua jenis redaksi yang digunakan oleh perawi dalam mriwayatkan asbab an-nuzul. Pertama, sharih (jelas dan tegas). Contoh riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi sharih ialah sebuah riwayat yang dibawakan oleh Jabir bahwa orang-orang Yahudi berkata, “Apabila seorang suami mendatangi “qubul” istrinya dari belakang, anak yang lahir akan juling”. Maka turunlah ayat:

ﻨِﺴَٓﺎﺀُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَاْتُوْاحَرْثَكُمْ انّٰى شِٔتُمْ. (البقرة: ٢٢٣)
Artinya:
Istri-istri mu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam mu itu bagaimana saja kamu hendaki”. (Q.S. Al-Baqarah: 223)
Kedua, muhtamilah (kemungkinan, tidak tegas dan jelas). Contoh riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi muhtamilah, sebagaimana di tuturkan oleh Az-Zarkasy dalam kitabnya Al-Burhan Fi ‘Ulum Al-Qur’an yang artinya:
“Sebagaimana diketahui, telah terjadi kebiasaan para sahabat Nabi dan tabi’in, jika seorang di antara mereka berkata, ‘Ayat ini di turunkan berkenaan dengan _’. Maka yang dimaksud adalah ayat itu mencakup ketentuan hukum tentang ini atau itu, dan bukan bermaksud menguraikan sebab turunnya ayat”.
2. Dilihat dari sudut pandang berbilangnya asbab an-nuzul untuk satu ayat atau berbilangnya ayat untuk asbab an-nuzul

a. Berbilangnya asbab an-nuzul untuk satu ayat ( ta’addud as-sabab wa nazil al-wahid) Pada kenyataanya, tidak setiap ayat memiliki riwayat asbab an-nuzul dalam satu versi. Adakalanya satu ayat memiliki beberapa versi riwayat asbab an-nuzul. Tentu saja, hal itu tidak akan menjadi persoalan bila riwayat-riwayat iu mengandung kontradiksi. Bentuk variasi itu terkadang dalam redaksinya dan terkadang pula dalam kualitasnya. Untuk mengatasi variasi riwayat asbab an- nuzul dalam satu ayat dari sisi redaksi, para ulama mengemukakan cara-cara berikut:
1. Tidak mempermasalahkannya,
2. Mengambil versi riwayat asbab an-nuzul yang menggunakan redaksi sharih,
3. Mengambil versi riwayat yang shahih (valid).

b. Variasi ayat untuk satu sebab (ta’addud nazil wa as-sabab al-wahid)
Terkadang suatu kejadian menjadi sebab bagi turunnya, dua ayat atau lebih. Hal ini dalam ‘Ulum Al-Qur’an diseut dngan istilah “ta’addud nazil wa as-sabab al-wahid” (terbilang ayat yang turun, sedangkan sebab turunnya satu).


Sabtu, 29 November 2014

MAKALAH IMAM AL GHAZALI

IMAM AL GHAZALI
BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’I Al-Ghazali . secara singkat dipanggil Al-Ghazali-karena dilahirkan di Ghazlah, suatu kota di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H/1058 M.
Tiga tahun
setelah kaum saljuk mengambil alih kekuasaan di Baghdad.
Beliau hidup pada masa Daulah Abbasiyah pada masa dinasti Salajikhah (saljuk). Sejak muda Al-Ghazali sangat antusias terhadap ilmu pengetahuan. Ia pertama-tama belajar bahasa arab dan Fiqh di kota Thus, belajar dasar-dasar ushul fiqh di kota Jurjan. Kemudian beliau pergi ke Naisabur untuk melanjutkan rihlah ilmiah nya dan belajar kepada Al-Haramain Abu Al-Ma’áli Al-Juwaini. Kemudian beliau masuk ke Madrasah Nizamiyah di Nishapur, yang waktu itu adalah pusat pendidikan terpandang dan dipimpin oleh ulama tersohor bernama Imam Haramain, yang memiliki 400 orang murid tiga diantara muridnya menjadi ulama-ulama terkenal, Harasi, Ahmad bin Muhammad dan Ghazali. Setelah kejadian itu Ghazali pergi ke pusat kekhalifahan di Baghdad saat itu usia Ghazali berumur 28 tahun. Di Bagdad beliau diangkat menjadi Rektor Madrasah Nizamiyah.
Imam al Ghazali dalam perjalanan menuntut ilmunya mempunyai banyak guru, diantaranya guru-guru imam Al Ghazali sebagai berikut :
1. Abu Sahl Muhammad Ibn Abdullah Al Hafsi, beliau mengajar imam Al Ghozali dengan kitab shohih bukhori.
2. Abul Fath Al Hakimi At Thusi, beliau mengajar imam Al Ghozali dengan kitab sunan abi daud.
3. Abdullah Muhammad Bin Ahmad Al Khawari, beliau mengajar imam Ghazali dengan kitab maulid an nabi.
4. Abu Al Fatyan ‘Umar Al Ru’asi, beliau mengajar imam Al Ghazali dengan kitab shohih Bukhori dan shohih Muslim. Dengan demikian guru-guru imam Al Ghazali tidak hanya mengajar dalam bidang tasawuf saja, akan tetapi beliau juga mempunyai guru-guru dalam bidang lainnya, bahkan kebanyakan guru-guru beliau dalam bidang hadist.
Karena beliau merasakan ada kehampaan dalam dirinya, beliau kembali menukuni kehidupan sufistik yang mampu memenuhi kebutuhan rohaninya dan memutuskan untuk menempuh tasawuf sebagai jalan hidup. Al-Ghazali menghabiskan waktu dan energinya untuk menyebarkan ilmu pengetahuan hingga meninggal dunia pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H atau 19 Desember 1111M.

B. Karya-Karya Al-Ghazali
Imam Al Ghozali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi, kalau karya imam Al Ghazali diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah :
1. Maqhasid al falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama dan berisi masalah-masalah filsafah.
2. Tahaful al falasifah (kekacauan pikiran para filusifi) buku ini dikarang sewaktu berada di Baghdad di kala jiwanya di landa keragu-raguan. Dalam buku ini Al Ghazali mengancam filsafat dan para filusuf dengan keras.
3. Miyar al ‘ilmi/miyar almi (kriteria ilmu-ilmu).
4. Ihya’ ulumuddin (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama). Kitab ini merupakan karyanya yang terbesar selama beberapa tahun ,dalam keadaan berpindah-pindah antara Damakus, Yerusalem, Hijaz, Dan Thus yang berisi panduan fiqih, tasawuf dan filsafat.
5. Al munqiz min al dhalal (penyelamat dari kesesatan) kitab ini merupakan sejarah perkembangan alam pikiran Al Ghazali sendiri dan merefleksikan sikapnya terhadap beberapa macam ilmu serta jalan mencapai tuhan.
6. Al-ma’arif al-aqliyah (pengetahuan yang nasional)
7. Miskyat al anwar (lampu yang bersinar), kitab ini berisi pembahasan tentang akhlak dan tasawuf.
8. Minhaj al abidin (jalan mengabdikan diri terhadap tuhan).
9. Al iqtishad fi al i’tiqod (moderisasi dalam aqidah).
10. Ayyuha al walad.
11. Al musytasyfa
12. Ilham al –awwam an ‘ilmal kalam.
13. Mizan al amal.
14. Akhlak al abros wa annajah min al asyhar (akhlak orang-orang baik dan kesalamatan dari kejahatan).
15. Assrar ilmu addin (rahasia ilmu agama).
16. Al washit (yang pertengahan) .
17. Al wajiz (yang ringkas).
18. Az-zariyah ilaa’ makarim asy syahi’ah (jalan menuju syariat yang mulia)
19. Al hibr al masbuq fi nashihoh al mutuk (barang logam mulia uraian tentang nasehat kepada para raja).
20. Al mankhul minta’liqoh al ushul (pilihan yang tersaing dari noda-noda ushul fiqih).
21. Syifa al qolil fibayan alsyaban wa al mukhil wa masalik at ta’wil (obat orang dengki penjelasan tentang hal-hal samar serta cara-cara penglihatan).
22. Tarbiyatul aulad fi islam (pendidikan anak di dalam islam)
23. Tahzib al ushul (elaborasi terhadap ilmu ushul fiqiha).
24. Al ikhtishos fi al ‘itishod (kesederhanaan dalam beri’tiqod).
25. Yaaqut at ta’wil (permata ta’wil dalam menafsirkan al qur’an).

C. Pemikiran Ekonomi Al-Ghazali
Bahasan ekonomi al-ghazali antara lain meliputi uang,perdagangan, pembagian tenaga kerja , perilaku konsumsi, dan organisasi masyarakat dalam perekonomian .
Kita ketahui bersama bahwa Imam al Ghazali hidup pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah, persisnya pada masa dinasti Salajikah (saljuk), yang mana pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah Islam telah mencapai masa puncak keemasannya. Kemajuan pada bidang politik, ekonomi, dan pengetahuan yang luar biasa bisa dikatakan kemajuannya tidak pernah ada yang menandingi oleh kerajaan manapun di dunia ini. Jadi bisa dikatakan kondisi perekonomi pada masa Imam al Ghazali sangat baik dan seimbang. Dikatakan baik dan seimbang bukan tidak ada celah dan kelemahan dalam perekonomian barter yang mana terjadi ketidak sesuaian keinginan antara dua pihak.
Lebih jauh Imam al Ghazali mengatakan bahwa untuk mewujudkan perekonomian barter, seseorang memerlukan usaha yang keras. Pelaku ekonomi barter harus mencari seseorang yang mempunyai keinginan yang sama dengannya. Para pelaku ekonomi barter tersebut juga akan mendapatkan kesukaran dalam menentukan harga, khususnya ketika terjadi keragaman barang dagangan, pertambahan produksi, dan perbedaan kebutuhan.
Di sinilah uang dibutuhkan sebagai ukuran nilai suatu barang, sekalipun dalam perekonomian barter. Dengan demikian, dalam pandangan al Ghazali, uang hanya berfungsi sebagai satuan hitung dan alat tukar. Ia mengatakan bahwa zat uang itu sendiri tidak dapat memberikan manfaat. Dan ini berarti bahwa uang bukan merupakan alat penyimpan kekayaan. Pemikiran ekonomi Al-Ghazali didasarkan pada pendekatan tasawuf karena pada masa hidunya, orang-orang kaya berkuasa dan sarat prestise sulit menerima pendekatan fiqh dan filosofis dalam mempercayai hari pembalasan. Corak pemikiran Ekonominya dituangkan dalam kitab Ihya ‘Ulum al-Din, al-Mustasfa, Mizan Al-a’mal, dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al-Muluk.
Berikut adalah pemikiran ekonomi dari Imam Al-Ghazali:
1. Konsep Uang
Al-Ghazali menyadari bahwa salah satu penemuan terpenting dalam perekonomian adalah uang. Sejarah perkembangan uang menurut Al-Ghazali, dimulai dari barter (al-Mufawwadah) hingga pada penggunaan logam mulia, yaitu: emas (al-Dzahab) dan Perak (al-Fidzah).
Al-Ghazali sudah membahas agak canggih mengenai permasalahan dan evolusi uang dan berbagai fungsinya. Ia menjelaskan bagaimana uang mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dari suatu pertukaran barter.
Ia juga membahas berbagai akibat negatif dari pemalsuan dan penurunan nilai mata uang, sebuah observasi yang mendahului observasi serupa beberapa abad kemudian yang dilakukan oleh Nicholas Oresme, Thomas Gresham, dan Richad Cantillon.
Dalam karya monumentalnya, Ihya’ Ulum ad-Din, Al-Ghazali mendefinisikan bahwa uang adalah barang atau benda yang berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan barang lain. Benda tersebut dianggap tidak mempunyai nilai sebagai barang (nilai intrinsik). Oleh karenanya, ia mengibaratkan uang sebagai cermin yang tidak mempunyai warna sendiri tapi mampu merefleksikan semua jenis warna. Oleh karena itu, uang menurut al-Ghazzali hanya sebagai standar harga barang atau benda maka uang tidak memiliki nilai intrinsik. Atau lebih tepatnya nilai intrinsik suatu mata uang yang ditunjukkan oleh real existence-nya dianggap tidak pernah ada. Anggapan al-Ghazali bahwa uang tidak memiliki nilai intrinsik ini pada akhirnya terkait dengan permasalahan seputar permintaan terhadap uang, riba, dan jual beli mata uang.
2. Larangan Menimbun Uang (money hoarding)
Menurut Al-Ghazali alasan dasar pelarangan menimbun uang karena tindakan tersebut akan menghilangkan fungsi yang melekat pada uang itu. sebagaimana telah disebutkan, tujuan dibuat uang adalah agar beredar d masyarakat sebagai sarana transaksi dan bukan untuk dimonopoli oleh golongan tertentu. Bahkan, dampak terburuk dari praktik menimbun uang adalah inflasi dan deflasi. Keduanya sama-sama penyakit ekonomi yang harus dihindari sehingga antara jumlah uang beredar dengan barang yang tersedia selalu seimbang di pasar.
3. Problematika Riba
Alasan mendasar Al-Ghazali dalam mengharamkan riba yang terkait dengan uang adalah didasarkan pada motif dicetaknya uang itu sendiri yakni hanya sebagai alat tukar dan standar nilai barang semata, bukan sebagai komoditas. Karena itu, perbuatan riba dengan cara tukar menukar uang yang sejenis adalah tindakan yang keluar dari tujuan awal penciptaan uang dan dilarang oleh agama. Bagi al-Ghazali, larangan riba yang seringkali dipandang sama dengan bunga adalah mutlak. Terlepas dari alasan dosa, argumen lainnya yang menentang riba adalah kemungkinan terjadinya eksploitasi ekonomi dan ketidakadilan dalam transaksi. Al-Ghazali tidak hanya mengharamkan riba, melainkan juga menganjurkan untuk menjauhin dan menghindari praktek trersebut. Menurut beliau, riba yang harus diwaspadai dalam transaksi bisnis adalah riba nasi’ah dan riba fadl. Riba nasi’ah adalah kelebihan yang diberikan atas keterlambatan seseorang dalam membayar utangnya kepada orang lain.
Adapun yang dimaksud dengan riba fadl adalah tambahan yang dilakukan dalm suatu transaksi jual beli, dimana salah satu pihak menambahkan barang yang akan ditukarnya karena berbeda jenis antara kedua barang tersebut. Riba fadl ini biasanya terjadi dalam transaksi jual beli yang menggunakan sistem barter. Mengenai pertukaran uang dalam istilah al-Ghazali disebut sharf erat kaitannya dengan masalah riba.
Al-Ghazali menyebutkan bahwa siapa saja yang melakukan transaksi pertukaran uang yang di dalamnya terdapat unsur riba, maka orang tersebut telah mengingkari nikmat Allah yang diberikan padanya dan telah berbuat zalim. Beliau hanya memperbolehkan pertukaran uang yang sejenis dan sama nilainya.
4. Jual Beli Mata Uang
Salah satu hal yang termasuk dalam kategori riba adalah jual beli mata uang. Dalam hal ini, Al-Ghazzali melarang praktek yang demikian ini. baginya, jika prsktik jual beli mata uang diperbolehkan maka sama saja dengan membiarkan orang lain melakukan praktik penimbunan uang yang akan berakibat pada kelangkaan uang dalam masyarakat. Karena diperjual belikan, uang hanya akan beredar pada kalangan tertentu, yaitu orang-orang kaya. Ini tindakan yang sangat zalim. 5. Evolusi Pasar
Bagi Al-Ghazali pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”. Secara rinci, dari juga menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar. Jadi bagi Al-Ghazali, pasar berevolusi sebagai bagian dari “hukum alam” segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri untuk ssaling memuaskan kebutuhan ekonomi.
Al-Ghazali juga memperkenalkan teori permintaan dan penawaran; adanya penurunan harga ketika ada penambahan atas suatu barang atau karena tidak adanya pembeli. Ghazali juga memperkenalkan elastisitas permintaan, ia mengidentifikasi permintaan produk makanan adalah inelastis, karena makanan adalah kebutuhan pokok. Oleh karena dalam perdagangan makanan motif mencari keuntungan yang tinggi harus diminimalisir, jika ingin mendapatkan keuntungan tinggi dari perdagangan, selayaknya dicari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.
Imam Ghazali dan juga para pemikir pada zamannya ketika membicarakan harga biasanya langsung mengaitkannya dengan keuntungan. Keuntungan belum secara jelas dikaitkan dengan pendapatan dan biaya. Bagi Ghazali keuntungan adalah kompensasi dari kepayahan perjalanan, resiko bisnis, dan ancaman keselamatan diri si pedagang. Dan keuntungan merupak motivasi bagi seorang pedagang, dengan penekanan keuntungan tersebut tidak berlebihan (keuntungan yang wajar).

D. Relevansi Pemikiran Al-Ghazali dengan keadaan masa kini
Seluruh pemikiran al-Gazali merupakan gambaran yang terjadi dahulu yang dapat dikatakan hampir sama dengan kondisi bangsa ini. Semuanya itu kembali kepada agama dan negara sebagai tiang yang menurut al-Gazali tidak dapat dipisahkan. Jika kedua tiang-tiang tersebut berdiri maka bangsa ini akan makmur dan beradab.
Dalam pembahasan mengenai fungsi uang, Al-Ghazali berkeyakinan diperlukannya uang yang berfungsi sebagai media alat tukar. Pemikiran Al-Ghazali tersebut sangat membantu masyarakat pada era modern seperti saat ini. uang memberikan kemudahan bagi setiap individu dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang dia diperlukan. Seseorang yang memiliki uang dengan mudah dapat membelanjakan uangnya untuk membeli pakaian, makanan yang dia perlukan.
Problematika moneter di dunia saat ini kerap menjadi penyebab nomor wahid terjadinya krisis ekonomi di banyak negara. Padahal pada zaman Rasul dulu, masalah itu tidak menjadi sebuah kendala yang pokok. Salah satu alasannya adalah, karena salahnya para ekonom memandang uang. Uang yang seharusnya menjadi flow malah menjadi stock. Yang seharusnya hanya menjadi perantara, malah menjadi komoditas yang diperdagangkan. Bahkan dijadikan sebagai alat spekulasi yang menghancurkan. Nampaknya, konsep Islam yang dalam hal ini diusung oleh seorang ulama terkemuka, Imam Al-Ghazali, berada pada posisi yang lebih baik.
Di sini nampak jelas bahwa ilmu ekonomi yang dibangun oleh al-Ghazali adalah ekonomi bercirikan :
1. Dimensi Ilahiah yaitu ekonomi yang berasaskan ketuhanan (Ilahiah) , bertolak dari Allah, bertujuan akhirkepada Allah (akhirat) dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari norma dan etika syari’ah.
2. Dimensi Insaniah artinya ekonomi al-Ghazali berupaya menciptakan kesejahteraan umat (maslahah).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai Al-Ghazali diatas, dapat ditarik kesimpulan :
1. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’I Al-Ghazali . secara singkat dipanggil Al-Ghazali-karena dilahirkan di Ghazlah, suatu kota di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H/1058 M.
2. Imam Al Ghozali termasuk penulis yang tidak terbandingkan lagi, kalau karya imam Al Ghazali diperkirakan mencapai 300 kitab, diantaranya adalah :
a. Maqhasid al falasifah (tujuan para filusuf), sebagai karangan yang pertama dan berisi masalah-masalah filsafah.
b. Tahaful al falasifah (kekacauan pikiran para filusifi) buku ini dikarang sewaktu berada di Baghdad di kala jiwanya di landa keragu-raguan. Dalam buku ini Al Ghazali mengancam filsafat dan para filusuf dengan keras.
c. Miyar al ‘ilmi/miyar almi (kriteria ilmu-ilmu).
3. Pemikiran ekonomi dari Al-Ghazali antara lain:
a. Konsep uang
b. Larangan menimbun uang
c. Problematika riba
d. Jual beli mata uang
e. Evolusi pasar

  DAFTAR PUSTAKA

Chamid, Nur.2010.Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.Kediri:Pustaka Pelajar
Zaky Al-Kaaf, Abdullah.2002.Ekonomi dalam Perspektif Islam.Bandung:Pustaka Setia
http://idoycdt.wordpress.com/2011/04/19/pemikiran-ekonomi-al-ghazali-ibnu-taimiyah-dan-ibnu-hazm/ di unduh pada tanggal 11 oktober 2012
http://s4h4.wordpress.com/2008/11/30/biografi-imam-ghazali/ di unduh pada tanggal 11 oktober 2012
http://s4h4.wordpress.com/2008/11/30/biografi-imam-ghazali/ di unduh pada tanggal 11 oktober 2012
http://idoycdt.wordpress.com/2011/04/19/pemikiran-ekonomi-al-ghazali-ibnu-taimiyah-dan-ibnu-hazm/ diunduh pada tanggal 10 oktober 2012

MAKALAH LARANGAN RIBA

Tafsir ayat riba
LARANGAN RIBA
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat-ayat yang terkait
1. Surat Ar-Rum ayat 39

       ••                
39. Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

a. Tafsir Mufradad
Di dalam bahasa Arab, bahwa lafadz “Riba” itu bisa mengandung makna tambahan secara mutlaq atau bahwa Riba secara bahasa bermakna : Ziyadah / tambahan. dalam pengertian lain secara linguistik, riba juga berarti Tumbuh dam membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelasakan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambin tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prisip muamalah dalam Islam. Tetapi dalam lafadz yang terdapat dalam Surat Ar-Ruum ayat 39, tambah disini yang dimaksud tidak lahil hanyalah dalam perihal Pemberihan hadiah supaya orang yang memberi hadiah tersebut mendapat tambahan yang lebih. Ini sekilas dari pada uraian lafadz Riba yang dibaca Jer sebab kemasukan huruf Jer Min. Dapat disimpulkan bahwa yang di maksud riba adalah sesuatu yang berlebih atau berlipat ganda, dari unsur mengutangkan dan pada akhirnya akan menimbulkan penganiayaan. b. Asbab an-Nuzul Disebut pertama karena ayat ini diturunkan di Mekkah ketika melakukan kegiatan keagamaan dan memungut sumbangan atas dasar untuk mendapatkan rahmat dari Allah. Pada ayat ini dijelaskan bahwasanya Allah SWT membenci riba dan perbuatan riba tersebut tidaklah mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. Riba pada ayat ini hanya memberi gambaran bahwa riba yang disangka orang menghasilkan penambahan harta, dalam pandangan Allah tidak benar. Yang benar zakatlah yang mendatangkan lipat ganda. Pada ayat ini tidak ada petunjuk Allah SWT yang mengatakan bahwasanya riba itu haram. Artinya bahwa ayat ini hanya berupa peringatan untuk tidak melakukan hal yang negatif.
Al-Faryabi meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata,”Dulu orang-orang melakukan jual beli dengan memberikan tenggang waktu pembayaran hingga waktu tertentu. Ketika tiba waktu pembayaran, namun si pembeli belum juga sanggup membayar, si penjual menambahkan harganya dan menambahkan tenggang waktunya. Lalu turunlah firman Allah Swt.
Sebagian Mufassir ada yang berpendapat bahwa riba tersebut bukan riba yang diharamkan. Riba dalam ayat ini berupa pemberian sesuatu kepada orang lain yang tidak didasarkan keikhlasan, seperti pemberian hadiah dengan harapan balasan hadiah yang lebih besar. Ulama lain seperti al-Alusi dan Sayyid Qutb memilih pendapat bahwa riba dalam ayat itu adalah tambahan yang dikenal dalam mu’amalah sebagai yang diharamkan oleh syafi’. Kalu Sayyid Rasyid Rida menyatakan bahwa haramya riba itu semenjak turunnya surat Ali-‘Iran, berarti ia membenarkan pendapat kelompok pertama.

c. Kandungan Ayat
Kata “riba” dari segi bahasa berarti kelebihan. Berbeda pendapat ulama tentang maksud kata ini pad ayat diatas. Ulama pakar tafsir dan hukum, Al-Qurthubi dan Ibn al-‘Arabi, berpendapat maksud riba pada ayat ini adalah riba yang halal. Sedangkan menurut Ibn Katsir, riba disini dimaksudkan riba mubah. Mereka antara lain merujuk kepada sahabat Nabi SAW. Ibn Abbas ra. Dan beberapa tabi’in yang menafsirkannya dalam arti hadiah yang diberikan seseorang dengan mengharapkan imbalan yang lebih. Menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah. Kemudian Allah menerangkan bahwa riba memang menambah harta orang yang mengambilnya. Riba yang diperoleh dari tambahan atas pengembalian pokok pinjaman dan dan pertukaran barang ribawi dengan nilai yang berbeda benar-benar menambah harta orang yang mengambilnya.


2. Surat An-Nisa ayat 160-161

                      ••        
160. Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
161. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.

a. Tafsir mufradad

فَبِظُلْمٍ
Potongan ayat di atas mempunyai arti “maka disebabkan perbuatan zholim”, hal ini meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, ketidakadilan, penganiayaan, penindasan dan tidak sewenang-wenang. Maka sebab kezaliman tersebut, maka Allah mengharamkan segala bentuk riba itu.
Sebagian ulama’ berkata : Orang-orang yang menghalalkan riba serta besar dosanya, maka diapun akan tahu betapa keadaan mereka-mereka kelak di hari akhirat, mereka akan dikumpulkan dalam keadaan gila, kekal di neraka, disamakan dengan orang kafir akan mendapat perlawanan dari Allah dan Rasul serta kekal dalam la’nat.

b. Asbabun an-Nuzul
Ayat ini adalah Madaniyah, yaitu diturunkan di Kota Madinah. Ayat ini merupakan kisah tentang orang-orang Yahudi.
Allah SWT mengharamkan kepada mereka riba akan tetapi mereka tetap mengerjakan perbuatan ini. Pengharaman riba pada ayat ini adalah pengharaman secara tersirat tidak dalam bentuk qoth’i/tegas, akan tetapi berupa kisah pelajaran dari orang-orang Yahudi yang telah diperintahkan kepada mereka untuk meninggalkan riba tetapi mereka tetap melakukannya. Hal ini juga dijelaskan al-Maroghi bahwasanya sebagian Nabi-nabi mereka telah melarang melakukan perbuatan riba.

c. Kandungan Ayat
Dalam ayat ini telah di jelaskan bahwa sesungguhnya riba itu mengakibatkan kezoliman, dan ketidakadilan bagi orang lain. Sehingga bagi orang yang Kafir sudah dipersiapkan oleh Allah SWT tempat yang sesuai dengan perbuatannya yakni siksa yang pedih dan menyakitkan. Pada ayat ini Allah menjelaskan kalau riba adalah pekerjaan yang batil, maka dari itu Allah juga menjelaskan dalam ayat tersebut bahwa Allah sudah menyiapkan mereka azab yang pedih yaitu neraka.
Riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.

3. Q.S Ali Imran ayat 130
         •    
130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

a. Tafsir Mufradad
 
Potongan ayat ini memiliki arti “berlipat ganda”. Yang di maksud berlipat ganda adalah melipat gandakan harta yang bukan menjadi haknya melainkan hak orang lain. Dengan adanya lipat ganda tersebut, maka riba tersebut diharamkan.

b. Asbab An-Nuzul
Ayat ini adalah Madaniyah, yaitu diturunkan di Kota Madinah. Ayat ini menjelaskan kebiasaan orang Arab saat itu yang sering mengambil riba dengan berlipat ganda. Ayat ini telah secara jelas mengharamkan perbuatan riba, akan tetapi bentuk pengharaman pada ayat ini masih bersifat sebagian, yaitu kepada kebiasaan orang saat itu yang mengambil riba dengan berlipat ganda dari modal. Riba ini disebut dengan riba keji (ربا فحش) yaitu riba dengan penambahan dari pokok modal dari hutang yang berlipat ganda.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ada orang-orang yang berjual beli dengan kredit (dengan bayaran yang berjangka waktu). Apabila telah tiba waktu pembayaran, tetapi tidak membayar, bertambahlah bunganya dan ditambah pula jangka waktu pembayarannya. Maka turunlah ayat tersebut (Q.S 3 Ali Imran: 130) sebagai larangan atas perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh Al-Faryabi yang bersumber dari mustahid).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa di zaman jahiliah, Tsaqif berhutang kepada Banin Nadlir. Ketika tiba waktu membayar, tsaqif berkata:”Kami bayar bunganya dan undurkan waktu pembayarannya”. Maka turunlah ayat tersebut (Q.S 3 Ali Imran: 130) sebagai larangan atas perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh al-Faryabi yang bersumber dari ‘Atha’.)

c. Kandungan Ayat
Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi'ah itu selamanya Haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan.
Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
Pada sifat riba nasiah ini jelas sekali makna ad’aafan mudhaafatan itu adalah dengan transaksi yang tidak berbatas waktu, dan selama si peminjam itu tidak mampu membayar pada waktu yang disanggupi riba itu akan terus bertambah, sesuai dengan bertambahnya waktu. Ini adalah suatu kondisi atau cara transaksi yang sangat lalim dan aniaya. Dengan demikian ayat 130 surat Ali Imran ini menegaskan bahwa sifat (karakteristik) riba secara umum mempunyai kecenderungan untuk berkembang dan berlipat sesuai dengan berjalannya waktu dengan tanpa batas.
Riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut.
Hal itu dibuktikan juga oleh kenyataan sejarah bahwa riba pada masa pra Islam adalah tambahan pada modal uang yang dipinjamkan dan harus diterima oleh yang berpiutang sesuai dengan jangka waktu peminjaman dan persentase yang ditetapkan. Bila tidak mampu membayar pada waktu yang dijanjikan, maka terus bertambah. Maka semakin tidak mampu akan semakin teraniaya.

4. Al-Baqarah ayat 278-279
                          •      
278. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

a. Tafsir mufradad

ذَرُوا
Maknanya: “Tinggalkanlah. ” Yaitu tinggalkan mencari sesuatu dari yang kalian miliki sebagai modal kalian, sebelum menghasilkan riba.
فَأْذَنُوا
Pada lafadz ayat ini terdapat dua bacaan. Yang pertama dengan huruf dzal yang di-fathah dan ini merupakan bacaan kebanyakan ahli qira`ah. Sebagian ada yang membaca فَآذِنُوا dengan huruf alif yang dipanjangkan dan dzal yang di-kasrah. Ini merupakan bacaan Hamzah dan ‘Ashim dalam riwayat Ibnu ‘Ayyasy. Berdasarkan bacaan yang pertama, maknanya adalah yakini dan ketahuilah. Sedangkan berdasarkan bacaan yang kedua bermakna sampaikan dan kabarkanlah. Ibnu Jarir At-Thabari menguatkan makna yang pertama.
بِحَرْبٍ Maknanya adalah peperangan yang mengantarkan kepada pembunuhan. Adapula yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah musuh.
رُؤُوْسُ أَمْوَالِكُمْ “Pokok harta kalian.” Yang dimaksud adalah harta yang dimiliki oleh seseorang yang masih ada di tangan orang lain sebagai pinjaman, maka boleh bagi pemilik harta untuk mengambil modal (harta)nya itu. Adapun keuntungan yang dihasilkan dari riba, maka tidak boleh bagi dia untuk mengambilnya sedikitpun.kepada mereka bahwa kalian memerangi mereka (para pemakan riba).

b. Asbab An-Nuzul
Ada beberapa riwayat tentang riba yang menjadi sebab-sebab turunnya ayat tentang riba, diantaranya :
Riwayat dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun kepada Bani Amru bin Umair bin Auf bin Tsaqif. Adalah Bani Mughirah bin Makhzum mengambil riba dari Bani Amru bin Umair bin Auf bin Tsaqif, selanjutnya mereka melaporkan hal tersebut kepada Rasulullah SAW dan beliau melarang mereka melalui ayat ini untuk mengambil riba.
Berkata ‘Atho dan ‘Ikrimah bahwasanya ayat ini diturunkan kepada Abbas bin Abdul Mutholib dan Utsman bin Affan. Adalah Rasulullah melarang keduanya untuk mengambil riba dari korma yang dipinjamkan dan Allah SWT menurunkan ayat ini kepada mereka, setelah mereka mendengar ayat ini mereka mengambil modal mereka saja tanpa mengambil ribanya.
Berkata Sadi: Ayat ini diturunkan kepada Abbas dan Khalid bin Walid. Mereka melakukan kerjasama pada masa Jahiliyah. Mereka meminjamkan uang kepada orang-orang dari Bani Tsaqif. Ketika Islam datang mereka memiliki harta berlimpah yang berasal dari usaha riba, maka Allah menurunkan ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Maka Nabi SAW bersabda :
“Ketahuilah setiap riba dari riba jahiliyah telah dihapuskan dan riba pertama yang saya hapus adalah riba Abbas bin Abdul Muthollib”.

c. Kandungan Ayat
Allah memerintahkan mereka agar bertakwa, dan di antara bentuk ketakwaan tersebut adalah agar mereka meninggalkan apa yang tersisa dari harta riba, yaitu muamalah (transaksi) yang sedang berlangsung pada saat itu. Adapun yang telah lalu, maka barangsiapa yang menerima nasihat, Allah akan memaafkan apa yang telah lalu. Sedangkan orang yang tidak peduli akan nasehat dari Allah dan tidak menerimanya, sesungguhnya dia telah menyelisihi Rabb-nya dan memerangi-Nya dalam keadaan dia lemah, tidak memiliki kekuatan untuk memerangi Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, yang memberi kesempatan kepada orang yang zalim (untuk bertaubat) namun Dia tidaklah membiarkannya. Sehingga jika Allah hendak menyiksa, maka Dia menyiksanya dengan siksaan yang kuat dan tidak lemah sedikitpun. Jika kalian bertaubat dari bermuamalah dengan cara riba, maka kalian boleh mengambil modal dasar dari harta kalian dan kalian tidak menzalimi orang yang bermuamalah dengan kalian dengan cara mengambil tambahan yang merupakan hasil riba.
Allah dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang menyangkut riba, diturunkan pada tahun 9 Hijriyah.

DAFTAR PUSTAKA

Rifa’i, Veithzal dan Andi Buchari.2009.Islamic Economic.Jakarta:Sinar Grafika Offset
Muh Zuhri.1997.Riba Dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan (Sebuah Tilitik Antisipatif).Jakarta:PT RajaGrafindo Persada
Dahlan dan Zaka Alfarisi.2000.Ababun Nuzul,Bandung:CV Diponegoro
Quraish Shihab.2002.Tafsir Al-Misbah.Jakarta:Lentera Hati
Dwi Suwikyo.2010.Komplikasi tafsir ayat-ayat Ekonomi Islam,.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Jumat, 28 November 2014

FATWA MUI WAKAF UANG

Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Tentang
Wakaf Uang


KEPUTUSAN FATWA
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Tentang
WAKAF UANG Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia setelah Menimbang :

1. bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, pengertian wakaf yang umum diketahui, antara lain, adalah:
yakni "menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tesebut, disalurkan pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada, "(al-Ramli. Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, [Beirut: Dar alFikr, 1984], juz V, h. 357; al-Khathib al- Syarbaini. Mughni al-Muhtaj, [Beirut: Dar al-Fikr, t.th], juz II, h. 376); atau "Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam" dan "Benda wakaf adalah segala benda, balk bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam" (Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Buku III, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4)); sehingga atas dasar pengertian tersebut, bagi mereka hukum wakaf uang (waqf al-nuqud, cash wakaf) adalah tidak sah;
2. bahwa wakaf uang memiliki fleksibilitas (keluwesan ) dan kemaslahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain;
3. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum wakaf uang untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat.

Mengingat :

1. Firman Allah SWT :
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaijakan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya "(QS. Ali Imron [3]:92).
2. Firman Allah SWT :
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluar-kan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir.• seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka

memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati " (QS. al-Baqarah [2].261-262).
3. Hadis Nabis s.a.w.:
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah r:a. bahwu Rasulullah s.a.w. bersabda,
"Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah (pahala) amal perbuatannya kecuali dari tiga hal, yaitu kecuali dari sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya " (H.R. Muslim, alTirmidzi, al-Nasa' i, dan Abu Daud).
4. Hadis Nabi s.a.w.:
'Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa Umar bin alKhaththab r. a. memperoleh tanah (kebun) di Khaibar; lalu ia datang kepada Nabi s.a.w untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia herkata, "Wahai Rasulullah.' Saya memperoleh tanah di Khaibar; yang belum pernah saya peroleh harta Yang lebih haik bagiku melebihi tanah tersebut; apa perintah Engkau (kepadaku) mengenainya? " Nabi s. a. w menjawab: "Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasil)-nya. " Ibnu Umar berkata, "Maka, Umar menyedekahkan tanah tersebut, (dengan men ysaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya kepada fugara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan diri (hasil) tanah itu secara ma 'ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. " Rawi berkata, "Sava menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia herkata 'ghaira muta'tstsilin malan (tanpa menyimpannya sebagai harta hakmilik) '. "(H.R. al- Bukhari, Muslim, al-Tarmidzi, dan al Nasa'i).
5. Hadis Nabi s.a.w.:
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r. a.; ia berkata, Umar r a. berkata kepada Nabi s. a. w., "Saya mempunyai seratus saham (tanah, kebun) di Khaibst, belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu; saya bermaksud menyedekahkannya. " Nabi s.a.w berkata "Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah. "(H.R. al-Nasa' i).
6. Jabirr.a. berkata :
"Tak ada seorang sahabat Rasul pun yang memiliki kemampuan kecuali berwakaf/. " (lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wu Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, hi. 157; al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj.
[Beirut: Dar al-Fikr, t.th', jus II, h. 376).

Memperhatikan :

1. Pendapat Imam al-Zuhri (w. 124H.) bahwa mewakafkan dinas hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan pada mauquf 'alaih (Abu Su'ud Muhammad. Risalah fi Jawazi Waqf al-Nuqud, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997], h. 20-2 1).
2. Mutaqaddimin dari ulaman mazhab Hanafi (lihat Wahbah al-Zuhaili, al Fiqh al- Islam wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, h. 162) membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al-'Urfi, berdasarkan atsar Abdullah bin Mas'ud r.a:
"Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah
adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pun buruk".
3. Pendapat sebagian ulama mazhab al-Syafi'i:
"Abu Tsyar meriwayatkan dari Imam al-Syafi'i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang)" (alMawardi, al-Hawi al-Kabir, tahqiq Dr. Mahmud Mathraji, [Beirut: Dar al-Fikr,1994[, juz IX,m h. 379).
4. Pandangan dan pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, tanggal 23 Maret 2002,. antara lain tentang perlunya dilakukan peninjauan dan penyempurna-an (pengembangan) definisi wakaf yang telah umum diketahui, dengan memperhatikan maksud hadis, antara lain, riwayat dari Ibnu Umar (lihat konsideran mengingat [adillah] nomor 4 dan 3 di atas :
5. Pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, tanggal 11 Mei 2002 tentang rumusan definisi wakaf sebagai berikut: yakni "menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada,"
6. Surat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag, (terakhir) nomor Dt.1.IIU5/BA.03.2/2772/2002, tanggal 26 April 2002.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG WAKAF UANG

Pertama :

1. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Wagf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakafuang hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar' ia
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Kedua :

Fatwa ini berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan : Jakarta, 28 Shafar 1423H
11 Mei 2002 M